Bersama Pak RT
Yang sering hadir dalam khayalan seksualku jika suami sedang dinas luar kota justru Pak Abdul, Pak RT di kampungku itu seorang duda keturunan arab+papua seperti Mamat alkatiri (komika). Walaupun usianya sudah 50 tahun lebih, kalau membayangkan Pak Abdul ini, aku bisa cepat meraih orgasmeku. Aku nggak tahu kenapa. Tetapi memang aku akui, selama ini aku selalu membayangkan kemaluan lelaki yang gede sekali. Nafsuku langsung melonjak kalau khayalanku sampai ke sana. Dari tampilan tubuhnya yang tegap, dan berisi walaupun sudah berumur, aku bayangkan kontol Pak Abdul pastilah kekar dan kokoh. Gede, panjang dan pasti tegar dilingkari dengan urat-urat di sekeliling batangnya tentu hitam. Ooohh… betapa nikmatnya dientot kontol macam itu…kebanyakan nonton Bokep BBC kali ya
Di daerahku itu, di antara ibu-ibu rumah tangga, aku merasa akulah yang paling Muda. Dengan usiaku yang 28 tahun, tinggi 155 cm dan berat 45 kg, orang-orang bilang tubuhku sintal sekali. Mereka bilang aku seperti Sarah Ashari, selebrity cantik yang binal adik dari Ayu Ashari bintang sinetron. Apalagi kalau aku sedang memakai celana jeans dengan blus tipis yang membuat buah dadaku yang 34B ini membayang. Hatiku selangit mendengar pujian mereka ini…
Pada suatu ketika, tetangga kami
punya hajatan. Biasa, kalau ada tetangga yang punya kerepotan, kami seRT
rame-rame membantu. Apa saja, ada yang di dapur, ada yang mengurus pelaminan,
ada yang membuat hiasan atau menata makanan dan sebagainya. Aku biasanya selalu
kebagian membuat pelaminan. Mereka tahu aku cukup berbakat untuk membuat
dekorasi pelaminan itu. Mereka selalu puas dengan hasil karyaku padahal mah
biasa aja.
Aku menggunakan bahan-bahan dekorasi yang biasanya aku beli di Pasar Bringharjo.
Pagi itu ada beberapa bahan yang aku butuhkan belum tersedia. Di tengah banyak
orang yang pada sibuk macam-macam itu, aku bilang pada bu Surti, yang punya
hajatan, untuk membeli kekurangan itu.
“Kebetulan Bu Puspa, tuh Pak Abdul mau ke Pasar, mbonceng saja sama dia…” Bu Kasno memberitahuku sambil menunjuk Pak Abdul yang tampak paling sibuk-dan paling macho di antara bapak-bapak yang lain.
“Emangnya Pak Abdul mau cari apaan?”
dengan dag-dig-dug aku bertanya.
“Ini, mau ke tukang tenda, milih bentuk tenda yang mau dipasang nanti sore.
Sama sekalian sound systemnya…” Pak Abdul menjawab tanpa menengok ke arahku.
“Iya deh… aku pulang bentar ya Pak Abdul.”
Percakapan kami berjalan seperti air mengalir tanpa menjadikan perhatian pada
orang-orang sibuk bekerja disitu.
Sekitar 10 menit kemudian, dengan legging hitam, yang menyetak lekuk bokong dan
bagian bawahku, dipadu dengan blus kesukaanku, aku sudah duduk di bangku depan,
mendampingi Pak Abdul yang mengemudi Kijangnya. Udara AC di mobil Pak Abdul
terasa sangat nyaman sesudah sepagi itu diterpa panasnya udara Yogyakarta.
Pelan-pelan terdengar alunan dangdut dari radio yang terdapat di mobil itu.
Saat itu aku jadi ingat kebiasaanku mengkhayal. Dan sekarang ini aku berada
dalam mobil hanya berdua dengan Pak Abdul yang sering hadir sebagai obyek
khayalanku dalam hubungan seksual. Tak bisa kutahan, mataku melirik ke arah
selangkangan di bawah kemudi mobilnya. Dia pakai celana drill coklat muda. Aku
lihat di arah pandanganku itu tampak menggunung. Aku nggak tahu apakah yang
menggunung itu? Tetapi khayalanku membayangkan itu mungkin kontolnya yang gede
dan panjang.
Saat aku menelan ludahku
membayangkan apa yang ada di balik celana itu, tiba-tiba tangan Pak Abdul tiba
dan menepuk pahaku.
“Dik Puspa mau beli apaan Di Bringharjo?” sambil dia sertai pertanyaan ini
dengan nada kebapakan. Dan aku bener-bener kaget, lho! Aku nggak pernah
membayangkan Pak RT ini kalau bertanya sambil meraba yang ditanya.
“Kertas emas sama hiasan dinding,
Pak.“. walaupun jantungku langsung berdegup kencang dan nafasku terasa sesak
memburu, aku masih berusaha menganggap tindakan Pak Abdul di pahaku ini adalah
hal yang wajar. Tetapi rupanya Pak Abdul nggak berniat mengangkat lagi
tangannya dari pahaku yang hanya ditutupi legging hitam tipis, bahkan ketika
dia jawab balik,
“Ooo, yyaa.. aku tahu tempatnya…” tangannya kembali menepuk-nepuk dan mulai
diraba-rabakannya pada pahaku, seakan sentuhan seorang bapak yang melindungi
anaknya. Ooouuiihh.. aku merasakan kegelian yang sangat karena tidak ada lagi
kain selain legging tipisku, aku langsung merasakan desakan erotik, mengingat
dia selalu menjadi obyek khayalan seksualku. Dan saat Pak Abdul merabakan
tangannya lebih ke atas, menuju pangkal pahaku, reaksi spontanku adalah
menurunkannya kembali ke bawah. Dia ulangi lagi, dan aku kembali menurunkan.
Dia ulangi lagi, dan aku kembali menurunkan. Anehnya aku hanya menurunkannya,
bukan menepisnya. Yang aku rasakan, aku ingin tangan kekar itu memang tidak
diangkat dari pahaku. Hanya aku masih belum siap untuk kemungkinan yang lebih
jauh. Nafasku yang langsung tersengal dan jantungku yang berdegap-degup kencang
belum siap menghadapi kemungkinan yang lebih menjurus.
Pak Abdul mengalah. Tetapi bukan mengalah seperti dugaanku semula. Dia tidak lagi memaksakan tangannya untuk menggapai ke pangkal pahaku, tetapi dia rubah gerakannya. Tangan itu kini mulai meremas-remas pahaku. Gelombang nikmat erotik langsung menyergapku. Aku mendesah tertahan. Aku menjadi lemas, tak punya daya apa-apa kecuali membiarkan tangan Pak Abdul meremas pahaku. “Dik Puspaa…” dia berbisik sambil menengok ke arahku.
Tiba-tiba di depan melintas motor metik memotong jalan. Pak Abdul sedikit kaget. Otomatis tangannya melepas pahaku, meraih presnelling dan melepas injakan gas. Mobil ini seperti terangguk. Sedikit badanku terdorong ke depan. Selepas itu tangan Pak Abdul dikonsentrasikan pada kemudi. Jalanan ke arah Pasar yang lewat malioboro macet membuat pengemudi harus sering memindah presnelling, mengerem, menginjak gas dan mengatur kopling. Aku senderkan tubuhku ke jok. Aku nggak banyak ngomong. Aku ingin tangan Pak Abdul itu kembali ke pahaku. Kembali meremas-remas. Dan seandainya tangan itu merangkak ke pangkal pahaku akan kubiarkan. Aku kini disesaki oleh syahwat birahi yang menggelora. Mataku kututup untuk bisa lebih menikmati apa yang barusan terjadi dan membiarkan pikiranku mengkhayal jauh ke awan.
Apa yang kuinginkan pun benar terjadi. Sesudah jalanan agak lancar, tangan Pak Abdul kembali ke pahaku. Aku mendiamkannya. Aku merasakan kenikmatan yang tadi, datang kembali. Jantungku pun seketika berdegup kencang, terpacu oleh birahiku. Dan nafasku tiba-tiba saja menjadi sesak, dipenuhi rangsangan birahi akibat remasan liar di pahaku itu. Merasakan lampu hijau dariku, langsung saja tangan Pak Abdul meremas-remas pahaku. Dan tangan yang nakal itu mulai merayap naik ke pangkal pahaku. Kucoba untuk menahan tangannya. Eeeii… malahan tanganku ditangkapnya dan diremas-remasnya. Dan aku pun pasrah. Aku merespon remasannya. Rasanya nikmat untuk menyerah pada kemauan Pak Abdul. Aku hanya menutup mata dengan tetap bersender di jok sambil remasan di tangan dan di paha terus berlangsung.
Sesekali aku menyeletuk, “Entar
dilihat orang lho Pak” kucoba mengingatkannya.
“Ah, nggaakk mungkin, kaca mobilnya khan gelap. Orang nggak bisa melihat ke
dalam” timpalnya. Aku percaya apa yang dia katakan. Sesudah beberapa saat
saling meremas tangan dan paha, rupanya desakan birahi pada Pak Abdul juga
menggelora.
“Dik Puspa.. kita jalan-jalan dulu mau nggak?” dia bertanya dengan berbisik.
“Ke mana Pak..?” pertanyaanku yang disertai harapan dan impianku.
“Ada deh.. Pokoknya Dik Puspa mau khan…?” tanyanya lagi.
“Terserah Pak Abdul… Tapinya entar ditungguin orang-orang… entar orang-orang
curiga lho” sahutku.
“Iyaa, jangan khawatirr… paling lama sejamlah…” tandas Pak Abdul sambil
mengarahkan kemudinya ke tepi kanan mencari arah belokan. Aku nggak ingin
bertanya padanya “Mau ngapain sejam?”
Persis didaerah lempuyangan
seharusnya kita lurus, Pak Abdul membalikkan mobilnya keutara menuju ke arah Kaliurang.
Ah… Pak Abdul, pasti sudah biasa dengan hal begini. Mungkin sama perempuan atau
istri orang lainnya. Aku tetap bersandar di jok sambil menutup mataku pura-pura
tiduran. Dengan penuh gelora dan degupan kencang jantungku, aku berusaha
menghadapi kenyataan bahwa beberapa saat lagi, mungkin hanya dalam hitungan
menit, aku akan mengalami saat-saat yang sangat menggetarkan. Saat-saat indah
dan nikmat seperti yang sering aku khayalkan. Aku nggak bisa lagi berpikir
jernih. Edan juga aku ini, kenapa demikian mudah aku menerima ajakan selingkuh
Pak Abdul ini.
Yang aku rasakan sekarang ini hanyalah aku merasa aman dekat dengan Pak Abdul.
Pasti dia akan menjagaku dan melindungiku. Pasti dia akan memperlakukanku
dengan halus, mesra, dan lembut. Bagaimana pun dia adalah Pak RT kami yang
selama ini selalu mengayomi dan melindungi warganya. Pasti dia nggak akan
merusak citranya sendiri dengan perbuatan yang dapat membuat aku sakit atau
terluka. Dan rasanya aku ingin sekali bisa melayani dia yang selama ini selalu
menjadi obyek khayalan seksualku. Biarlah dia bertindak sesuatu padaku
sepuasnya. Dan aku penasaran, bagaimana caranya memuaskanku, apakah sama dengan
yang selama ini ada dalam khayalanku? Aku pun menjadi gemetar. Tangan-tanganku
gemetar. Lututku gemetar. Kepalaku terasa panas. Darah akibat desakan birahi
yang naik ke ke kepalaku membuat wajahku bengap. Dan semakin mobil mendekat ke
tujuannya, semakin yakin diriku, dan aku tidak mungkin mecabut persetujuanku
atas ajakan “jalan-jalan dulu” Pak Abdul ini.
Tiba-tiba mobil terasa membelok ke
sebuah tempat. Ketika aku membuka mata, aku lihat halaman yang asri penuh
pepohonan. Di depan mobil tampak seorang petugas berlarian menuntun Pak Abdul
menuju ke sebuah garasi yang terbuka. Dia acungkan tangannya agar Pak Abdul
langsung memasuki garasi berpintu rolling door itu, yang langsung ditutupnya
ketika mobil telah yakun berada di dalam garasi itu dengan benar. Sedikit
gelap. Ada cahaya kecil di depan. Ternyata lampu di atas sebuah pintu yang
tertutup. Woo… aku agak panik sesaat. Tak ada jalan untuk mundur. Kemudian
kudengar Pak Abdul mematikan mesin mobilnya.
“Nyampai Dik Puspa…” kata Pak Abdul sambil menatapku dengan tersenyum mesra.
“Di mana ini Pak ..?” terus terang aku nggak tahu di mana tempat ini. Tempat Pak Abdul membawa aku ini. Tetapi aku yakin inilah jenis “motel” yang sering aku dengar dari teman-teman dalam obrolan-obrolan di setiap acara arisan yang diselenggarakan ibu-ibu sosialita. Pak Abdul tidak menjawab pertanyaanku, tangannya langsung menyeberang melewati pinggulku untuk meraih setelan jok tempat dudukku. Jok itu langsung bergerak ke bawah dengan aku tergolek di atasnya. Dan yang kurasakan berikutnya adalah bibir Pak Abdul yang langsung mencium mulutku dan melumat. Uh..uh..uh.. Aku tergagap sesaat.. sebelum akhirnya aku membalas lumatannya. Kami saling melepas birahi dan menjadi lepas kontrol. Aku merasakan lidahnya yang kasar menyeruak ke rongga mulutku. Dan reflekku adalah menghisapnya. Lidah itu menari-nari di rongga mulutku. Aroma keringat Pak Abdul langsung menyergap hidungku. Beginilah rasanya aroma lelaki macam Pak Abdul ini. Aroma tubuh Pak RT yang telah berusia 50 tahun lebih tetapi tetap memancarkan nuansa kelelakian yang selama ini selalu menyertai khayalanku saat bermasturbasi. Aroma hewaniah yang bisa langsung menggebrak libidoku, sehingga nafsu birahiku lepas dengan liarnya saat ini…
Sambil melumat, tangan-tangan kekar
Pak Abdul juga turut merambah tubuhku. Jari-jemarinya berusaha melepaskan
kancing-kancing blusku. Kemudian kurasakan remasan jari-jemari kasar pada buah
dadaku. Uuiihh… nikmatnya tak tertahankan. Aku menggelinjang-gelinjang.
Menggeliat-geliat keenakan sehingga pantatku turut naik-turun dari jok yang aku
duduki disebabkan oleh gelinjang nikmat yang dahsyat ini. Sekali lagi aku
merasa edaann… aku digeluti Pak RTku sendiri.
Bibir Pak Abdul terus melumatku, dan aku menyambutnya dengan sepenuh kerelaan
hati. Akulah yang sesungguhnya menantikan kesempatan semacam ini dalam setiap
khayalan-khayalan erotikku. Ohh.. Pak Abdul.. Tolongin akuu Pake akuu.. Puaskanlah
akuuu.. Paak.. Puaskaann dirikuu… jilati tetekku… leherku… perutku… pantatku…
memekku… pahaku… semuanya… semua ini untukmu Paak… Aku hauss… Paak… Tulungi
akuu Paakk…
“Kita turun dulu yuk Dik Puspa… kita
masuk dulu…” ajak Pak Abdul. Dia menghentikan lumatannya, lalu bergegas membuka
pintu mobilnya. Begitu masuk ke dalam motel, kami berdua langsung diterpa udara
dingin khas AC. Motel ini ternyata bagus juga. Selain berpendingin udara, ada smart
tv, juga cermin besar dekat tempat tidur. Tempat tidurnya pun besar, ukuran king
size. Di dekatnya ada meja pendek dengan tiga buah kursi di sekelilingnya.
Begitu masuk kudengar telepon berdering dari meja itu. Rupanya dari bagian
resepsionis motel itu. Pak Abdul menawarkan makanan atau minuman apa yang aku
inginkan? yang bisa diantar oleh petugas motel itu ke dalam kamar. Aku
menyerahkannya ke Pak Abdul saja. Aku sendiri buru-buru ke kamar kecil yang
tersedia. Aku kebelet ingin kencing.
Saat kembali ke peraduan kulihat Pak Abdul sudah telentang di ranjang sambal menonto
televisi. Agak malu-malu aku keluar dari kamar kecil ini, apalagi setelah
melihat sosok tubuh Pak Abdul itu. Dia menatapku dari ekor matanya, kemudian
memanggil,
“Sini Dik Puspa… Sini Sayang…” Uh… uh… uh… Omongan seperti itu.. masuk ke
telingaku pada saat-saat begini… aku merasakan betapa panggilan itu sangat
merangsang syaraf-syaraf libidoku. Aku, istri yang sama sekali belum pernah
disentuh lelaki lain kecuali mantan suamiku, hari ini dengan edannya berada di
kamar motel dengan seseorang, Pak Abdul, Pak RT rumahku, yang jauh lebih tua
dari suamiku, bahkan hampir 2 kali usiaku sendiri dan seumuran dengan ayahku.
Dan panggilannya… “Sini Dik Puspa…”
itu terdengar sangat erotis di telingaku.
Uuh uh… uh… Kenapa begitu dahsyat birahi yang melandaku kini. Uhh… aku nggak
mampu menjawab semuanya kecuali rasa pasrah yang menjalar… tanpa ragu aku
mendekat ke arah Pak Abdul, yang disambut senyuman mesra oleh lelaki berkumis
itu. Dan saat aku rubuh ke ranjang itu, serta-merta Pak Abdul menjemputku
dengan dekapan dan rengkuhan di dadanya, aku sudah benar-benar tenggelam dalam
pesona dahsyatnya seorang yang berselingkuh dengan pak RT ku sendiri, dan tidak
sabar menunggu momen-momen berikutnya. Momen yang pasti akan memenuhi khayalan
seksualku. Kerinduan akan kenikmatan dan kepuasan seksual, yang belum pernah
dirasakan penyeleweng pemula seperti aku ini.
“Dik Puspa.. Aku sudah lama menginginkan
Dik Puspa ini… Setiap kali aku lihat gambar bintang film Sarah Ashari yang
sangat mirip Dik Puspa.. Hatiku selalu terbakar.. Kapan kiranya aku bisa
merangkuli Dik Puspa macam ini..” terdengar pujian Pak Abdul sambil menatapku
dengan mesra. Bukan main ucapan Pak Abdul. Telingaku seperti tersiram air sejuk
pegunungan. Berbunga-bunga mendengar pujian seindah itu. Dan semakin membuatku
rela untuk digeluti Pak Abdul yang gagah ini. Pak Abdul.. Kekasihkuu.. Dia
segera berbalik dan menindih tubuhku.
Dia langsung melahap mulutku yang seketika gelagapan, kesulitan bernafas. Dia
masukkan tangannya kembali ke blusku. Dirangkulinya tubuhku, ditekankannya
bibir seksinya lebih menekan lagi ke bibirku. Disedotnya lidahku. Disedotnya
sekaligus ludahku. Sepertinya aku ingin dijadikan minumannya. Dan sungguh aku
menikmati kegilaannya ini. Kemudian tangannya dia alihkan, meremas-remas kedua susuku.
Hanya sebentar dia melakukannya. Gantian bibirnya yang menjemput susuku dan
puting-putingnya. Dia jilat, hisap-hisap, dan sedot-sedot. Habis-habisan. Dan
akibatnya, yang datang padaku adalah gelinjang nikmat dari saraf-saraf birahiku
yang meronta-ronta. Aku nggak mampu menahan gelinjang ini, diiringi dengan
rintihan yang terus-menerus keluar dari mulutku, “Pak.. Pak.. Pak.. Ampuuun
nikmattnya Pak…”
Tangannya yang lepas dari susuku
turun untuk meraih leggingku. Dilepaskannya celanaku. Jari-jemarinya yang besar
dan kasar itu mendorongnya hingga celanaku merosot ke paha. Kemudian tangan itu
merogoh gstringku. Aaaiiuuhh… tak terperikan kenikmatan yang mendatangiku. Aku
tak mampu menahan getaran jiwa dan ragaku, yang melayang ke langit-langit
kenikmatan tak terhingga. Saat jari-jemari itu meraba-raba bibir kemaluanku dan
kemudian meremas-remas kelentitku.. aku pun melayang tambah tinggi ke ruang
angkasa seksual tak bertepi. Kenikmatan.. sepuluh kenikmatan.. ah.. jutaan
kenikmatan Pak Abdul berikan padaku lewat jari-jemari kasarnya itu.
Jari-jemari itu juga berusaha merambahi lubang vaginaku. Aku rasakan
ujungnya-ujungnya bermain di bibir lubang itu. Cairan birahiku yang sudah
menjalar sejak tadi dia toreh-toreh sebagai pelumas untuk memudahkan
jari-jemarinya menembus ke lubang itu. Dengan bibir yang terus melumati susuku
dan jari-jemarinya yang terus dimainkan di bibir lubang vaginaku.. Ohh.. kenapa
aku ini.. Ooohh…
Pak Abdul terus menggumuli tubuhku.
Blusku yang sudah berantakan memudahkan dia merambah ketiakku. Dia jilat dan
sedot-sedot ketiakku. Dia tampak sekali menikmati rintihan nikmat yang terus
keluar dari mulutku. Dia tampaknya ingin memberikan sesuatu yang nggak pernah
aku dapatkan dari suami. Sementara jari-jemarinya terus menembus lubang
vaginaku. Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf birahi dia kutak-katik,
sehingga aku hampir pingsan dilanda badai kenikmatan. Dan tak terbendung lagi,
cairan birahiku pun mengalir dengan derasnya.
Yang semula satu jari, dua jari, kini disusul dengan jari lainnya. Kenikmatan
yang aku terima pun bertambah. Pak Abdul tahu persis titik-titik kelemahan
erotis kaum perempuan. Jari-jemarinya mengarah pada G-spotku. Dan tak ayal
lagi, hanya dengan jilatan di ketiak dan telusuran jari-jemari kasarnya di
lubang vaginaku, aku tergiring sampai ke titik di mana aku nggak mampu lagi
membendungnya. Untuk pertama kalinya disentuh oleh lelaki, lelaki yang bukan
suamiku pula, Pak Abdul berhasil membuatku orgasme.
Saat orgasme itu datang, kupeluk
erat-erat tubuh Pak Abdul. Kepalanya kuraih dan kuremas-remas rambutnya.
Kuhujamkan kukuku ke punggungnya. Aku nggak lagi memperhitungkan akan luka dan
rasa sakit yang mungkin ditanggung Pak Abdul. Pahaku menjepit erat tangannya,
sementara pantatku mengangkat-angkat, tak sabar menginginkan rambahan
jari-jemarinya agar lebih dalam menembus ke lubang vaginaku. Lubang milikku
yang sedang menanggung kegatalan birahi yang amat dahsyat. Tingkahku itu, terus
menerus diiringi rintihan nikmat dari mulutku.
Dan saat orgasme itu datang, aku berteriak histeris. Tangan-tanganku menjambret
apa saja yang bisa kuraih. Bantalan ranjang itu teraduk. Selimut tempat tidur
itu terangkat lepas dan terlempar ke lantai. Kakiku mengejang menahan kedutan
vaginaku yang memuntahkan spermaku. “Sperma” perempuan yang berupa
cairan-cairan bening, keluar menderas dari kemaluanku. Keringatku yang mengucur
deras mengalir ke mata, pipi, dan ke bibirku. Kusibakkan rambutku untuk
mengurangi gerahnya tubuhku dalam kamar berAC ini.
Saat kenikmatan itu telah reda,
kurasakan tangan Pak Abdul sedang mengusap-usap rambutku yang basah sambil
meniup-niupnya dengan penuh kasih sayang. Uh.. uh.. uh.. dia benar-benar
mengayomi aku. Dia mengelus-elus dahiku, dia sisiri rambutku dengan jari-jemarinya.
Hawa dingin terasa kembali merasuki kepalaku. Dan akhirnya tubuhku mulai
merasakan kembali sejuknya AC di kamar motel itu.
“Dik Puspa, Dik Puspa hebat sekali yaahh.. Keluarnyaahhh… Istirahat dulu
yaa..?! Saya ambilkan minum dulu yaahh..” tawar Pak Abdul dengan suara yang
menimbulkan perasaan yang teduh. Aku nggak kuasa menjawabnya. Nafasku masih
tersengal-sengal. Aku nggak pernah menduga bahwa aku akan mendapatkan
kenikmatan sehebat ini. Kamar motel ini telah menyaksikan bagaimana aku mendapatkan
kenikmatan yang pertama kalinya, saat aku menyeleweng dengan tetanggaku
sendiri, untuk digauli dan digumuli oleh Pak Abdul.
Sementara saat aku masih terlena di
ranjang, menarik nafas panjang sesudah orgasmeku tadi, Pak Abdul terus menciumi
bibirku. Dia sodorkan hidungnya ke perutku. Bahkan lidah dan bibirnya
bergantian menjilat dan menyedot keringatku. Tangannya tak henti-hentinya
meraba-raba selangkanganku dengan gerakan lembut. Aku terdiam. Aku perlu
mengembalikan staminaku. Mataku memandangi langit-langit kamar motel itu.
“Dik Puspa capek ya?” bisikan lembut Pak Abdul menyadarkanku dari lamunan.
“Nggak Pak. Lagi istirahat saja.. Tadi koq nikmat sekali yaa.. aku sudah
nyerah, padahal baru pemanasan saja.. Pak.. Pak Abdul juga hebat lhoo.. Baru di
kutak-katik saja aku sudah kelabakkan.. apalagi aku dientot… Hi.. hi.. hi..”
aku berusaha menunjukkan pada Pak Abdul betapa berterima kasihnya diriku
setelah digumulinya tadi. Aku ingin membesarkan hati Pak Abdul yang telah
memberikan kepuasan tak terhingga ini.
Rupanya Pak Abdul hanya ingin tahu bahwa aku nggak tertidur. Mendengar jawabanku tadi dengan penuh semangat dia turun dari ranjang. Dia ambilkan minuman yang entah kapan sudah tersedia di meja. Dia angsurkan minuman itu kepadaku, yang langsung saja kuhabiskan dalam beberapa teguk. Setelah itu, dia ambil gelas minuman yang sudah kosong itu, dan mulai mengisinya kembali. Kali ini giliran dia yang menghabiskannya. Setelahnya dia berkata padaku setengah berbisik. ”Sekarang biar Pakde memuaskan Dik Puspa sepuas hati..”
Pak Abdul mulai melepaskan
pakaiannya. Hanya saja dia melepaskannya dengan meniru gaya penari striptease
lelaki, seperti yang aku lihat di film-film porno itu. Wuuiihhh… aku jadi
tergetar dan tambah terangsang melihat tarian stripteasenya Pak Abdul.
Mula-mula dia lepaskan kemejanya, lalu kaus dalamnya, celana panjangnya, dan
terakhir celana dalamnya. Baru pertama kali ini aku melihat lelaki arab
telanjang bulat di depanku. Wuuiihh.. aku sangat tergetar menyaksikan tubuh Pak
Abdul.
Pada usianya yang sudah 50 tahun itu, sungguh Pak Abdul memiliki tubuh yang
sangat seksi bagi kaum perempuan yang memandangnya. Bahunya tampak bidang.
Lengannya kekar dengan otot bisep yang tebal. Perutnya nggak tampak membesar,
rata dengan otot-otot perut yang keras 6pack, seperti papan penggilasan.
Pinggang dan pinggulnya ramping, enak dilihat. Bukit dadanya yang kokoh dengan
dua putting susu kecoklatan, sangat menantang… menunggu gigitan dan jilatan
lidah perempuan-perempuan binal. Dari tampilan tubuhnya yang macho ini, aku
lihat Pak Abdul adalah sosok penggemar olahraga yang fanatik. Otot-otot yang
bersembulan di tubuh atletisnya menunjukkan dia sukses berolahraga selama ini.
Pandanganku terus meluncur ke bawah.
Dan yang paling membuatku serasa pingsan adalah.. kontolnya.. Aku belum pernah
melihat kontol sebesar itu.. kontol yang kusaksikan saat ini begitu dahsyat.
Kontol Pak Abdul sungguh-sungguh merupakan kontol yang sangat mempesona dalam
pandanganku saat ini. Kontol itu gede, Panjang hitam, keras hingga tampak
kepalanya yang berkilatan. Kepalanya yang tumpul seperti helm tentara sungguh
merupakan paduan sempurna antara erotisme dan kemaskulinan seorang lelaki.
Sangat menantang. Dengan diameter lubangnya yang gede, kontol itu seakan tak sabar
menunggu mulut atau kemaluan para perempuan binal yang ingin melahapnya.
Sesudah telanjang, Pak Abdul naik kembali ke atas ranjang. Dia berusaha menarik
pakaianku; celana jeansku yang sejak tadi masih di menempel di separuh kakiku,
kemudian blus dan kutangku turut dilepasnya. Kini aku dan Pak Abdul sama-sama
telanjang bulat. Pak Abdul langsung saja rebah di antara pahaku. Dia langsung
menyungsep di selangkanganku. Lidahnya mulai menjilati kemaluanku yang gundul.
Waduuiihh .. Ampunn..
Lidah kasar Pak Abdul menusuk dan menjilati vaginaku. Bibir-bibir kemaluanku
disedot-sedotnya. Ujung lidahnya berusaha menembus lubang vaginaku. Pelan-pelan
nafsuku terpancing kembali. Lidah yang menusuk lubang vaginaku itu membuatku
merasakan kegatalan birahi yang hebat. Tanpa kusadari tanganku menyambar kepala
Pak Abdul dan jariku meremas-remas kembali rambutnya sambil mengerang dan
mendesah-desah untuk kenikmatan yang terus mengalir. Tanganku juga
menekan-nekan kepala itu agar tenggelam lebih dalam ke selangkanganku yang
semakin dilanda kegatalan birahi yang sangat. Pantatku juga ikut naik-turun
menjemput lidah di lubang vaginaku itu.
Tak lama kemudian, Pak Abdul
memindahkan dan mengangkat kakiku untuk ditumpangkan pada bahunya. Posisi
seperti itu merupakan posisi yang paling mudah bagi Pak Abdul maupun bagi aku.
Dengan sedikit tenaga aku bisa mendesak-desakkan kemaluanku ke mulut Pak Abdul,
dan sebaliknya Pak Abdul tidak perlu kelelahan untuk terus mengeksplorasi
kemaluanku. Terdengar suara kecipak mulut Pak yang beradu dengan bibir kemaluanku.
Dan desahan Pak Abdul dalam merasakan nikmatnya kemaluanku tak bisa
disembunyikan.
Posisi ini membuat kegatalan birahiku semakin tak terhingga membuatku
menggeliat-geliat tak tertahankan. Pak Abdul sibuk memegang erat-erat kedua
pahaku yang dia panggul. Aku tidak mampu berontak dari pegangannya. Dan sampai
pada akhirnya di mana Pak Abdul sendiri juga tidak tahan. Rintihan serta
desahan nikmat yang keluar dari mulutku turut merangsang nafsu birahi Pak Abdul
yang juga tidak bisa terbendung.
Sesudah menurunkan kakiku, Pak Abdul langsung merangkaki tubuhku. Digenggamnya kontolnya, diarahkan secara tepat ke lubang kemaluanku. Aku sungguh sangat menunggu detik-detik ini. Detik-detik di mana bagiku untuk pertama kalinya aku mengijinkan kontol orang lain selain mantan suamiku merambah dan menembus memekku. Seluruh tubuhku kembali bergetar, seakan terlempar ke awang-awang. Sendi-sendiku bergetar.. tak sabar menunggu kontol Pak Abdul menembus kemaluanku.. Aku hanya bisa pasrah.. Aku nggak mampu lagi menghindar dari penyelewengan penuh nikmat ini…
Aku menjerit kecil saat kepala
tumpul yang bulat gede itu menyentuh dan langsung mendorong bibir vaginaku.
Rasa kejut saraf-saraf di bibir vaginaku langsung bereaksi. Saraf-saraf itu
menegang dan membuat lubang vaginaku menjadi menyempit. Dan akibatnya seakan
tidak mengijinkan kontol Pak Abdul itu menembusnya. Dan itu membuat aku
penasaran…
“Santai saja Dik Puspa.. biar lemesan..” terdengar samar-samar suara bariton
Pak Abdul di tengah deru hawa nafsuku yang menyala-nyala.
“Pak.. Pak.. ayyoo.. Pak tulungi
saya Pak.. Puas-puasin ya Pak.. Saya serahin seluruh tubuh saya untuk baPak..”
kedengarannya aku mengemis minta dikasihani.
“Iyaa Dik Puspaa.. Sebentar yaa Dik Puspaa..” balas Pak Abdul dengan suara
bariton yang parau, yang juga diburu oleh nafsu birahinya sendiri.
Kepala helm tentara itu akhirnya berhasil menguak gerbangnya. Bibir vaginaku
menyerah dan merekah. Mengijinkan kontol Pak Abdul menembusnya. Bahkan kini
vaginakulah yang aktif menyedotnya, agar seluruh batang kontol gede itu bisa
dilahapnya. Uuhh.. aku merasakan nikmat desakan batang yang hangat dan panas
memasuki lubang kemaluanku. Sesak. Penuh. Tak ada ruang dan celah yang tersisa.
Daging panas itu terus mendesak masuk. Rahimku terasa disodok-sodoknya. Kontol
itu akhirnya mentok di mulut rahimku.
Kemudian Pak Abdul mulai melakukan
pemompaan. Ditariknya pelan kemudian didorongnya. Ditariknya pelan kembali dan
kembali didorongnya. Begitu dia ulang-ulangi dengan frekwensi yang semakin sering
dan semakin cepat. Dan aku mengimbangi secara reflek. Pantatku langsung pintar.
Saat Pak Abdul menarik kontolnya, pantatku juga menarik kecil sambil sedikit
mengebor. Dan saat Pak Abdul menusukkan kontolnya, pantatku cepat menjemputnya
disertai goyangan igelnya.
Demikian secara beruntun, semakin cepat, cepat, cepat, cepaatt.. ceppaatt…
Payudaraku bergoncang-goncang, rambutku terburai, keringatku dan keringat Pak Abdul
mengalir deras dan berjatuhan di tubuh masing-masing. Mataku dan mata Pak Abdul
sama-sama melihat ke atas dengan hanya menyisakan sedikit bagian putih matanya.
Pacuan birahi yang semakin cepat kami lakukan juga membuat ranjang kokoh itu
ikut berderak-derak. Lampu-lampu tampak bergoyang, semakin kabur, kabur, dan
kabur… Sementara rasa nikmat yang kami rasakan semakin dominan. Seluruh gerak,
suara, nafas, desah, dan rintih hanyalah nikmat saja isinya…
“Puspaa.. Ayyoo.. Enakk nggak kontol bapak Puspaa? enak yaa.. enak Puspaa..
ayyoo bilangg enak mana kontolku sama suamimu? Ayoo Puspaa enak mana \? ayoo
bilangg! ayyoo enakan manaa?” terdengar Pak Abdul meracau.
“Pak.. enhaakk.. pak.. Enhakk kontol bpak.. Panjangg.. Uhh gedhee sekali.. Pak..
Enakan kontol Pak Abdul..” jawabku. “Ahhh… Ohhh… Bener… Puspaahh… Ennaakkhh…
Ohhh… aahh… kontol… bpk… Puspaa… Ooohhh… sayaanngg…?” tuntut Pak Abdul lagi. “Ohhh…
Aahhh… Yaahhh.. Pak.. Benerhhh… Sumpaahhh… Ennaakkhh.. Kontolsshh… BPakhh…”
jawabku lagi. Selanjutnya aku yang ganti meracau… “Kalau… Ohhh… aahhh…
Assoyyhh… Ennaakhh… Maannaahh.. Memekkhh.. Puspaahh… Samaahh.. Memekkhh… Ohhh…
ahhss… Bu… Tantrihh…?” (Bu Tantri itu mantan istrinya Pak Abdul). “Ouuhh…
ahhss… Ahhss… Ouhhhss.. Saamaahh.. Samaahh.. Ennakhhss.. Saayaangghh…” “Uhhh…
ahhss… oohhss.. kaalaauuhh… samaahh… memekkhh… oohhh… Bu… Sintaahh…?” Racauku
lagi. (Bu Sinta adalah bendahara di RT kami). “Oohh… aahss… aahss… oouhhh…
aaahh… eennaakhhh… memekkhh.. Puspaahh… Ouuhh… jepitaannhh… nyaahh… kerasaa…
bangethhh… Ohhh… yaaahh… terusshh… jepithhh… kontolsshh… bapak… puspaaahhh…!”
Begitulah… racauan birahi antara aku
dengan Pak Abdul. Tanpa terasa posisi nikmat ini berlangsung bermenit-menit.
Kulihat dari kaca di ruangan itu, pemandangan lelaki dan perempuan yang seharusnya
menjadi bapak dan anak sedang asyik bersebadan, bersimbah keringat, membuat
birahiku semakin bertambah ribuan kali lipat dan gerakan kami bertambah liar
saja. Kemudian, tak lama sesudahnya, kuminta Pak Abdul berganti posisi. Kali
ini aku minta bercinta dengan dipangkunya. Pak Abdul menyambut antusias
usulanku itu…
Blleepp… blleepp… pllaakk… pllaakk… plllaakkk… bunyi itu terdengar kala milik
Pak Abdul kembali tertelan oleh milikku. Pada posisi ini, aku bisa mudah
menciumi dan menggigiti bukit dada Pak Abdul sekaligus menghisap-hisap
putingnya. Sedangkan Pak Abdul dapat dengan puas menyusui susu dan menyedot
puting susuku. Sesekali dia merambahi leher dan ketiakku, untuk dia jilati dan
hisap-hisap permukaan kulitnya…
Tanpa terasa pergumulan birahi ini
sudah berjalan lebih dari 1 jam. Suasana erotis tampak sangat indah dan
menonjol. Erangan dan desahan erotik keluar bersahut-sahutan dari mulut kami.
Kulihat tubuh kekar Pak Abdul tampak berkilatan karena keringatnya. Dan hal itu
membuat Pak Abdul jauh terlihat seksi di mataku. Kulihat keringatnya mengalir
dari lehernya, terus ke dada bidangnya, dan akhirnya ke perut enamnya. Dengan
gemas kupermainkan putting susunya yang berkilatan itu. Kugigiti, kujilati,
kuremas-remas. Dan Pak Abdul yang merasakan itu, tambah buas gerakannya.
Sodokan kontolnya tambah kencang di memekku dan kurasakan tangan-tangannya yang
kasar merambahi payudaraku…
Gelombang demi gelombang kenikmatan membuat kami semakin liar saja dalam
memompa dan dipompa. Pinggul dan pinggangku bergerak-gerak liar, memainkan
batangan gede nan panjang serta hangat yang sejak tadi aktif memompa memekku. Kujepit,
dan terus kuhisap-hisap kontol Pak Abdul dengan memekku, membuat dia menjadi
seperti layang-layang yang mau putus. Kurasakan nafasnya mendengus-dengus
seiring desah dan raungan nikmatnya, merasakan betapa liarnya milikku memainkan
tongkat saktinya. Sepasang tangan nya berulang kali meremas-remas pantat dan
payudaraku, seakan-akan ingin berusaha mengendalikan gerakanku yang semakin
liar saja. Hanya saja aku tidak mau kalah. Semakin kuat remasan tangannya di
pantat dan payudaraku, semakin kasar dan bertenaga aku bergerak naik-turun…
“Ouuhh… Oouhhh… Puspahh… Luaarsshh… Biaasssaahh… Mmemeekkhhh… Muuhh… Oouuuhh…
Jepitaannyaahh… Kuaathh… Ouuhh… Ahhss…” terdengar kembali racauan birahi dari
Pak Abdul. “Aahhss… aahhss… Ooouhh… Ooohh… Aaahss… Kontolsshh… bapakhhh…
Ayyohhh… Paakkeehh… Lebbihh… Keraasshh… Laagihhh…” jeritku memberinya semangat.
Mata Pak Abdul beberapa kali tampak
merem melek, sesekali memandangiku dengan ekspresi wajah sarat nikmat, di lain
saat dia terpejam, berusaha meresapi gerakan pinggulku dalam memainkan
kontolnya.
Setelah selusin pompaan kemudian… Pak Abdul memintaku untuk berganti gaya lagi.
Kali ini dia mau menyetubuhiku dengan doggystyle. Setelah kami saling
memposisikan diri, kontol Pak Abdul kembali lagi menghajar memekku. Ah.. Uhh..
uhhh.. Uhhh… nikmatnya luar biasa… sebelumnya tak pernah kurasakan kenikmatan
seperti ini. suamiku tetap tidak mampu bersaing dengannya walaupun berbagai
gaya sudah kami lakukan. Berbeda dengan Pak Abdul. Sejak tadi dia sukses
membuatku keluar dua kali, masing-masing dari setiap gaya yang kami lakukan…
Kurasakan kontolnya yang dahsyat itu terasa sekali gesekan dan alur-alur urat
batangnya ke dinding dalam memekku. Apalagi ujungnya yang mirip helm tentara
Nazi itu. Terasa sekali sundulannya ke mulut rahimku… Ouuhh.. dahsyat sekaliii…
kenikmatan yang kurasakan semakin membuatku melambung ke langit yang ke
seratus… ke seribu… ke sejuta… ah ke yang tak terhingga deh!!! Sambil tak lepas
menghajar memekku dari belakang, tangan kekar Pak Abdul tidak lepas-lepasnya
meremas-remas payudaraku, memainkan puting-putingnya, menampar-nampar pantatku,
dan menusuki lubang anusku dengan jari-jemarinya yang besar. Tak ayal
kenikmatan yang aku terima pun semakin menggila… paduan remasan di payudara
dengan tamparan di pantat dan tusukan jari di anusku membuat aku mampir ke
puncaknya untuk yang keempat kalinya…
Pada akhirnya, setelah hampir 2 jam
kami bercinta, aku mendapat orgasmeku 5 kali secara berturut-turut. Itu yang
ibu-ibu sering sebut sebagai multi orgasme. Bukan mainn.. hanya dari Pak Abdul
aku bisa meraih multi orgasmeku inii.. Oohh Pak Abdul.. terima kasihh.. Pak Abdul
mau memuaskan akuu.. Sekarangg ayoo.. Pak biar aku yang memuaskan kamuu..
10 menit kemudian… dengan terus mendengus-dengus memompa memekku dengan gerakan
yang semakin cepat, kurasakan tanda-tanda dia akan keluar. Kurasakan kepala dan
batang kontol Pak Abdul mulai membesar dan membesar, akhirnya… diiringi jeritan
nikmatnya, kontol Pak Abdul aku rasakan berdenyut keras dan kuat sekali… Kemudian
menyusul denyut-denyut berikutnya. Pada setiap denyutan aku rasakan vaginaku
sepertinya disemprot air kawah yang panas. Sperma Pak Abdul berkali-kali muntah
di dalam vaginaku. Mungkin ada sekitar 7 kali muntahan spermanya dalam
vaginaku. Setelahnya, Pak Abdul berusaha membenamkan dalam-dalam kontolnya,
seakan memastikan tidak ada cairannya yang tersisa di rongga batangnya. Untuk
sesaat, kami bersikap seperti patung dalam gaya anjing ini, sebelum akhirnya
kami ambruk bersama ke atas ranjang…
Uhh… Aku jadi lemess sekali… Nggak
pernah sebelumnya aku capek bersanggama. Kali ini seluruh urat-urat tubuhku
serasa bertanggalan. Dengan telanjang bulat kami sama telentang di ranjang
motel ini. Di sinilah akhirnya terjadi untuk pertama kalinya aku serahkan memekku
beserta seluruh tubuhku kepada orang ini, Pak Abdul. Dan aku heran.. pada
akhirnya.. tak ada rasa sesal sama sekali dari hatiku. Aku sangat ikhlaskan apa
yang telah aku serahkan pada Pak Abdul tadi. Dan dalam kenyataan aku
mendapatkan imbalan kepuasan seksual dari Pak Abdul yang kemampuan dan stamina
bercintanya sangat hebat.
Di motel ini aku mengalami 5 kali orgasme. Empat kali beruntun aku mengalami
orgasme dalam satu kali persetubuhan berganti posisi, dan yang pertama
sebelumnya, hanya dengan gumulan, ciuman, dan jilatan Pak Abdul di ketiakku
sembari tangannya mengobok-obok kemaluanku, aku bisa mendapatkan orgasme yang
sangat kuimpi-impikan selama ini. Hal itu mungkin disebabkan karena adanya
sensasi-sensasi indah yang timbul dari sikap penyelewengan yang baru kali ini
aku lakukan.
Sesungguhnya aku ingin tinggal lebih
lama lagi di tempat birahi ini, apalagi saat kulihat betapa seksinya Pak Abdul,
telanjang bulat dan berkeringat, tanpa sehelai benang pun yang menutupi
tubuhnya. Bisa kulihat pemandangan bukit dadanya yang indah itu, seakan-akan
menggodaku untuk mengeksplorasinya lebih jauh. Juga bibir seksinya untuk
dipagut. Namun Pak Abdul mengingatkan bahwa waktu bersenang-senang yang pertama
kali kami lakukan ini sudah cukup lama. Pak Abdul khawatir orang-orang di
kompleks kami menunggu dan bertanya-tanya. Pak Abdul mengajak selekasnya kami
meninggalkan tempat ini dan kembali menyelesaikan pekerjaan yang telah kami
janjikan pada Mbak Surti dalam rangka membantu hajatannya.
Setelah kami mandi dan membersihkan tanda-tanda yang kemungkinan mencurigakan,
kami kembali ke jalanan. Ternyata kemacetan jalan menuju ke Pasar ini sangat
parah di siang hari ini. Sepanjang kemacetan ini pikiranku selalu kembali pada
peristiwa yang barusan aku alami bersama Pak Abdul tadi. Lelaki tua ini memang
hebat. Dia sangat kalem dan tangguh. Dia sangat sabar dan berpengalaman
menguasai perempuan. Dialah yang terbukti telah memberikan padaku kepuasan
seksual yang sejati. Paduan kesabaran, keterampilan, wajah gantengnya, tampilan
ototnya yang kekar, postur tubuhnya yang tegap, serta kontol gedenya yang indah
membuat aku langsung takluk secara ikhlas padanya. Aku telah serahkan seluruh
tubuhku padanya. Dan Pak Abdul tidak sekedar menerimanya untuk kepentingannya
sendiri, tetapi dia sekaligus membuktikan bahwa kenikmatan hubungan seksual
yang sebenar-benarnya adalah apabila pihak lelaki dan pihak perempuannya bisa
mendapatkan kepuasannya secara adil dan setara. Dan aku merasakannya.. tapi..
Benar adilkah..?
Ah.. pertanyaan itu tiba-tiba mengganguku. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku bahwa dari hubungan badan tadi, aku berhasil merasakan orgasmeku hingga 5 kali. Sementara Pak Abdul hanya mengeluarkan spermanya sekali saja. Artinya dia meraih kepuasan dalam hubungan seksual dengan aku tadi hanya sekali. Ahh.. adakah hal ini menjadi masalah untuk hubunganku dengan Pak Abdul selanjutnya..? Kenapa dia banyak diam sejak keluar dari motel tadi…?
Aku menjadi gelisah, aku kasihan
pada Pak Abdul apabila dia masih menyimpan dorongan birahinya. Apabila belum
seluruh cairan birahinya secara tuntas tertumpah. Bukankah hal demikian itu
bagi lelaki akan menimbulkan semacam kegelisahan…? Apa yang harus aku
lakukan…??
“Pak, tadi puas nggak Pak..?” aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Bukan main Dik Puspaa, aku sungguh sangat puas!” begitu jawabnya.
Suatu jawaban yang sangat santun yang justru semakin memperbesar
kekhawatiranku. Jawaban macam itu pasti akan keluar dari setiap “gentleman”
macam dia. Aku harus mengamatinya dari sudut yang lain. Kulihat di bawah kemudi
Kijangnya. Tampak celananya masih menggunung. Artinya kontolnya masih
mengaceng. Aku nekat. Kuraba saja tonjolan di celananya itu.
“Ininya koq masih ngaceng Pak? Masih
mau yaa?? Tadi masih mau lagi yaa??” sambil tanganku terus memijit-pijit gundukan
itu. Dan terbukti semakin membesar dan mengeras. Pak Abdul diam saja. Aku tahu
dia pasti menikmati pijatanku ini. Aku teruskan. Tanganku meremas-remas,
mengurut-urut.
“Hheehh.. dik Puspaa.. enak sekali tangan Dik Puspaa yaa…” erang Pak Abdul.
Biarlah, aku akan memberikan padanya apa yang aku bisa lakukan. Dengan berbagai
gaya, tanganku terus meremas-remas dan memijit-pijit gundukan kontol itu.
Tetapi lama kelamaan justru tanganku sendiri yang semakin menikmati kegiatan
itu. Dan semakin lama justru aku yang semakin kelimpungan. Aku kenang kembali
kontol gede ini yang 40 menit yang lalu masih memenuhi kemaluanku. Yang tanpa
meninggalkan celah sedikit pun mengisi rongga vaginaku. Dan ujungnya inilah
yang untuk pertama kalinya bisa mentok ke dinding rahimku.. ah nikmatnya..
“Pak.. Aku mau lagii…” aku berbisik lembut dengan setengah merintih.
“Kita cari waktu lagi Dik Puspaa… gampang… lain kali Dik Puspaa “ tawar Pak Abdul.
“Iyaa siihh.. Boleh dibuka ya Pak? Aku mau lihat lagi nih jagoan Pak?” tanyaku
sambil melempar senyum dan melirikkan mataku ke Pak Abdul, ingin melihat
reaksinya.
“Boleehh…” dia jawab tanpa melihat
ke aku, karena keramaian lalu lintas yang mengharuskan Pak Abdul
berkonsentrasi.
Tanganku pun sigap. Pertama-tama kukendorkan dulu ikat pinggangnya. Kemudian
kubuka kancing utamanya. Selanjutnya kuraih resluitingnya hingga tampak celana
dalamya yang kebiruan. Di belakang celana dalam itu membayang alur daging
sebesar pisang tanduk yang mengarah ke kanan. Oouu.. ini kali yang namanya stir
kanan.. Kalau stir kiri, mengarahnya ke kiri tentunya…
Dengan tidak sabar kubetot kontol Pak Abdul dari sarangnya… Melalui pinggiran
kanan celana dalamnya, kontol Pak Abdul mencuat keluar. Gede, panjang, dan
tampak kepalanya yang bulat berkilatan. Pada ujung kepala itu ada secercah
titik bening. Oooww.. baru sekarang ini aku berkesempatan memperhatikan kontol
ini dari jarak yang sangat dekat, bahkan dalam genggamanku.
Rupanya precum Pak Abdul telah terbit di ujung kepalanya. Precum itu muncul
dari lubang kencingnya. Uuuhh.. indahnyaa.. bisakah aku menahan diri..??
“Pak Abdul mau khan…?? mau entotin aku lagi “khan?” kembali aku berbisik,
mengajaknya untuk bercinta lagi.
“Heehh.. ya mau dong Dik Puspaa. Dik Puspaa mau bantu Pak Abdul nih..??”
timpalnya kemudian.
“Gimana bantunya Pak? Ayoo.. berhenti duluu! Kita cari tempat lagii.. Hayoo..
Pak…!” jawabanku enteng dan setengah memelas.
“Nggak bisa begitu dong, Dik Puspaa… kita nggak mungkin berhenti lagi. Ya ini “khan
macet nih jalanan… Maksudku, apakah.. eehh.. Dik Puspaa marah nggak kalau aku
bilang ini ..??” tandas Pak Abdul.
“Nggak apa-apa Pak… saya rela koq.
Saya mau bantu bapak… bener-bener lho Pak!” tandasku lagi.
“Hmmm… kalau gitu… Pasti yang Pak Abdul inginkan adalah aku mau menghisap-hisap
kontolnya itu. Betul “khan? Tapi aku juga berpikir cepat.. Tadi sewaktu di
motel, Pak Abdul membenamkan wajahnya ke selangkanganku tanpa risah-risih.
Kemudian dijilatinya vagina, kelentit dan lubang kemaluanku. Dia juga turut
menelan cairan-cairan birahiku hingga tuntas. Aku menjadi ingat prinsip adil
dan setara yang aku katakan tadi.
Mestinya aku yaa… nggak usah ragu-ragu untuk berlaku sama dengan apa yang telah
dilakukan Pak Abdul pada kemaluanku. Dia telah menjilati dan menghisap-hisap
kemaluanku. Dan aku terus terang sangat menikmati jilatan dahsyatnya. Sekarang
tampaknya Pak Abdul seakan menguji diriku. Bisakah aku bertindak adil dan
setara juga pada dirinya. Aku membayangkan kontol itu di mulutku…
“Dik Puspaa, sperma itu sehat lhoo!
Bersih, steril, dan banyak vitaminnya. Itu dokter ahli lho yang ngomong.
Cobalah, kontol Pak Abdul ini pasti sedap kalau Dik Puspaa mau mengulumnya…”
aku sepertinya mendengar sebuah permohonan.
Aku kasihan juga pada Pak Abdul. Mungkin dia sudah mengharapkan hal ini sejak
awal jalan bersama dari rumah tadi. Mungkin bahkan dia sudah mengharapkan jauh
dari beberapa waktu yang lalu. Kini saat aku sudah berada di sampingnya,
harapan itu nggak terkabul. Ah, aku jadi iba… Kulihat kembali kontol indah Pak Abdul.
Yaa.. benar-benar indah… apa artinya indah itu? Kalau memang itu indah.. sudah
semestinya kalau aku menyukainya. Kalau aku menyukainya mestinya aku nggak
jijik ataupun geli … Lihatlah precum itu… Indah bukan? bening, murni, dan
mungkin juga wangi… dan juga bisa asin… Banyak lho yang sangat menyukainya…
menjilatinya, menghisapnya… meminumnya cairannya…
Tahu-tahu aku sudah merunduk, mendekatkan wajahku, mendekatkan bibirku ke
kontol Pak Abdul yang indah itu. Dan tanpa banyak tanya lagi aku telah
mengambil keputusan… Ah.. ujung lidahku kini menyentuh, menjilat, dan merasakan
lendir lembut dan bening milik Pak Abdul. Yaahh… rasa asinnya begitu lembutt…
“Dik Puspaa… Uhh enakk sekali… sihh… Ohh… terusshh…” kepalaku mulai dielus-elusnya. Tak lama, dia sibakkan rambutku agar tidak menggangu keasyikanku mengulum kontolnya. Dan selanjutnya dengan penuh semangat aku mengulum kontol Pak Abdul di mobil yang sempit itu. Kemudian Pak Abdul sedikit memundurkan tempat duduknya, memberikan kesempatan padaku untuk menikmati “pisang tanduk”nya.
“Dik Puspaa.. Terus Dik Puspaa.. Kamu pinter sekali siihh.. uuhh Dik Puspaa..” aku terus memompa dengan lembut. Banyak kali aku mengeluarkan kepala itu dari mulutku.. Aku menjilati tepi-tepinya.. Pada pangkal kepalanya ada alur semacam cincin atau bingkai yang mengelilingi kepala itu. Dan sobekan lubang kencingnya itu… kujilati habis-habisan…
“Puspaa.. Puspaaahh… Oohhh… Terusshh… aahhss… enakkkhh sekaliiihh…” terdengar racauan Pak Abdul kembali. Sekitar 15 menit kemudian, sambil terus mendesah-desah nikmat tanpa henti, tibalah Pak Abdul di puncaknya. Sambil terus mendengus-dengus dia berkata; “Ohhh…Aahss… Dikk… Puspaa… Saayaangg… aku mau keluar nihh Dik Puspaa.. Ohh… Akuuhh… Ohhh… Aku mau keluar nihh…!” erangannya tambah kuat dan duduknya kurasakan semakin gelisah. Aku tidak menghiraukan kata-katanya, mungkin maksudnya semacam peringatan untukku, jangan sampai air maninya tumpah di mulutku. Dia masih khawatir mungkin aku belum bisa menerima semburan maninya.
Tetapi apa yang terjadi padaku kini
sudah langsung berbalik 180 derajat. Rasanya justru aku kini yang
merindukannya. Dan aku memang merindukannya. Aku mau sekali merasakan sperma
seorang lelaki jantan dan macho macam Pak Abdul, langsung tumpah dari kontolnya
ke mulutku. Lelaki yang bukan suamiku sendiri. Aku terus menjilati, menyedot,
dan menghisap-hisap… Batangnya, pangkalnya, kepalanya, sedapat mungkin bibir
atau lidahku meraihnya, disebabkan tempat yang sempit ini. Semua bagian
kontolnya itu aku rambahi terus-menerus dengan mulut dan lidahku.
Dan pengalaman pertama itu akhirnya hadir. Saat mulutku mengulum batangan gede
nan panjang milik Pak Abdul itu, aku rasakan kembali ada kedutan besar dan
kuat. Kedutan itu kemudian disusul dengan kedutan-kedutan berikutnya. Kalau
yang aku rasakan di motel tadi adalah kedutan-kedutan kontol Pak Abdul dalam
lubang vaginaku, sekarang hal itu aku rasakan di rongga mulutku. Diiringi
erangan nikmatnya, kontol Pak Abdul pun memuntahkan laharnya. Cairan, atau
tepatnya lendir yang hangat nan panas menyemprot ke langit-langit rongga
mulutku. Sperma Pak Abdul tumpah ruah memenuhi mulutku. Entah berapa kali
kedutan tadi. Tetapi sperma dalam mulutku ini nggak sempat aku telan seluruhnya
karena saking banyaknya.
Sperma Pak Abdul berleleran di pipiku, daguku, dan juga ke kening dan rambut
panjangku. Kontol Pak Abdul masih berkedut-kedut saat kukeluarkan dari mulutku.
Dan aku raih kembali untuk kuurut-urut agar semua sperma yang tersisa di
batangnya, bisa terkuras habis keluar. Mulutku langsung menyedotnya. Sekali
lagi, pengalaman pertama dalam menyeleweng ini, benar-benar memberiku
pengalaman baru yang sangat sensasional bagiku.
Sesuai rencana, aku diturunkan di
Pasar oleh Pak Abdul. Sungguh aku merasa keberatan untuk perpisahan ini,
walaupun kami bisa bertemu lagi. Kugenggam tangannya erat-erat, untuk
menunjukkan betapa besarnya arti Pak Abdul bagiku saat itu. Pak Abdul juga
tampaknya keberatan dengan perpisahan ini. Bisa kurasakan tatapan mesranya
sebelum melepas tanganku. Sebelum berpisah, kami sempat membuat janji untuk
mengulangi lagi peristiwa nikmat ini di lain waktu. Aku pun berjalan dengan
gontai saat menuju toko kertas dekorasi di pasar itu.
Sesaat aku turun dari taksi sesampainya di rumah, kulihat Mbak Surti tampak
cemberut. Aku biarkan. Pada teman yang lain aku beralasan banyak bahan yang aku
cari, stoknya sudah habis sehingga aku menunggu cukup lama. Di ujung jalan sana
kulihat mobil Pak Abdul. Mungkin dia sudah lama lebih dahulu sampai.
Orang-orang pemasang tenda dan pengatur sound system sudah mulai melaksanakan
tugasnya. 2 jam lagi acara akan dimulai.
Aku pamit pulang sebentar untuk menengok rumah. Aku mandi lagi sambil mengenang
peristiwa indah yang kualami sekitar 2,5 jam yang lalu. Saat sabunku menyentuh
kemaluanku, masih tersisa rasa pedih pada bibir kemaluannya. Ketika kuperiksa,
tampak beberapa rambut ada dalam genggaman tanganku. Mungkin rambut-rambut itu
adalah jembut Pak Abdul yang tersangkut saat kontolnya keluar- masuk menembus
memekku dalam berbagai posisi tadi. Dan itu biasanya menimbulkan luka kecil
yang terasa pedih pada bibir vaginaku saat terkena sabun seperti ini.
Bang lagi lanjutt bg
ReplyDelete