THE ADVENTURE OF ROBERT Part 6
Jam tujuh kurang, Robert sedang berjalan menyusuri koridor lantai empat,
gedung fakultas ekonomi. Tangannya memegang sapu dan ceruk yang akan dia
gunakan untuk menyapu ruang C-411 yang baru selesai dipakai untuk kuliah malam.
Langkahnya makin mendekati ruang yang lampunya masih menyala itu. Terhenyak
dirinya begitu membuka pintu dan menemukan di dalam kelas itu masih tertinggal
seorang gadis. Gadis itu tersenyum manis padanya lalu meneruskan mencatat
sesuatu di buku catatannya.
“Eehhmm…malam Non, kok belum pulang ?” sapanya
“Sebentar lagi Pak, nanggung lagi nyalin catatan temen, enngg…kelasnya mau
dikunci yah Pak ?”
“Iya toh Non, kan udah malem !” jawab Robert dengan mata mencuri-curi pandang
ke arah lekuk tubuh gadis itu.
Penampilan si gadis yang memakai kemeja kuning lengan pendek berbahan tipis
yang kancing atasnya terbuka hingga memperlihatkan belahan dadanya serta rok
mininya yang membuat pahanya yang putih mulus itu terekspos bebas tentu saja
membuat Robert menelan ludah melihatnya.
“Hhmm…kalo gitu Bapak beresin kelas aja dulu, ntar kalau udah selesai kita
sama-sama keluar, soalnya ini catatan mau saya kembaliin ke yang punya hari ini
juga, gapapa kan Pak, saya gak ganggu kan ?” katanya dengan senyum manis.
Maka Robert pun membiarkan gadis itu meneruskan mencatat sementara dia mulai
membersihkan kelas itu. Tentu ini saja Robert tidak terganggu malah sebaliknya
merasa senang karena sudah kerja seharian penuh ada objek untuk refreshing
sejenak. Sambil menyapu matanya hampir tidak pernah lepas dari gadis itu,
diperhatikannya bentuk tubuhnya yang ideal dan membayangkan dibalik pakaiannya
itu, wajahnya cantik dengan rambut rambut hitam pendek sebahu ala Miyabi, artis
JAV era 2000’an. Mudah saja bagi Robert untuk memperkosanya saat itu juga, tapi
dia paling tidak suka kalau korbannya belum takluk sepenuhnya yang biasa dia
intimidasi dengan skandal-skandalnya, lagipula menyerang secara frontal begitu
risikonya tinggi, bisa-bisa si korban histeris atau melaporkannya. Dalam hal
ini Robert sangat berhati-hati agar jangan sampai menimbulkan kesulitan baginya
kelak. Gadis itu pun sepertinya cuek saja dengan kehadiran Robert di situ, dia
terus menulis tanpa menghiraukan tatapan menelanjangi Robert. Bahkan ketika Robert
sedang menyapu di depannya, entah sengaja atau tidak, dia menyilangkan kakinya
sehingga mata Robert makin nanar melihat pahanya yang mulus lagi jenjang itu.
“Enngg…Pak diluar sana emang udah ga ada siapa-siapa lagi yah ?” gadis itu
tiba-tiba bertanya demikian.
“Iya Non, udah pulang semua, tinggal Non sendirian, ga takut apa Non ?” jawab Robert
dengan terus menyapu.
“Nggalah, takut apa, sekarang kan ga sendirian, lagi ada Bapak” jawabnya
tersenyum “Pak bisa tolong tutup pintunya anginnya ga enak panas, bikin gerah
nih !” pintanya karena kebetulan duduk dekat pintu, dan memang cuaca hari itu
tidak nyaman, panas dan berangin. Kipas angin yang menggantung di langit-langit
kelas itulah yang membuat cuaca di situ lebih enak.
Robert menutup pintu itu, dia heran melihat gadis itu kok bersikap ramah bahkan
cenderung menggoda padanya, tidak seperti warga kampus yang umumnya bersikap
acuh tak acuh, tidak tahukah dia bahwa yang bersama dengannya di ruang itu
adalah maniak pemerkosa yang sedang menghantui kampus ini. Ketika dia menyapu
ke sisi lain sekitar gadis itu terlihat sedikit celana dalam yang dipakainya,
warnanya hitam seperti warna branya yang terlihat melalui kemejanya yang tipis.
Robert benar-benar ngiler melihat pemandangan itu, ingin rasanya dia membelai
paha mulus itu, lalu meraba hingga ke pangkalnya. Saat dia menyapu lebih dekat
lagi, tiba-tiba dompet gadis itu terjatuh dari meja pada bangku kuliah itu.
Secara spontan Robert pun membungkuk untuk memungutinya, gerakan Robert ketika
mau berdiri dan mengembalikan benda itu mendadak terhenti karena tertegun paha
mulus itu telah berada dua jengkal dari pandangannya sehingga celana dalam yang
tadi terlihat sekilas itu makin terlihat jelas.
“Ngeliat apa Pak ?” tanyanya dengan cuek “pegang aja daripada bengong gitu
Pak !” sebelum Robert sempat menjawab karena sedang terpukau, gadis itu sudah
lebih dulu meraih tangan Robert yang memegang dompet, tangan satunya mengambil
dompetnya dan menaruhnya kembali di meja, lalu dia letakkan tangan Robert itu
di pahanya.
Sungguh Robert tidak menyangka gadis itu memang sengaja menggodanya sehingga
begitu gadis itu memberi lampu hijau padanya birahi yang sejak tadi ditahannya
tercurah deras bagai bendungan bobol. Robert segera mengelusi sepanjang kaki
putih mulus itu dengan gemasnya, dari betis lalu ke paha yang tertutup roknya.
Gadis itu menggeliat saat tangan Robert menyentuh bagian selangkangannya yang
masih tertutup celana dalam.
“Hehehe…Non emang sengaja godain Bapak yah !” katanya menyeringai
“Eemmhh..iya Pak, puasin saya yah, saya tau kok Bapak dari tadi mau ngentotin
saya, ya kan ?” desisnya dengan senyum menggoda.
Kata-kata itu membuat Robert makin terangsang, dia semakin berani menggerayangi
tubuhnya. Tangannya yang tadi masih meraba-raba dari luar celana dalam mulai
menyusupkan jarinya lewat pinggiran celana dalam itu, dirasakannya bulu-bulu
dibaliknya dan juga ada basah-basah pada bibir vaginanya, gadis itu pun rupanya
sudah horny sejak tadi.
Robert kemudian menarik celana dalam itu dari bagian tengahnya, gadis itu
juga meluruskan kakinya membiarkan celana dalam itu melolosinya. Kemudian dia
memasukkan jari tengan dan telunjuknya ke tengah vagina gadis itu, jari-jari
itu mulai mengorek-ngorek vaginanya sehingga gadis itu mendesah dan menggeliat
dibuatnya, kedua pahanya terkatup mengapit tangan Robert menahan rasa geli,
dengan begitu Robert dapat merasakan kehalusan dan kelembutan kulit paha itu.
Tangan Robert yang satunya merambat ke atas melepaskan satu-persatu kancing
bajunya hingga terbuka semua memperlihatkan bra hitam berukuran 34Bnya. Gadis
itu berinisiatif melepaskan kait branya yang terletak di dada antara dua cupnya
dan menyembullah payudara montok berputing merah dadu itu. Diusap-usapnya
gumpalan daging kenyal itu dengan tangan kanannya, jarinya memilin-milin putingnya
sehingga makin menegang, sementara tangan kirinya makin intens mengocok-ngocok
vagina gadis itu. Desahan nikmat terdengar dari mulut si gadis, matanya
merem-melek dan nafasnya makin memburu.
“Non suka kan diginiin hehehe !” kata Robert yang merasa berhasil mempermainkan
birahi gadis itu.
“Iyah…terus Pak, terushh…!” desah gadis itu menggenggam tangan Robert yang
memegang payudaranya seolah minta tangan itu menggerayanginya lebih.
Gadis itu lalu merasakan kakinya dibuka dan basah pada vaginanya. Ternyata Robert
sudah membenamkan wajahnya disana. Lidahnya yang panas menjilat-jilat vaginanya
disertai gerakan menyedot.
“Uuuhh…hebat banget main oralnya !” kata gadis itu dalam hati merasakan
kedahyatan permainan lidah Robert.
Gadis yang sudah terangsang berat itu mengelus-elus kepala Robert seraya
membuka pahanya lebih lebar, kepalanya menengadah menatap langit-langit. Namun
ketika mendaki puncak gairahnya itu Robert malah menghentikan jilatannya
sehingga gadis itu merasa tanggung. Ya, memang itu sengaja dilakukan Robert
dengan maksud mempermainkan birahi si gadis agar secara utuh menikmati ronde
berikutnya. Kini Robert berdiri di depan gadis itu memelorotkan celananya dan
mengeluarkan penisnya yang sudah mengacung tegak. Sejenak si gadis terpana
melihat keperkasaan penis Robert yang hitam berurat itu, lalu dia menggerakkan
tangan menggenggam penis itu, rasanya hangat dan berdenyut karena yang punyanya
sedang terangsang, lalu tangannya mulai mengocok batang itu.
“Ohhh…Non, enak banget !” desahnya sambil membelai rambut gadis itu.
Gadis itu dengan bernafsu menjilati seluruh batang penis Robert, terkadang
buah pelirnya pun diemut. Kemudian dia menyibak rambutnya yang sudah agak kusut
dan membuka mulut mengarahkan penis itu ke mulutnya. Robert mengerang nikmat,
gadis ini berbeda dari korban Robert lainnya yang umumnya pasif atau
melakukannya rata-rata karena terpaksa sehingga tentu beda sensasinya. Teknik
oral seks gadis ini sungguh profesional, batang penis itu dikulum-kulum dalam
mulutnya dan juga diputar-putar dengan lidahnya, tangannya pun memijati buah
zakarnya dengan lembut. Saking enaknya, pertahanan Robert langsung jebol dalam
waktu kurang dari sepuluh menit. Wajahnya menegang dan cengkeramannya pada
pundak gadis itu makin mengeras. Si gadis yang menyadari lawan mainnya akan
segera keluar mempergencar serangannya, kepalanya maju mundur makin cepat dan
cret…cret…sperma Robert menyemprot dalam mulutnya. Dengan lihainya gadis itu
menelan dan menyedot cairan kental itu tanpa ada yang menetes dari mulutnya.
Sungguh kenikmatan oral terdahsyat yang dialami Robert sehingga membuatnya
melenguh tak karuan.
“Uoohh…sedot terus Non, enak…enak…!”
Gadis itu juga melakukan cleaning servicenya dengan sempurna, seluruh batang
itu dia bersihkan dari sisa-sisa sperma .Setelah mulutnya lepas tak terlihat
sedikitpun cairan putih itu menetes dari mulutnya. Sungguh teknik yang
sempurnya, demikian pikir Robert.
Setelah puas menikmati pelayanan mulut gadis itu, Robert menarik lengannya
agar bangkit dari kursi itu dan lalu disandarkannya ke tembok terdekat. Baju
dan branya telah terbuka dan rok mininya tergulung ke atas memperlihatkan
organ-organ kewanitaanya.
“Non, kok Non mau berani amat berbuat gini di kampus, Non dari tadi emang udah
rencana gini kan ?”
“Bapak juga dah kepengen kan daritadi ngeliatin saya terus, makannya Bapak
sekarang harus muasin saya !” katanya dengan horny, tatapan mata dan nada
bicaranya memperlihatkan dirinya telah dilanda birahi.
Robert menjawabnya dengan memasukkan jari ke dalam vagina gadis itu yang
membuat si gadis tersentak dan mendesah. Kemudian mulutnya juga nyosor melumat
payudara kanan si gadis. Dengan rakus mulutnya menyedoti payudara montok itu
sesekali giginya menggigit ringan putingnya yang menggemaskan. Si gadis
memejamkan mata menikmati serangan si penjaga kampus itu sambil mendesah dan
meremasi rambut Robert. Robert juga mengusap-usapkan jarinya pada klitorisnya
sehingga gadis itu makin diamuk birahi, membuat tubuhnya bergetar.
Tak lama kemudian si gadis merasakan jari yang mengorek kemaluannya dikeluarkan
lalu berganti sebuah benda tumpul lain yang menekan-nekan belahan bibir
kemaluannya. Robert mengangkat kaki kanan gadis itu hingga sepinggang, lalu
pelan-pelan dia tekan masuk penisnya ke vagina yang telah becek itu.
“Uuhh…!” si gadis merintih sambil memeluk Robert lebih erat merasakan setengah
dari batang itu melesak masuk ke vaginanya yang sudah tidak perawan itu “Gila
keras amat, kaya dimasukin pentungan aja” katanya dalam hati.
“Enak Non ?” tanya Robert berhenti sejenak memperhatikan ekspresi wajah si
gadis yang meringis menahan nyeri.
Si gadis mengangguk dan setelah ekspresi wajahnya kembali normal, Robert mulai
menggerakkan penisnya keluar masuk vagina si gadis. Tubuhnya tersentak-sentak
karena Robert dengan penuh nafsu menghujam-hujamkan batang kemaluannya dalam
jepitan vagiananya, tangannya meremas bongkahan pantatnya dengan gemas. Robert
lalu mendekatkan wajah hendak mencium bibir tipis si gadis. Kalau korban-korban
Robert umumnya menunjukkan penolakan bila hendak dilumat bibirnya, gadis ini
justru menyambut pagutan bibir Robert dengan penuh gairah. Permainan lidahnya
bahkan lebih dahsyat dari Robert, mereka terlibat adu lidah yang panas sampai
air liurnya menetes-netes dari bibir masing-masing. Erangan-erangan tertahan
terdengar di tengah percumbuan itu.
Robert terus menggenjot gadis itu sambil terlibat dalam ciuman yang panas
dan cukup lama, hampir lima menit. Begitu mereka melepas bibir, nafas mereka
sudah demikian menderu-deru dan berusaha mengambil udara segar. Robert lalu
mengangkat kaki si gadis yang satunya sehingga tubuhnya tidak berpijak di tanah
lagi. Si gadis juga memeluknya lebih erat dan melingkarkan kakinya di pinggang Robert
sementara kedua pahanya disangga si penjaga kampus itu. Hujaman penis itu makin
terasa dalam dalam posisi ini.
“Ohhh…terushh…terus…Pak !” gadis itu menceracau karena merasakan sudah mau
mencapai puncak.
Vagina gadis itu makin basah saja sehingga penis Robert bergerak makin lancar
karena cairan itu melicinkan dinding kemaluannya. Tubuh keduanya bergoyang kian
liar, beradunya kedua jenis kelamin itu menimbulkan bunyi seperti suara tepukan
bercampur suara kecipak akibat pengaruh cairan kewanitaan yang membasahi daerah
itu. Bercak keringat nampak membasahi baju keduanya. Setelah bergumul sekitar
limabelas menit, akhirnya Robert mengirimkan hentakan yang cukup keras disertai
lenguhan panjang. Demikian pula halnya si gadis yang mencapai klimaks secara
bersamaan, matanya membeliak dan tubuhnya berkelejotan.
Gadis itu merasakan semprotan hangat di rahimnya, sementara di
selangkangannya cairan vagina itu bercampur dengan sperma Robert yang meleleh
keluar. Hujaman Robert makin lemah, terlebih dulu dia turunkan pelan-pelan kaki
kanan si gadis lalu yang kirinya, terakhir dia menarik lepas penisnya. Tubuh si
gadis yang telah lemas melorot hingga terduduk di lantai, dia menghirup nafas
dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Wajahnya menunjukkan kepuasan akan
pemenuhan hasrat liarnya.
“Hebat…goyangan Non bener-bener top, bikin Bapak ketagihan deh !” komentar Robert
“Omong-omong Non namanya siapa kalau boleh tau, apa Non emang sengaja disini
buat ginian ?”
Si gadis memperkenalkan diri sebagai Diana (20 tahun), sejak awal memang dia
mempunyai niat menggoda siapapun yang masuk ke kelas itu. Seorang gadis yang
termasuk hyperseks, dia telah menikmati macam-macam petualangan seks, menjual
diri ke om-om, menjadi selingkuhan, menggoda dosen untuk mendongkrak nilai,
semua pernah dia lakoni. Hampir semua teman-teman cowoknya pernah merasakan
kehangatan tubuhnya. Malam itu, kebetulan dia ingin mencoba pengalaman baru
yaitu sex with stranger dengan siapapun masuk ke ruang itu dan itu terlaksana.
Semuanya dia lakukan semata-mata hanya untuk memenuhi kesenangan saja, bukan
seperti pelacur yang melakukannya demi desakan ekonomi, dia berasal dari
keluarga berada sehingga tidak ada motif ekonomi dibaliknya. Kurangnya
perhatian orangtua yang selalu sibuk dan pergaulannya yang bebas
menjerumuskannya menjadi gadis yang hedonis seperti itu.
“Setelah ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, kalau ketemu anggap aja
kita ga saling kenal, ok !” kata Diana datar sambil mengancingkan kembali
bajunya.
Setelah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan menyisir rambutnya, dia
pamit dan memberikan ciuman perpisahan di pipi Robert lalu berjalan keluar
pintu.
“Nggak salah saya ketemu Bapak malam ini, makasih yah, good bye !” demikian
salam perpisahannya setelah mengecup pipi pria itu.
Robert benar-benar puas malam itu, baru pernah dia ketemu yang seagresif ini,
mungkin di antara budaknya yang bisa dibandingkan dengan gadis itu cuma Zahra
(eps. 5), si ayam kampus, yang bersedia melakukannya juga dengan sukarela dan
juga bersikap proaktif. Setelah menghabiskan rokoknya, Robertpun meneruskan
tugasnya membersihkan kelas itu dan pulang dengan puas. Keesokan harinya,
seperti yang telah dikatakan kemarin, Diana bersikap cuek ketika berpapasan
dengan Robert. Hari ketiga, Robert bertemu lagi dengannya dekat toilet.
“Non, kita gituan lagi yuk, asyik banget yah waktu itu !” katanya terkekeh.
Diana hanya melotot padanya lalu berlalu dengan memasang sikap judes, sikapnya
sekarang sungguh berbeda dari malam itu.
Hari keempat, kembali Diana berpapasan dengan Robert, kali ini di lift pada jam duabelasan yaitu saat-saat sibuk. Saat itu, Diana sedang berada di dalam lift yang juga dipenuhi mahasiswa/i lain. Di tingkat dua lift berhenti dan Robert masuk ke dalam, di tangannya memegang sapu panjang. Wajah Diana menegang melihat penjaga kampus itu memasuki lift, dia tidak sempat lagi keluar karena lift cukup ramai sementara posisinya di dekat sudut belakang. Terlebih Robert masuk dan mengambil posisi di sebelahnya. Jantung Diana semakin berdegub dan berharap lift cepat membuka jadi dia bisa segera menjauh dari pria ini karena merasa tidak nyaman terus dibayangi olehnya. Pintu lift menutup dan meneruskan perjalanannya ke atas. Tiba-tiba Diana merasa sesosok tangan kasar merabai pahanya belakangnya yang saat itu memakai rok mini dari bahan jeans longgar. Dia terkejut tapi tidak mungkin berteriak karena malah akan membuatnya malu, apalagi kalau pria ini omong macam-macam di depan orang. Ditepisnya tangan itu, namun tangan itu kembali lagi dengan serangan yang lebih berani. Dengan wajah kesal Diana menoleh ke sebelahnya, Robert pasang wajah biasa saja tapi tangan jahilnya terus beraksi, ingin rasanya Diana menamparnya tapi situasinya sangat tidak memungkinkan. Suasana di lift yang cukup padat itu riuh dengan obrolan para penumpangnya sehingga tidak ada yang memperhatikan di sudut itu sedang terjadi pelecehan seksual.
Susah payah akhirnya Diana berhasil merubah posisi badannya, dia memutar
posisi badannya hingga kini menghadap Robert yang masih berdiri menyamping
darinya sehingga terlepas dari tangan Robert yang merabai pahanya. Dia berpikir
dengan posisi begitu Robert tidak mungkin grepe-grepe lagi, tapi dia salah, Robert
malah bergeser sedikit ke samping makin memepetnya, lalu tangannya kini
mendarat di paha depannya.
“Bangsat…tau gini tadi pake celana panjang !” omelnya dalam hati
Melihat korbannya yang tidak bisa berbuat banyak, tangan Robert semakin berani
masuk ke dalam mengelus paha dalamnya hingga menyentuh daerah sensitif Diana
yang tertutup celana dalam. Diana menggigit bibir menahan desahan ketika jari Robert
mengelus bagian tengah kewanitaannya. Marah sekaligus terangsang dirasakannya
saat itu, marah karena pria ini dengan tidak tahu malu meminta jatah lagi,
terangsang karena sensasi aktivitas seksual di tempat umum secara
sembunyi-sembunyi seperti ini yang sebelumnya hanya pernah dia lihat di film.
Matanya menatap tajam pada Robert seolah menyuruhnya berhenti, tapi Robert
tetap berlagak bego seolah tak terjadi apa-apa.
“Sialan kenapa malah terus !” omelnya dalam hati lagi ketika lift ternyata
tidak berhenti di lantai berikutnya, perjalanan ini terasa panjang baginya
karena harus menahan siksa birahi, wajahnya melihat sekeliling dengan hati
was-was berharap tidak ada yang melihat.
Jari-jari itu menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan mengusap bibir
vaginanya sehingga tentu saja dia makin tersiksa, matanya sampai terpejam-pejam
sambil susah payah bertahan agar tidak mengeluarkan suara aneh. Syukurlah di
lantai empat/ lantai terakhir gedung itu, lift membuka, semua keluar termasuk Diana
dan Robert. Diana seharusnya masuk ke kelas, namun dia mengikuti Robert yang
menuju ke sebuah kelas kosong yang mau dibersihkannya, dia mau menegur pria itu
atas tindakannya yang kelewatan itu. Robert bukannya tidak tahu gadis itu
mengikutinya dan dia memang berharap begitu, karenanya dia terus saja berjalan
santai ke tempat tujuannya.
“Kenapa Non, kok ngikutin saya terus, masih kurang emang !” sahut Robert
cengengesan sambil menggulung kabel OHP.
“Heh, Pak saya kan udah bilang yah kalau hubungan kita tuh cuma malem itu aja,
kalau ketemu jaga dong sikap Bapak, ngerti ga sih !” Diana dengan marah
menuding padanya.
“Lho, kan Non katanya puas banget sama Bapak waktu itu, Bapak kan cuma mau
muasin Non lagi, gitu aja kok” Robert dengan santainya meneruskan pekerjaannya
“Ayo dong, Non, Bapak juga seneng banget pelayanan Non jadi pengen lagi nih,
boleh kan ?”
“Pak, saya peringatin yah, jangan udah dikasih hati minta jantung, atau saya
laporin Bapak supaya dipecat !” gertak Diana yang darahnya sudah mendidih.
“Tapi Non seneng kan !” ledeknya “nih buktinya lendir siapa yah ini ?” sambil
menunjukkan dua jarinya yang masih basah bekas mengelus-elus bibir kemaluan
barusan.
“Emmmhhh…enaknya, manis kaya orangnya !” dengan gaya menjijikkan Robert
menjilati menjilati jarinya yang berlumur cairan Diana itu.
Diana memandang jijik tingkah pria itu, lalu membalikkan badan dan keluar dari
ruang itu dengan marah, tadinya dia sudah mau membanting pintu ruang itu, tapi
karena di sekitar situ masih ada orang lain dia mengurungkan niatnya, tangannya
terkepal keras menahan emosi sambil berjalan ke kelasnya. Dia tidak terlalu
konsen mengikuti kuliah hari itu karena masih kesal memikirkan hal yang
barusan, namun tak dapat disangkal kejadian di lift tadi sempat dia nikmati
juga sehingga pikirannya kini agak melayang. Kuliahnya selesai jam setengah
dua. Ketika berjalan di koridor hendak menuju ke lift, sekali lagi dia bertemu Robert
yang berjalan dari arah berlawanan.
“Uh…maaf Non, maaf !” Robert pura-pura meminta maaf saat setelah dengan sengaja
menyerempet Diana.
Selain menyerempet, ternyata Robert juga dengan cekatan menyelipkan kertas
kecil yang berisi catatan ke tangan Diana.
‘Saya tunggu di toilet pria di ujung lantai ini, ada yang perlu kita bicarakan,
sesudah ini saya nggak akan mengganggu Non lagi’ demikian tulisnya.
Diana mendengus kesal dan meremas-remas kertas itu lalu membuangnya. Dia
memutuskan lebih baik menemuinya saja supaya bisa pria itu puas dan tidak
mengganggunya lagi, paling-paling toh yang dimintanya hubungan badan lagi,
berikan saja lah sekali lagi dengan syarat ini yang terakhir kalinya, pikirnya.
Maka dia tidak jadi ke lift turun dan berbalik menuju toilet yang dimaksud.
Letaknya di sudut lantai ini sehingga agak terasing dan jam-jam segini sudah
tidak banyak yang lewat situ. Di depan pintunya sudah terpasang plang ‘MAAF
SEDANG DIBERSIHKAN’ yang telah dipasang Robert. Dengan jantung berdebar-debar Diana
membuka pintu itu, di dalamnya Robert telah menunggu sambil bersandar dari
tembok.
“Aahh, Non dateng juga akhirnya yah !” dia menghampiri Diana yang langsung
membuang muka darinya.
“Cepat Pak, saya mau pulang, ini yang terakhir kalinya yah, kalau sampai Bapak
ganggu saya lagi, awas !” hardik Diana sambil menundingkan jari pada Robert
“Asal tau aja, malam itu tuh Bapak cuma saya anggap mainan tau” katanya dengan
pedas.
“Hehe, ini kan salah Non juga yang bikin Bapak ketagihan sama servisnya,
pokoknya sekarang kalau Bapak minta Non harus siap yah !” kata Robert sambil
cengegesan.
“Jangan ngelunjak yah, Pak, emang Bapak ini siapa hah, dasar gak tau diri !” Diana
makin marah mendengar kata-kata Robert itu, didorongnya tubuh Robert yang baru
mendekapnya.
“Saya punya ini Non, kalau Non ga nurut Bapak bakal orbitkan Non jadi bintang
bokep di kampus ini !” kata Robert sambil mengeluarkan ponselnya, lalu dia
menyetel video yang ternyata berisi rekaman selama tigapuluh detik yang
menampilkan adegan Diana sedang mengemut penisnya.
Kaget bukan main gadis itu melihat dirinya ada dalam rekaman itu, dia tidak
menyadari bahwa dirinya direkam dengan kameraphone ketika sedang oral seks
malam itu tanpa diketahuinya. Dalam rekaman itu jelas sekali wajahnya yang
horny sedang mengulum sebatang penis hitam, kalau saja adegan itu tersebar
terbayang olehnya apa yang terjadi. Walau bukan gadis suci tapi ini menyangkut
reputasi dan privacy, tentu ini sangat merisaukannya.
“Kurang ajar !!! kesiniiin !” Diana menjerit dan berusaha merebut benda itu
dari tangan Robert.
Robert dengan gesit berkelit dan menepis tangan gadis itu, bahkan…plak !
plak ! dua kali tamparan dia daratkan di pipi gadis itu.
“Awww !!” jeritnya memegang pipinya yang nyeri kena tamparan.
Belum sempat mengangkat kepala, Robert sudah mencengkram lehernya dan
memepetnya ke tembok.
“Heh, awas ya kalo teriak, habis lu !” ancamnya “mau rekaman ini nyebar yah !”
“Jangan…tolong, Bapak mau apa sebenernya ?” katanya gemetar.
“Dasar cewek nakal, pelacur kampus, sok jual mahal banget sih padahal udah
kotor juga hah !” kata Robert dekat wajah gadis itu.
“Ampun Pak, saya-saya…” wajahnya mulai memelas karena takut
“Apa hah, saya-saya…heh tau gak yang jadi mainan itu bukan saya, tapi Non tau,
mulai sekarang Non itu udah jadi budak seks saya ngerti !” sambil meremas keras
payudara kanan gadis itu.
“Aduhhh…sakit…iya…iya…lepasin Pak, tolong !” rintihnya kesakitan.
“Baik sekarang denger, kalo Bapak lagi pengen ngentot Non harus apa ?” tanyanya
dengan memelankan nada bicaranya dekat telinga Diana.
“Harus…harus…ngasih” jawabnya gemetar, matanya mulai berkaca-kaca.
“Nah, bagus kalo nggak gimana ?” tanyanya lagi
Diana menggeleng tidak tahu harus menjawab bagaimana, sebutir air mata
menetes di wajahnya yang cantik.
“Hei…kalo ditanya jawab yah !” Robert mengeraskan lagi cengkeramannya pada
payudara gadis malang itu.
“Ahhh…aduhh-duh…ga tau terserah Bapak aja !” rintihnya
“Hehehe…gitu dong baru anak baik, eh bukan, perek baik !” tawa Robert mengejek
Dilepaskannya cengkeraman pada leher Diana, tangannya merayap ke bawah
menyelinap ke balik rok mininya lalu masuk lagi ke celana dalamnya.
“Gini enak kan Non ?” kata Robert meraba-raba kemaluan Diana.
“Enak ga !? Kok malah nangis sih !” Robert mulai kesal dengan sikap Diana yang
tidak bergairah seperti malam itu.
Dengan kasar didorongnya tubuh gadis itu ke dekat wastafel hingga dia menjerit
kecil. Robert meraih tubuhnya dan menarik pinggang rampingnya hingga
menungging, tangan gadis itu bertumpu pada meja wastafel yang di depannya ada
cermin besar itu. Tangan Robert bergerak cepat menyingkap rok itu dan
memeloroti celana dalam pink yang dipakainya hingga selutut. Kini pantat Diana
yang membulat padat itu terpampang jelas di hadapan Robert.
“Pantat yang bagus, bentuknya juga sempurna !” komentar Robert sambil
menepuk-nepuk salah satu pantatnya.
Diana dapat melihat dengan jelas wajah menjijikan pria itu sedang mengagumi
pantatnya melalu pantulan cermin di hadapannya, juga terlihat Robert dengan
terburu-buru membuka celananya sendiri, mengeluarkan senjatanya yang siap
ditembakkan
“Plak…” sebuah tamparan keras pada pantatnya membuatnya kaget dan menjerit.
Disusul sebuah benda tumpul memasuki vaginanya dari belakang, benda itu masuk
dengan agak kasar lalu dihentakkan sehingga membuatnya tak bisa tak mengerang.
Rasa nikmat sekonyong-konyong mulai menjalari tubuhnya. Tubuh Diana
terguncang-guncang karena Robert begitu ganas menggenjotnya dari belakang. Diana
sendiri terus terang juga merasakan nikmatnya, lebih dari malam itu, karena
kali ini lebih kasar dan bernafsu. Tangan Robert menyusuk lewat bawah kaos
hitamnya dan menyingkap sebuah cup branya, disana jari-jari kasar itu
memilin-milin puting susunya. Dengus nafas Diana makin memburu, nampak dari
wajahnya dia akan segera mencapai puncak. Tak lama kemudian, Diana merasa
tubuhnya mengejang tanpa bisa ditahan lagi, cairan kewanitaannya meleleh
membasahi daerah selangkangannya.
Pluk…Robert menarik lepas penisnya dari vagina Diana, lalu dijenggutnya
rambut gadis itu sehingga membuatnya merintih. Diana disuruh berlutut dan
mengulum penisnya yang sudah belepotan cairan vaginanya.
“Ayo Non, servis mulutnya, yang enak yah kaya waktu itu !” perintahnya
Diana yang berpikir biar cepat selesai mulai menjilati penis itu dengan sapuan
lidahnya yang profesional. Kemudian setelah melakukan cleaning service,
digenggamnya batang itu dan diarahkan ke mulutnya. Robert mengerang nikmat
merasakan hisapan-hisapan Diana pada penisnya, gadis ini memang sungguh ahli
menyenangkan pria, gelitikan lidahnya pada kepala penisnya yang bersunat
membuatnya menceracau minta terus dan lebih. Sekitar tiga menitan saja Robert
sudah mengeluarkan maninya di dalam mulut Diana.
“Sedot…iyah gitu…ohhh !” lenguhnya sambil meremas rambut gadis itu.
Seperti malam itu, Diana kembali mempertunjukkan keahliannya mengisap penis
yang klimaks, nampak dia berkonsentrasi menelan setiap tetes sperma yang keluar
agar tidak tersedak atau meluber keluar mulut. Robert memejamkan mata meresapi
klimaksnya, hisapan Diana serasa mengirimnya ke sorga. Diana pun akhirnya
mengeluarkan batang itu dari mulutnya setelah tidak ada lagi cairan yang
keluar. Dia sedikit terbatuk begitu melepas benda itu dari mulutnya.
Setelah gelombang orgasme reda, Robert menaikkan lagi celana panjangnya.
Menyangka telah selesai, Diana juga ikut berdiri dan menaikkan kembali celana
dalamnya yang nyangkut di lutut.
“Hei-hei, siapa yang suruh beres-beres !” sahut Robert
“Lho, udah dong Pak hari ini, kan udah keluar !” protes Diana dengan wajah
cemberut.
‘Plak !’ kembali telapak tangan Robert mendarat di pipinya “Masih berani protes
?!”
“Saya mau keluar dulu sebentar, Non tunggu disini aja, awas ya kabur !”
ancamnya “Aahh…saya tau supaya mastiin Non ga kabur !” seringai licik
terkembang di wajahnya sambil berjalan mendekati Diana yang memegangi pipinya
yang terasa panas.
Dengan setengah paksa Robert mempreteli pakaian Diana satu-persatu hingga di
badannya hanya tersisa sepatu hak, arloji, dan gelang kakinya saja. Kemudian Robert
meninggalkannya di ruang itu dengan membawa serta pakaian dan tas gadis itu.
“Tunggu yah, kecuali kalau emang Non berani keluar dengan kondisi gitu hehehe
!” pesan Robert sebelum keluar.
Tidak ada jalan keluar, Diana menjatuhkan dirinya terduduk di lantai di ujung toilet itu, kedua telapak tangannya menutupi wajah dan menangis terisak-isak. Tidak pernah disangkanya kalau keisengannya malam itu menjerumuskannya sedalam ini, dulu waktu di masih SMA memang dia pernah melakukan hal serupa dengan satpam sekolahnya, tapi si satpam itu tidak punya smartphone yang bisa digunakan untuk memerasnya. Dia lalu mengangkat wajah melihat sekeliling, toilet itu memang bersih, lantai dan dindingnya berlapis marmer dan klosetnya juga masih bagus karena memang ruang ini baru saja direnovasi dua bulan yang lalu. Dia berdiri dan melihat ke cermin bayangan dirinya tanpa busana. Diperhatikannya payudara kanannya nampak agak merah, masih terasa sakit dan nyut-nyutan akibat remasan brutal Robert tadi. Dibukanya kran air untuk mengambil air membersihkan vaginanya yang lengket sisa persetubuhan juga untuk berkumur menghilangkan aroma sperma yang masih terasa di mulutnya. Kemudian dia duduk meringkuk di tempat tadi memeluk dirinya sendiri menahan dinginnya angin dari ventilasi menerpa tubuh polosnya. Benar-benar bingung memikirkan apa yang harus dilakukan saat itu, di ruang itu tidak ada satupun benda yang bisa dipakai menutupi tubuhnya, tidak mungkin dia bisa kabur dengan keadaan polos begitu, dia hanya berharap Robert secepatnya kembali dan melepaskannya.
Tiba-tiba pintu terbuka dan Robert masuk sambil senyum-senyum.
“Mana barang-barang saya Pak, kapan saya boleh pulang ?” tanya Diana melihat Robert
tidak membawa baju yang tadi disitanya.
“Tenang, sabar aja Non, ntar juga Bapak kembaliin kok” kata Robert sambil
menyingkirkan tangan Diana yang menyilang menutupi dadanya “maaf yah nunggu
lama, Non pasti kedinginan yah”
Robert mendekap tubuh Diana dari belakangnya, tangannya memijat-mijat
payudaranya dan tangannya yang lain turun ke bawah mengelusi kemaluannya. Diana
merasa pelukan Robert ditambah sentuhan-sentuhan erotisnya menghangatkan
tubuhnya dan membuatnya lebih nyaman, Robert juga menjulurkan lidahnya menjilat
daun telinganya sehingga nafsu gadis itu mulai naik lagi
“Udah hangat kan Non, enak ?” tanya Robert dekat telinganya yang dijawab gadis
itu dengan mengangguk “Kalau mau lebih hangat Bapak juga udah siapin kok Non,
Oiii…masuk !!”
Seruan itu membuat Diana yang sudah terbuai hingga matanya terpejam terkejut
dan membelalakan matanya karena pintu terbuka lagi dan masuklah beberapa orang
pria, yang satu berpakaian satpam dan empat lainnya berpakaian lusuh dan salah
satunya bertopi pet.
Yang berpakaian satpam itu tidak lain adalah si satpam kampus yang pernah
ikut memperkosa Tessa bersama Robert (eps. 6), sedangkan empat lainnya adalah
tukang-tukang becak yang biasa mangkal di sekitar kampus. Rupanya barusan Robert
keluar untuk mengajak si satpam berbagi kenikmatan, dan kebetulan saat itu dia
sedang main catur dan ngobrol-ngobrol dengan tukang becak yang sedang mangkal,
maka sekalian juga dia ajak mereka sekalian memberi hukuman pada Diana karena
lancang mengatakannya hanya sekedar mainan, ajakan itu langsung disambut
antusias oleh mereka. Mata mereka semua seperti mau copot melihat keindahan
tubuh Diana.
“Wah-wah Ron lu emang pinter milih barang, gua bisa awet muda kalau lu kasih
ginian terus” kata Pak Somad.
“Uhuy, mimpi apa gua semalem bisa dapet yang bagus gini !”
“Gile tuh cewek, cakep banget, mana bodynya seksi gitu, liat tuh jembutnya
lebat gitu !”
“Akhirnya gua bisa juga dapet kesempatan ngentot anak kuliahan nih !”
Mereka begitu kegirangan dan berkomentar macam-macam mendapat kesempatan langka
seperti itu. Diana jadi panik dan tegang membayangkan dirinya akan segera
menjadi bulan-bulanan orang-orang kasar seperti mereka, dia meronta berusaha
melepaskan diri tapi dekapan Robert terlalu kuat mengunci dirinya.
“Pak, apa-apaan ini, lepaskan saya, tolong !” ucapnya panik sambil meronta.
“Hehehe, soalnya saya kasian Non tadi kedinginan, makannya saya bawain mereka
buat ngehangatin Non, sekalian supaya Non tau kalau lain kali berani
macem-macem gini hukumannya !” kata Robert dekat telinganya.
“Jangan…jangan, lepasin saya Pak !” suara Diana makin bergetar melihat kelima
pria itu makin mendekati dan mengerubunginya, beberapa diantaranya mulai
melepas bajunya.
Robert mengangkat kedua tangan Diana ke atas dan memegangi kedua pergelangan
tangannya, dengan begitu dadanya kelihatan makin membusung.
“Toked yang montok, gua suka yang gini, udah padat empuk lagi !” sahut Pak Somad
sambil meremas payudaranya.
Salah seorang tukang becak yang giginya tonggos meraih payudara sebelahnya dan
menghisapinya, si tonggos itu dengan gemas menyentil-nyentilkan lidahnya pada
puting Diana sambil sesekali digigit dengan giginya yang nongol itu. Enam
pasang tangan-tangan kasar itu mulai menggerayangi tubuh mulus gadis itu,
belaian dan remasan dirasakan terutama di dada, paha, dan pantatnya, ada yang
memasukkan jari dan mengorek-ngorek vaginanya, ada yang berjongkok sedang
menjilati pahanya, Robert sendiri dari belakangnya sedang mengerjai daerah
leher dan telinga, rambutnya yang pendek memudahkan Robert menjilati dan
mencupang leher jenjangnya, sapuan lidah Robert pada telinganya sungguh
menggoda libidonya.
Diana memang sempat ketakutan, namun kini dia mulai terangsang karena
daerah-daerah sensitifnya tidak ada yang luput dari jamahan mereka. Bibirnya
mulai terbuka dan membalas lumatan bibir Pak Somad, lidahnya beradu saling
beradu dengan panas dengan si satpam itu. Robert sudah melepaskan pergelangan
tangannya setelah yakin gadis ini sudah takluk dan tidak berontak lagi. Tangan
gadis itu kini sedang memijati penis salah satu tukang becak yang bertubuh
gempal. Selesai berciuman dengan Pak Somad, tukang becak tonggos di sebelahnya
menarik wajahnya dan langsung melumat bibirnya sebelum dia sempat mengambil
udara segar. Tiba-tiba dia merasakan ada basah dan geli di vaginanya, rupanya
di bawah sana ada seorang tukang becak sedang berjongkok dan menjilati
vaginanya. Dia menaikkan pahanya ke pundak tukang becak berumur 40-an itu
sehingga pria itu lebih leluasa menyedot vaginanya.
“Oohhh…!” desahan menggoda terdengar dari mulutnya, matanya terpejam menikmati
setiap jamahan yang mempermainkan hasratnya.
Gangbang, memang bukan pertama kalinya bagi Diana karena dia pernah
merasakannya di pesta-pesta pribadi dengan temannya, namun baru kali ini dia
melakukannya dengan orang-orang kasar dan kelas bawah seperti mereka. Tidak
seperti teman-temannya yang biasa bermain lembut, gaya para tukang becak ini
sangat primitif, mereka seperti binatang lapar yang baru mendapat makanan lezat
sehingga mainnya lumayan kasar, ,misalnya seorang tukang becak yang mengenyot
kuat-kuat dan menggigit putingnya sehingga membuatnya meringis dan meninggalkan
bekas gigitan di kulit putih itu.
Pak Somad menarik pinggang Diana dari belakang hingga menungging lalu mulai
menjejali penisnya ke vaginanya. Disaat yang sama, tukang becak yang bertubuh
gempal itu menyuruhnya mengoral penisnya. Kini posisi Diana sedang disodok dari
belakang sambil menunduk sembilan puluh derajat dan mengulum penis si tukang
becak gempal di depannya, dia memakai tangannya melingkari pinggang lebar pria
itu untuk menyangga tubuhnya.
“Wah, liat nih susu gantung oi, pengen minum dari susu gantung ah !” sahut
seorang tukang becak kerempeng berkumis tipis seraya meraih buah dada Diana
yang bergelayutan lalu mengisapnya dengan gemas, persis seperti anak sapi
menyusu dari induknya.
Setelah sekitar sepuluh menit menyetubuhi Diana, Pak Somad merasa sudah mau
keluar. Dia makin ganas menyodok-nyodokkan penisnya hingga tubuh Diana makin
terguncang, badannya lalu menegang dan sambil mengerang nikmat, dia
berejakulasi di rahim Diana.
“Uuhh…asli uenak, jaminan mutu !” kata Pak Somad terengah-engah “ayo, siapa nih
sekarang !” dia mencabut penisnya dan memberi giliran pada teman-temannya.
Sebelum didului yang lain, tukang becak gemuk yang dioral Diana segera
melepaskan penisnya dari mulut gadis itu lalu mengangkat dan mendudukkannya di
meja wastafel marmer itu.
“Aahh…!” erang Diana saat si gemuk itu menanamkan penisnya yang tidak
terlalu besar namun diameternya lebar.
Si tukang becak itu mulai mengocok vagina Diana sambil berdiri. Gadis itu
merem-melek merasakan tusukan-tusukan keras pada vaginanya serta tangan-tangan
yang menggerayangi tubuhnya. Akhirnya dia tidak tahan lagi, tubuhnya mengejang
menandakan klimaks sambil mengeluarkan desahan panjang. Si tukang becak gemuk
juga menyusul tak lama kemudian, pria itu menggeram dan menekan penisnya lebih
dalam ke vagina Diana, spermanya menyembur di dalam sampai meluap keluar
membasahi tepi meja wastafel yang diduduki gadis itu. Ketika sedang menikmati
orgasmenya, tiba-tiba seseorang maju mengambil giliran berikutnya, orang itu
adalah si tukang becak tonggos, dia sudah nafsu sekali karena mendengar desahan
gadis itu dan menonton goyangannya.
“Turunin aja ke lantai Mat, biar bisa bareng-bareng makenya !” sahut salah
seorang dari mereka.
Si tonggos yang mereka panggil Mat itu pun lalu selonjoran di lantai, diaturnya
tubuh Diana yang masih agak lemas menduduki penisnya. Dia memegang batang
penisnya agar terarah ke liang vagina Diana dan dia bimbing gadis itu
menurunkan tubuhnya hingga penisnya amblas dalam vaginanya.
“Ah, enak Non, hangat dan seret biar udah ga perawan” katanya menikmati
penisnya tertelan vagina Diana.
Si tonggos itu memulai dulu dengan menyentakkan pinggulnya ke atas sehingga Diana
tidak tidak bisa tak mendesah.
“Ayo Non, ngebornya dong !” perintahnya.
Diana mulai menaik-turunkan tubuhnya di atas penis si tonggos, sesekali dia
melakukan gerakan memutar sehingga batangan itu mengaduk vaginanya, payudaranya
juga ikut bergoyang-goyang seirama goyangannya. Pria lainnya juga berdiri
mengelilingi dirinya, ukuran penis mereka yang besar-besar dan hitam itu sempat
membuatnya terpana. Penis-penis itu mengacung padanya menanti dikocok, dielus
dan dioral. Walaupun situasinya tidak menguntungkan tapi terus terang dia juga
merasakan sensasi yang lain dari biasanya, disini dia bisa mengekspresikan
hasrat terliar dalam dirinya. Tanpa malu-malu lagi, dia menggenggam penis salah
seorang tukang becak berumur tigapuluhan yang cukup panjang, dijilatinya penis
itu pada kepalanya sehingga pemiliknya blingsatan, tangan satunya juga meraih
penis lain dan mengocoknya perlahan
“Wahh…gila jilatannya kaya surga !” komentar pria yang sedang dijilati kepala
penisnya itu.
“Kocokannya juga sip, jari-jarinya halus gini, hoki banget bisa main sama anak
kuliahan nih” timpal yang satunya yang kerempeng dan berusia setengah baya itu.
Selama lima menitan dia melayani penis-penis yang ditodongkan padanya secara
bergantian dengan mulut dan tangannya, dua orang diantaranya memuntahkan isi
senjatanya karena sudah tidak tahan, yang satu muncrat di dalam mulutnya namun
meluber keluar karena sempat tersedak, orang yang lainnya menyemprot dalam
kocokan tangannya sehingga cairan itu membasahi pipi kanan dan lehernya.
“Oi-oi gua bosen ngerasain tangannya aja, tuh kan lubang satunya masih
nganggur, permisi dong !” sahut si tukang becak yang bertopi pet.
Kemudian dia meminta Diana berhenti sejenak dan dinaikkannya sedikit pantatnya
agar bisa menyerang secara anal.
“Pelan-pelan Pak, saya takut !” kata Diana yang agak tegang waktu pria itu akan
menganalnya.
“Sabar Non, tahan dikit, ntar kesananya enak kok !” kata pria itu sambil
menekan penisnya ke anus Diana.
Rintihan terdengar dari mulutnya saat proses penetrasi, akhirnya masuk juga
berkat bantuan cairan kewanitaan dan ludahnya. Kedua pria itu mulai
menggenjotnya lagi, desahan Diana makin menjadi karena dua lubangnya digarap
dalam waktu bersamaan. Dari bawahnya si tonggos juga mempermainkan payudaranya
sambil menikmati enaknya pijatan vaginanya.
Tiba-tiba seseorang menjambak rambutnya dan dengan setengah paksa menjejali
mulutnya dengan penis, Diana menggerakkan bola matanya ke atas dan melihat
orang itu adalah Robert.
“Hehehe…asyik kan Non main keroyokan kaya gini !” ejeknya sambil menggerakkan
pinggulnya menyetubuhi mulut gadis itu.
Tubuh Diana makin basah bukan hanya karena keringatnya sendiri tapi juga
keringat para pria yang menggumulinya ditambah ludah dan sperma.
“Eemmhh…mmm…nggg !” suara erangan Diana tertahan oleh penis Robert sementara
tubuhnya menggeliat-geliat merasakan sodokan-sodokan kedua penis pada dua
lubang bawahnya.
Si tonggos makin ganas meremasi payudaranya karena sudah diambang klimaks.
“Uhh…uuhh…!” desahnya merasakan penisnya makin berdenyut-denyut di antara
jepitan vagina Diana “Uaahh…asiikk !” desahnya lebih panjang sambil
menyentakkan pinggulnya ke atas dan menyemburkan spermanya dalam rahim gadis
itu.
Si tonggos mencabut penisnya dan menyusup keluar lewat bawah. Di selangkangan Diana
nampak berlelehan cairan putih susu yang sudah memenuhi vaginanya. Sementara si
tukang becak bertopi juga menyusul tiga menit kemudian, sempitnya dubur Diana
yang jarang dipakai anal mempercepat klimaksnya. Pria itu mencabut penisnya dan
menyemprotkan isinya membasahi pantat gadis itu.
Demikian selanjutnya keenam pria itu bergiliran menggarap Diana selama lebih
dari sejam. Mereka berpesta-pora dengan tubuh mulus gadis itu yang mereka
anggap ‘berkah’ yang tidak mudah didapat, sehingga harus dinikmati
sepuas-puasnya. Diana sendiri dengan pasrah melayani nafsu bejat mereka, bahkan
bisa dibilang menikmatinya, berkali-kali pula gelombang orgasme melandanya.
Ketika dia sudah hampir pingsan kelelahan, Robert mengambil ember berisi air
dari salah satu toilet disitu dan menyiramkan padanya. Air dingin itulah yang
memberinya sedikit kesegaran dan mengembalikan kesadarannya sekaligus
membersihkan tubuhnya yang sudah lengket-lengket. Mereka kembali menggarapnya
selama beberapa saat ke depan lagi, setelah semuanya kenyang dengan santapan
birahi, satu-persatu dari mereka mulai meninggalkannya terbaring bugil dengan
tubuh basah kuyup di lantai marmer. Robert kembali tak lama kemudian membawa
pakaian dan barang-barangnya. Dia lemparkan selembar handuk lusuh padanya.
“Nih, lap badan sana, pulang istirahat, lain kali kalo diajak nurut yah kalau
ga mau dikerjain rame-rame kaya tadi hehehe !” kata Robert sambil tertawa sinis
“Jangan lupa matiin lampu yah kalau mau pergi, Bapak pergi dulu mau beresin
kerjaan di bawah !” ingatnya sebelum keluar dari ruang itu.
Setelah mengumpulkan cukup tenaga, Diana berusaha bangkit walau rasa perih dan
pegal masih mendera tubuhnya. Dia lalu membersihkan noda-noda sperma yang
menyiprat di tubuhnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang diberikan Robert.
Setelah membenahi diri dan mengenakan kembali pakaiannya, diapun bergegas
keluar dari tempat itu. Hari sudah sore saat itu dan jam sudah menunjukkan jam
lima kurang duapuluh menit. Dengan langkah tertatih-tatih dia berjalan
menyusuri koridor yang sudah sepi itu menuju ke lift. ‘Ting !’ lift tiba dan
membuka pintunya, ternyata di dalamnya sudah ada dua orang, satu berpakaian
satpam dan satunya berpakaian tidak terlalu rapi dengan handuk kecil tergantung
di lehernya.
“Ah, kita belum terlambat ternyata, ini kan orangnya Cep ?” tanya pria yang
lehernya berhanduk itu pada satpam bernama Encep itu.
“Iya, iya pasti ga salah lagi kata si Somad juga rambut pendek, ga terlalu
tinggi” jawabnya pada temannya.
Sebelum menyadarinya, tiba-tiba mereka menarik paksa gadis itu ke dalam lift,
setelah pintu lift menutup si satpam memencet tombol stop hingga lift itu
berhenti. Di dalam lift, Diana kembali ditelanjangi dan dipaksa melayani nafsu
bejat kedua orang yang adalah satpam yang menggantikan Pak Somad berjaga selama
mengerjainya tadi, sedangkan satunya adalah tukang becak yang disuruh menjaga
becak rekan-rekannya yang baru selesai berpesta. Diana sudah terlalu lelah
untuk melawan, dia terpaksa pasrah saja melayani mereka dan memberikan
pelayanannya yang terbaik agar mereka cepat puas dan dirinya segera bebas.
Hari itu Diana diperkosa total oleh delapan orang, satu pengalaman tergila sepanjang kehidupan seksnya. Sampai di rumah dia langsung merendam tubuhnya di bathtub, kepenatan tubuhnya berangsur-angsur reda, air hangat memberi kenyamanan baginya setelah seharian penuh digilir oleh delapan pria secara brutal. Sebutir air mata menetes dari pinggir matanya yang indah sebagai ekspresi dari perasaan campur aduk yang dialaminya. Siang tadi barulah awal petualangannya menjadi budak seks Robert, si penjaga kampus bejat yang masih akan berlanjut, nampaknya dia harus membiasakan diri menikmati kehidupan barunya itu.

Comments
Post a Comment