THE ADVENTURE OF ROBERT (TWINS EFFECT)
Sepasang kembar Echa dan Echi (19 tahun) adalah satu bunga di fakultas Komunikasi di universitas XXX. Dari segi fisik keduanya sama cantiknya, mempunyai tubuh ideal dengan tinggi 165cm, berat 49 kg, dan buah dada 36A, rambut keduanya sepundak dengan wajah imut, kalau jeli mereka bisa dibedakan dari tahi lalat kecil di leher sampingnya, kalau ada berarti itu Echi, kalau tidak ya sebaliknya, selain itu bentuk wajah Echa juga sedikit lebih panjang dari kembarannya. Dilihat dari sifat, Echi cenderung lebih terbuka dan periang daripada Echa yang harus dipancing dulu baru bisa akrab, Echa orangnya mandiri, serius dan keibuan, sementara Echi lebih manja dan gaul. Kalau ke kampus seringkali mereka memakai baju yang sama, sehingga terkadang memancing perhatian orang, apalagi kalau baju mereka seksi, orang yang melihat akan kagum bagaikan melihat malaikat kembar turun ke bumi. Dari laki-laki yang mengejar mereka yang beruntung mendapatkan Echa adalah Fredy, seorang eksekutif muda yang bekerja di bank, sedangkan Echi juga baru jadian belum lama ini dengan Hendra, teman sekampusnya dari fakultas teknik industri. Fredy dan Hendra memang beruntung, namun ada yang jauh lebih beruntung dari mereka.
Kejadiannya bermula ketika masa UTS, saat itu si kembar mengikuti ujian
terpisah karena jadwal ujian mereka yang kebetulan sama bentrok dengan salah
satu ujian lainnya. Mereka harus datang pagi-pagi lebih awal sebelum ujian yang
bersangkutan berlangsung dan mereka ditempatkan Bu Yeni dari bagian TU di
sebuah kelas.
“Baiklah, ibu percaya kalian jujur kalau ibu tinggalkan, kalau sudah selesai
nanti kalian ke TU dulu untuk isi daftar hadir, mengerti ?” tanya Bu Yeni
setelah membagikan soal ujian dan lembar jawab.
Ketika itu Robert sedang lewat dekat kelas itu sehingga Bu Yeni memTessalnya
dan menanyakan apakah sedang tidak ada kerjaan sehingga bisa membantu
mengawasi. Robert mengiyakan karena memang dia lagi nganggur, malah merasa
senang dia bisa mengawasi si kembar yang termasuk salah satu targetnya. Robert
bersandar di pinggir pintu mengawasi kedua gadis itu, dia juga mengamat-amati
tubuh keduanya dengan kagum, matanya menatap kagum ke betis keduanya yang
tertutup rok hitam selutut dan atasnya memakai kemeja putih lengan pendek,
pakaian yang biasa dipakai dimasa-masa ujian. Robert memang sudah lama ingin
menikmati tubuh si kembar itu, tapi belum ada kesempatan yang baik sampai saat
itu terlintas sebuah akal bulus di benaknya.
Setengah jam kemudian Robert berkata pada mereka:
“Aduh, Bapak kebelet nih mau ke belakang sebentar aja, disini sepi banget lagi
ga ada yang bisa gantiin, Non berdua harus jujur yah, kalian bisa pegang
kepercayaan kan ?”
Keduanya hanya mengangguk dan Robert pun buru-buru keluar meninggalkan si
kembar di ruang itu.
“Ci-ci…susah banget, bisa ngga ?” panggil Echi dari belakang dengan setengah
berbisik.
Echa menggeleng dengan wajah bingung karena memang mata kuliah itu termasuk
rumit dan ditakuti.
“Nomer tiga lu udah belum. Liat dong dikit, gua lupa rumus nih !” Echa balik
bertanya.
Setelah tengok kiri-kanan dan merasa aman Echi buru-buru menyerahkan lembar jawabnya
pada kembarannya itu dan menyuruhnya bergerak-cepat. Dengan hati berdebar-debar
dan terburu-buru Echa menyalin bagian-bagian penting dari jawaban yang
diberikan saudaranya. Namun tepat ketika dia hendak mengembalikan lembar jawab
pada Echi, keduanya dikejutkan oleh kehadiran Robert yang mendadak di ambang
pintu.
“Astaghfirullah, Non…saya benar-benar nggak nyangka Non berdua bisa melakukan
ini !” Robert pura-pura kaget.
Si kembar langsung terdiam, matanya memancarkan perasaan bersalah dengan
wajah tertunduk lesu.
“Ma-maaf Pak, saya yang salah, saya…saya yang pertama minta contekan !” Echa
mengaku salah sambil membela saudaranya.
“Tapi kenapa Non…siapa nih ?” Robert melihat nama di lembar jawaban Echi “Non Echi
juga ngasih liat jawabannya, kan harusnya ga boleh ya kan !” Robert berkata
pelan tapi tegas sehingga membuat wajah keduanya makin pucat.
“Maaf Non, demi tata tertib, saya terpaksa harus melaporkan Non berdua”
sambungnya.
“Jangan…jangan Pak !” sergah keduanya bersamaan dengan wajah memelas, mata Echi
bahkan sudah lembab berkaca-kaca.
Mata kuliah itu termasuk penting dan termasuk prasyarat untuk mata kuliah
berikutnya sehingga berat bagi mereka untuk tidak lulus apalagi dengan cara
seperti itu.
“Wah-wah…ada masalah apa disini Pak Robert kok sepertinya serius nih !”
tiba-tiba terdengar suara dari pintu.
“Ini nih, Pak saya juga bingung, cantik-cantik gini kok nyontek loh” kata Robert
geleng-geleng kepala “Duh anak jaman sekarang emang susah yah !”
Echa menjelaskan permasalahannya dan mengaku salah, tapi dia tetap minta
keringanan, setidaknya jangan sampai saudaranya ikut kena hukuman. Pak Dahlan,
kepala jurusan Komunikasi yang tak bermoral itu mengangguk-angguk mendengar
penjelasan Echa.
“Hmmm…kalau begitu baiklah, kalian habis ini masih ada ujian lagi ?” tanya
pria itu yang dijawab mereka dengan anggukan “Nah, sekarang kalian kerjakan
saja dulu ujian ini, tapi nanti sebelum pulang temui saya di kantor saya untuk
membicarakannya, ok ?”
Untuk sementara si kembar bisa berlega hati, namun mereka sudah tidak
konsentrasi lagi mengerjakan ujian itu juga ujian berikutnya karena dalam hati
mereka berkecamuk seribu satu pikiran apa yang bakal terjadi nanti dan sanksi
apa yang bakal menunggu mereka. Ujian terakhir hari itu pun akhirnya selesai
jam dua siang, kini saatnya si kembar menemui kepala jurusan itu di kantornya
untuk membicarakan masalah tadi. Echa mengetuk pintu…dua menit…tapi tidak ada
jawaban, tirai ruang itu tertutup.
“Ga ada orang kali yah ?” kata Echi.
“Tau deh…kita tunggu aja…”
Baru saja Echa berkata begitu, tiba-tiba pintu dibuka oleh seorang gadis yang
juga mengenakan setelan hitam-putih untuk ujian tapi dengan model yang lebih
seksi, roknya lebih pendek daripada rok si kembar sehingga memamerkan sepasang
paha jenjangnya, atasannya pun lebih ketat dan mencetak bentuk tubuhnya yang
indah, belum lagi branya warna hitam sehingga menerawang jelas. Gadis itu
menatap sekilas pada si kembar sambil keluar dari ruangan itu, senyuman
misterius muncul di wajah indonya, entah mengartikan apa. Kalau dilihat lebih
teliti di daerah antara bibir dan dagu gadis itu nampak sedikit noda cairan
putih mirip susu kental yang tidak sempat terlihat oleh si kembar maupun
dirinya sendiri. Si kembar hanya tahu gadis ini sebagai mahasiswi angkatan atas
mereka yang bernama Zahra.
Di ruang itu telah menunggu Pak Dahlan di balik meja kerjanya, wajah pria
itu agak sayu seperti orang habis orgasme dan Robert, si penjaga kampus itu
juga telah duduk di sofa sambil mengelap jarinya yang basah entah oleh cairan
apa dengan tissue.
“Ya, kalian berdua, ayo masuk, maaf menunggu, tadi ada yang bimbingan dulu,
mari duduk disini !” Pak Dahlan keluar dari meja kerjanya dan menyuruh kedua
gadis itu duduk di sofa.
Pria itu menjelaskan kondisi mereka, bahwa perbuatan menyontek tadi hukumannya
sudah jelas tidak diluluskan mata kuliah tersebut, padahal mata kuliah ini
sangat penting
“Saya bisa bantu kalian menutupi rahasia ini, malah kalau perlu saya bisa bantu
mengkatrol nilai kalian melalui rekomendasi ke dosen yang bersangkutan, tapi…”
“Tapi apa Pak ?” Echi buru-buru menyela.
“Hhmm…asal kalian banyak nurut ke Bapak, seperti…” Pak Dahlan meneruskan
ucapannya dengan meletakkan tangan di paha Echi yang duduk di dekatnya dan
menggeser roknya.
“Apa !” pekik Echi terkejut sambil menepis tangan Pak Dahlan dari pahanya
“Pak, ini pelecehan yah namanya, Bapak pikir kita ini perempuan apaan ?” Echa
protes dengan suara tercekat karena tidak menyangka kepala jurusannya sebejat
itu, hatinya tambah panas dan malu melihat si penjaga kampus itu cengengesan.
“Hahaha…ayolah, kalian butuh nilai kan, ini dan itu tentu ada harganya dong,
Bapak nggak memaksa, pilihannya terserah kalian aja” Pak Dahlan berkata dengan
tenang.
“Nggak Pak, kita lebih baik tidak lulus daripada dengan cara serendah itu, ayo
Ci, kita pergi !” kata Echi dengan kesal sambil meraih lengan saudaranya.
“Oooh, sebentar-sebentar, sabar dulu dong” Pak Dahlan berusaha menahan mereka
“sebenarnya apa yang kalian takutkan ? takut nggak perawan kan ? begini saja,
Bapak nggak akan mengajak kalian berbuat itu deh, cukup kalian telanjang saja
disini, bapak cuma mau liat tubuh kalian, ya setidaknya pegang-pegang dikit toh
tidak ada pengaruhnya dengan keperawanan kan, lalu setelah itu Bapak jamin
kalian pasti lulus, gimana, sama-sama untung kan ?”
Si kembar tertegun mendengar tawaran itu, kalau hanya telanjang saja mungkin
masih bersedia walaupun dengan amat terpaksa, dengan begitu skandal menyontek
tadi dapat ditutupi tanpa harus mengorbankan keperawanan, dan seterusnya mereka
kapok tidak akan menyontek lagi sehingga terjebak dalam posisi sulit seperti
ini. Mereka saling tatap dengan penuh pertimbangan.
“Baiklah Pak, tapi tolong saudara saya jangan, biar saya sendiri saja yang buka
baju gimana ?” ucap Echa lirih.
“Jangan saya saja !” Echi menyela.
“Diam ! ini salah gua tau, gua yang minta lembar jawab dari lu dan gua yang
harus tanggung jawab !” Echa membentak adiknya sambil mengguncang bahunya.
Mereka berdebat, masing-masing ingin berkorban demi melindungi saudaranya
sampai Pak Dahlan menghentikan mereka.
“Ok, ok sudah diam, mau kedengeran di luar apa ?” katanya agak keras “ya sudah
satu dari kalian juga boleh, ya Echa kamu saja sebagai kakak yang maju !”
perintahnya.
“Jangan, jangan Ci, sudah kita relakan saja nggak lulus !” Echi menahan lengan Echa
dengan mata menitikkan air mata.
Echa menyentak tangannya lalu memeluk adiknya serta mengelusi punggungnya.
“Sudahlah, semua akan baik-baik saja, tenang-tenang” hiburnya.
“Ayo udah dong main sinetronnya, kalau saya dah hilang minat tawarannya batal
nih !” Pak Dahlan sepertinya sudah tidak sabar lagi.
“Baik Pak, jadi Bapak jamin setelah puas melihat tubuh saya kita pasti lulus
dan Bapak ga akan minta lebih ?” Echa memastikan dan bangkit berdiri.
“Iya, Bapak jamin kalian akan lulus kalau perlu dengan nilai A sekalian dan
kalau Bapak lepas kontrol kamu tinggal teriak aja, di bawah sana masih banyak
orang yang bakal mendengar jeritan kamu kan ?” tegas pria tambun itu.
“Eerr…disini Pak ? sekarang ?” tanyanya risih sambil melirikkan mata ke arah Robert.
“Lha iya toh Sel, ga apa-apa kan Pak Robert disini, dia kan sebagai saksi tadi,
jadi berhak menikmati juga kan, ayolah lagian kan hanya liat body kamu aja kan
?”
Dengan berat hati, Echa pun akhirnya mulai melepaskan satu-satu kancing
kemejanya, branya warna putih dengan aksen garis-garis pink pun terlihat. Echi
menunduk lesu menutup wajahnya sambil menangis, dia tidak sanggup menyaksikan
saudaranya dipecundangi seperti itu.Rok hitamnya meluncur jatuh begitu dia
melepaskan sabuk dan resletingnya.
“Ayo belum selesai, terusin dong !” kata Pak Dahlan melihat Echa yang ragu-ragu
melepas pakaian dalamnya.
Tangan Echa gemetaran melepaskan kait branya serta menanggalkannya, mata kedua
pria bejat itu melotot seperti mau copot melihat keindahan payudara Echa yang
membusung tegak dengan puting kemerahan yang menggemaskan. Tentu saja Echa
merasa risih dengan tatapan mata mereka sehingga tangannya otomatis menutupi
kedua payudaranya.
“Satu lagi, ayo Non, jangan tanggung-tanggung mau lulus ga ?” kata Robert
dengan wajah mesum yang menjijikkan seolah dia hendak menelannya.
Akhirnya Echa pun berhasil membuka penutup tubuh terakhirnya itu, celana dalam
itu dia turunkan hingga lutut, lalu buru-buru berdiri tegak dan menggunakan
tangan menutupi bagian-bagian terlarangnya.
“Ck-ck-ck…benar-benar body yang sempurna, putih mulus tanpa cacat” Pak Dahlan
bangkit berdiri dan menghampiri gadis itu “turunin tangannya dong, jangan
malu-malu gitu yah” katanya sambil menyingkirkan tangan Echa yang melindungi
bagian terlarangnya.
Semakin pria itu mendekat semakin kencang pula jantung Echa berdebar,
wajahnya memerah menahan malu sambil menggigit bibir bawah.
“Bapak pegang dikit yah” pintanya sambil menaruh tangannya di payudaranya
“Sshhh..” desisnya merasakan perasaan aneh karena belaian pada payudaranya,
jari-jari gemuk pria itu juga memencet putingnya sehingga seperti bulu kuduknya
berdiri semua.
“Eengghh..!” desisnya lebih keras karena tangan Robert mendarat di pantatnya
lalu merabanya.
Tangan Pak Dahlan meraba semakin ke bawah hingga akhirnya menyentuh kemaluannya
yang rapat dan dilapisi bulu-bulu tipis. Wajah pria itu juga makin mendekati
wajahnya, baru saja bibirnya bersentuhan sedikit dengan bibir Echa, gadis itu
memalingkan wajah dan menepis tangan kedua pria itu.
“Sudah cukup ! saya tidak akan memberi lebih, sekarang bagaimana janji Bapak !”
kata Echa sengit.
Dia buru-buru menaikkan kembali celana dalamnya lalu roknya, secepat kilat bra
yang di meja itu dia sambar dan kenakan kembali disusul kemeja putihnya.
Pakaiannya masih tampak acak-acakan karena dia memakainya dengan terburu-buru,
branya saja belum sempat dia kaitkan kembali. Kemudian dia menghampiri dan
mendekap kembarannya yang meringuk di sofa dan menangis itu.
“Tenang chi, sudah beres, sudah beres !” katanya sambil mengelap air mata Echi.
“Echa, Echa” Pak Dahlan menepuk pundaknya sehingga membuatnya menoleh dengan
tatapan kesal “kalian lulus, bapak janji itu hehehe”
“Terima kasih Pak !” kata Echa dengan ketus.
“Ga apa-apa, Bapak yang harusnya terima kasih karena sudah diberi kesempatan
emas bersama kamu, dan juga…mengabadikannya !” ucapnya dengan nada datar.
Kata terakhir itulah yang membuat si kembar yang sudah merasa lega terkejut
bagai disambar petir.
“Apa ?? diabadikan ? maksud Bapak…” suara Echa bergetar seperti melihat hantu.
“Iya betul, kamu lihat deh webcam diatas komputer Bapak ini emang sudah sengaja
diarahkan ke tempat kamu berdiri tadi dan komputer sudah merekam sejak kalian
masuk” Pak Dahlan menjelaskan sambil berjalan ke balik meja kerjanya menyalakan
tombol monitornya.
Dia menyalakan ulang rekaman barusan dan memutar monitornya agar si kembar bisa
melihat. Jantung mereka seakan berhenti berdetak, terutama Echa ketika melihat
dirinya membuka bajunya hingga bugil lalu dipegang-pegang kedua pria tak
bermoral itu, dia benar-benar tidak pernah berpikir akan jadi begini.
“Bapak ngejebak kita, dasar biadab !” jerit Echa sangat marah padanya.
“Gimana Sel, lihat tuh kamu berdiri di tempat yang tepat, wah-wah kalau ini
tersebar gimana nih ?”
“Hehehe, dijamin Non berdua bakal jadi selebritis deh !” timpal Robert yang
daritadi cuma diam dan cengar-cengir.
“Kalian-kalian mau apa sebenarnya bajingan !” Echi memekik dengan wajah
berurai air mata.
“Simple saja, Bapak nggak minta banyak untuk menutupi skandal ini” kata Pak
Dahlan tenang.
“Dan Non ga usah nawarin duit deh, karena bukan itu yang kita mau” Robert
menimpali.
“Baiklah, biar saya saja…” Echa bangkit menawarkan diri.
“Wah, maaf untuk yang satu ini saya khawatir bayarannya tidak cukup hanya kamu
seorang Sel, sepertinya saudara kamu juga harus ikut” kata dosen bejat itu.
“Tega-teganya Bapak begitu, Bapak memang bukan manusia !” maki Echi yang hanya
ditanggapi kedua pria itu dengan tertawa sinis.
“Yah terima kasih atas ‘pujian’nya, sekarang pilihannya tergantung kalian
berdua” pria itu menghampiri mereka setelah mematikan dulu komputernya.
“Kalau kalian mau, ayo ke rumah saya sekarang, kebetulan saya sudah selesai
kerja, kalau tidak mungkin kelulusan kalian saya akan pertimbangkan kembali dan
yang paling penting rekaman tadi itu loh” kata Pak Dahlan sambil meletakkan
tangannya di pundak Echa.
Sungguh si kembar bagaikan makan buah simalakama hingga mereka tidak berdaya
ketika digiring kedua hidung belang itu ke mobil Pak Dahlan yang diparkir di
bawah gedung itu.
“Ting !” lift yang membawa si kembar pun sampai di basement.
Dengan langkah berat dan jantung berdebar mereka menuju ke Honda Civic hitam
yang mengedipkan lampu dimnya. Mereka sengaja datang terpisah agar tidak
menimbulkan kecurigaan berhubung hari masih siang. Pak Dahlan menyuruh Echa
duduk di jok depan bersamanya, sedangkan Echi di belakang bersama Robert. Echa
membanting pantatnya ke jok dan menutup pintunya dengan keras, wajahnya tidak
bisa menyembunyikan ekspresi marah, takut dan penyesalan yang bercampur baur.
“Wah-wah, jangan galak-galak gitu dong Sel, kita kan mau senang-senang nih”
kata Pak Dahlan menggerakkan tangan hendak membelai pipinya.
“Eiit…jadi ga jadi nih ?” katanya ketika Echa menahan tangan itu.
Akhirnya Echa pun pasrah membiarkan pria itu membelai pipi mulusnya. Dia hanya
bisa mengumpat dalam hati dan menatap jijik pria tambun yang makin kelihatan
perutnya yang besar itu dalam balutan seatbelt.
“Ternyata kalian masih bisa menentukan pilihan yang bijak yah, kita kirain
kalian bakal kabur hehehe” celoteh Robert.
Setelah mobil keluar dari areal kampus, Robert menggeser posisi duduknya
sehingga lebih merapat dengan Echi, tangan kirinya merangkul pundak gadis itu,
tangan satunya mulai mengelusi lengannya. Echi terdiam dan gemetar namun tak
bisa berbuat apa-apa selain menangis.
“Jangan nangis terus dong Non, Bapak janji bakal muasin Non, malah mungkin
Non yang ntar ketagihan” katanya setengah berbisik, hembusan nafasnya terasa di
telinganya.
Robert menyeka air mata yang membasahi pipi Echi lalu mengalihkan wajah cantik
itu berhadapan dengan wajah buruknya, dilumatnya bibirnya yang mungil itu
dengan kasar, sementara tangan kanannya meremas-remas payudaranya. Echi
memejamkan mata dan meronta berusaha melepaskan diri, namun tenaganya tentu
kalah dengan Robert, malah rontaan itu membuat Robert makin bernafsu
mengerjainya. Ketika tangan Robert mulai merogoh masuk ke dalam roknya dan
menyentuh bagian kewanitaannya, dia tersentak dan mulutnya sedikit membuka,
saat itulah lidah Robert menerobos masuk ke mulutnya dan melumatnya
habis-habisan, lidah Robert menyapu telak rongga mulutnya. Echi merapatkan
pahanya untuk mencegah tangan Robert masuk lebih jauh, namun dengan begitu Robert
malah senang bisa sekalian membelai paha mulusnya sambil tangannya makin menuju
ke selangkangan. Sekali lagi tubuhnya tersentak seperti kesetrum karena jari Robert
telah berhasil mengelus belahan vaginanya dari luar celana dalamnya. Desahan
tertahan terdengar dari mulutnya, hembusan AC mobil mulai terasa membelai
pahanya karena roknya sudah terangkat. Kini tangan Robert menyusup lewat bagian
atas celana dalamnya dan menyentuh permukaan kemaluan Echi yang ditumbuhi
bulu-bulu halus.
Sungguh tidak berdaya Echi saat itu, ancaman akan tidak lulus ditambah lagi
terjatuhnya kakaknya ke dalam jebakan membuatnya terpaksa pasrah. Dia berusaha
tidak menangis terlalu keras dan memilukan karena dia tahu itu akan membuat
beban pikiran kakak kembarnya semakin berat. Rontaan Echi semakin lemah selain
karena sudah pasrah, juga karena sentuhan-sentuhan erotis Robert pada
kemaluannya dan percumbuannya. Nafas gadis itu semakin memburu dan wajahnya
yang putih merona merah karena rangsangan-rangsangan gencar itu. Nasib Echa,
kembarannya, di depan sana juga tidak beda jauh, sejak keluar dari kampus dan
mobil berhenti di lampu merah pertama Pak Dahlan langsung menaruh tangannya di
pahanya, perlahan-lahan tangannya naik menyingkap roknya, paha mulus itu dielus
dan dipijatnya, tangan itu merambat terus hingga menyentuh pangkal pahanya. Echa
menggigit bibir dan menarik nafas panjang merasakan jari-jari Pak Dahlan dari
luar celana dalamnya.
“Jangan cemberut gitu dong Sel, nikmatin aja, kan ga enak kalo sambil
marah-marah” kata pria tambun itu karena Echa menatapnya dengan tajam.
“Saya benar-benar ga nyangka yang seperti Bapak ini bisa jadi ketua jurusan,
dunia memang sudah gila !” ucap Echa ketus.
“Hehehe…ya itu sih hak kamu berkata begitu Sel, kan demokrasi namanya, tapi
yang pasti mahasiswi lain yang pernah ‘bimbingan’ sama saya enjoy aja kok dan
saya yakin kamu juga akan merasakan yang sama kok” jawab Pak Dahlan kalem, dia
menyetir sambil tangan satunya tetap mengelus paha gadis itu, sesekali merayap
ke atas memencet payudaranya.
Terhenyak juga Echa mendengar kata-kata pria itu, berarti selain dia dan
kembarannya pria ini juga pernah memangsa entah berapa banyak gadis-gadis
lainnya.
Echa bukannya tidak mendengar desahan tertahan di belakang sana, namun dia
tidak sanggup menoleh ke belakang menyaksikan kembarannya sendiri dipecundangi,
setiap desahan itu bagaikan irisan demi irisan yang melukai hatinya, namun dia
tidak sanggup berbuat apapun untuk saudaranya itu, bahkan untuk dirinya
sendiripun tidak bisa. Sebutir air mata tanpa sadar menetes di pipinya, padahal
dia termasuk gadis yang tegar dan berhati baja.
“Maafin gua Vy, gua ga bisa nolong lu kali ini” katanya dalam hati dengan hati
terluka.
Di lain pihak, elusan-elusan Pak Dahlan pun mau tidak mau mulai merangsangnya,
jari yang bergerak nakal di bagian tengah celana dalamnya itu membuatnya basah
di bawah sana tanpa bisa ditahannya, bagian tengah celana dalam itu sudah
memperlihatkan noda basah karena sentuhan-sentuhan erotis si dosen bejat itu.
Tubuhnya menggeliat menahan rasa geli di bawah sana, sesekali dia mengeluarkan
suara mendesis tertahan.
“Oohh…udah dong Pak, ntar keliatan orang !” katanya ketika mobil mereka tepat
di sebuah bis kota ketika menunggu lampu merah.
“Ga apa-apa kan kaca mobilnya ga bisa liat ke dalam” kata Pak Dahlan menyingkap
kembali rok yang sempat diturunkan Echa.
“Serigala tua bajingan !” maki Echa dalam hati, dia tetap merasa gelisah karena
memang walaupun kedua sisi kaca mobil itu berlapis gelap, namun kaca depannya
tidak sehingga masih mungkin orang dari bis itu melihat ke dalamnya.
Benar saja, di bis itu ada seorang pria kebetulan melihat ke arahnya, pria
itu berbicara pada temannya sehingga orang itu juga ikut melihatnya, pahanya
mulusnya yang tersingkap dan sedang dielusi itu pun sempat menjadi tontonan
gratis di tengah kemacetan. Untunglah lampu segera hijau sehingga mobil mereka
pun melaju lagi, namun hal itu tentu membuatnya kesal dan malu, dia menatap
tajam pada Pak Dahlan yang menyetir sambil senyum-senyum mesum. Tiba-tiba
sebuah tangan menjulur dari belakang meraba dadanya.
“Wah, masih belum puas sama jatahlu Ron, masih pegang-pegang yang punya gua nih
?” kata Pak Dahlan.
“Hehehe…dikit aja Pak, cuma mau nyamain toket anak kembar, ternyata montoknya
sama toh” jawab Robert yang kini sedang merasakan penisnya diemut Echi, tangan
kirinya meremasi payudara Echi yang sudah terbuka.
Tangan kanan Robert mulai membuka satu-persatu kancing kemeja Echa lalu
menyusup ke dalamnya serta memegang payudaranya.
“Shhh…!” desis Echa merasakan putingnya mengeras akibat dipilin-pilin Robert
dan bawahnya makin basah karena dirogoh-rogoh Pak Dahlan.
Betapapun kerasnya hati Echa, kali ini dia tidak sanggup berbuat apa-apa untuk
melawan mereka dibawah ancaman nilai dan rekaman bugilnya.
“Gimana Rob ? tokednya bagusan yang siapa ?” tanya Pak Dahlan.
“Sama Pak, sama cantiknya sama montoknya, tapi ga tau gimana servisnya ntar”
sahut Robert dari belakang “kalo yang sama saya ini nyepongnya masih amatiran,
tapi ga apa-apa kalo diajar juga bisa, kayanya dia ketagihan nih malah, ayo Non
yang bener isepnya, ati-ati jangan digigit yah”
Di bawah paksaan, Echi terpaksa mengoral penis hitam panjangnya Robert, itu
adalah pertama kali baginya melakukan hal itu sehingga dia hanya bisa mengikuti
instruksi Robert ditambah dari pengetahuan yang pernah dia lihat di film bokep.
Dia berusaha tidak mencium bau keringat pada penis itu, saat dia sentuhkan
lidah pada kepala penis itu, benda itu seperti bergetar dan makin membengkak,
selanjutnya dia mengulum dan menjilati benda itu. Echa di depan juga semakin
menggelinjang karena bagian-bagian sensitifnya digerayangi dua penjahat kelamin
ini. Sekarang mobil sudah memasuki sebuah kompleks perumahan yang terletak agak
jauh dari pusat kota, sehingga pemandangan disini masih relatif alami, masih
hijau dan banyak pohonnya, rumah-rumahnya termasuk kelas menengah ke atas.
“Nah kita sudah sampai nih !” kata Pak Dahlan ketika mobil berhenti di sebuah
rumah bertingkat dua dengan pintu gerbang tinggi.
Pak Dahlan membunyikan klakson dan pintu kemudian dibuka oleh seorang pria
tua berumur 60an. Punggung pria itu bongkok seperti punuk onta mirip Quasimodo
dalam kisah hunchback from Notredame, wajahnya pun tidak bersahabat dengan mata
sipit sebelah yang memberi kesan licik. Echa yang risih dengan kemunculan si
bongkok itu buru-buru menepis tangan-tangan yang menggerayanginya dan
membereskan pakaiannya yang tersingkap sana-sini. Echi juga buru-buru melepas
emutannya begitu tahu ada orang lain yang membukakan pintu. Akhirnya dia bisa
mengambil udara segar lagi sambil mengancingkan lagi bajunya yang sudah
terbuka.
“Itu Jafar, tukang kebun dan penjaga disini, ntar kalian juga kenalan sama dia
kok” kata Pak Dahlan.
Dari halaman depan mobil terus melaju memasuki garasi. Pak Dahlan menggandeng
tangan Echa ke kamarnya, sepertinya pria tambun itu sudah tidak sabaran lagi
menikmati kehangatan tubuhnya. Robert mengikutinya dari belakang sambil memapah
Echi. Mata si bongkok Jafar nampak nanar memandangi dua dara kembar itu apalagi
tangan jahil Robert mengelusi pantat Echi. Rumah Pak Dahlan walaupun tidak
terlalu besar namun cukup menarik, beberapa lukisan tergantung di dindingnya
sehingga terkesan elegan. Di tempat ini Pak Dahlan tinggal sendiri hanya dengan
Jafar yang bertugas menjaga rumahnya, si bongkok itu juga masih famili jauhnya dari
kampung. Pak Dahlan sudah lama bercerai dengan istrinya yang membawa serta
seorang anaknya, sedangkan seorang lain yang ikut dengannya sudah bekerja di
kota lain.
Mereka pun akhirnya memasuki kamar Pak Dahlan di lantai dua yang didominasi
warna krem dari wallpapernya dan perabotan bergaya klasik.
“Kita mandi dulu yah Ron, anggap aja rumah sendiri !” kata Pak Dahlan sambil
membawa masuk Echa ke kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya.
Robert menghempaskan tubuh Echi di ranjang empuk itu oleh Robert dan tanpa
buang waktu lagi diterkamnya gadis itu.
“Aahh…jangan Pak, tolong hentikan, saya mohon ahh !” rintihnya ketika Robert
menggumulinya dengan kasar dan bernafsu.
Rok hitam Echi sudah terangkat sampai pinggang sehingga paha mulus dan celana
dalamnya yang berwarna biru muda itu terlihat kemana-mana. Robert mengunci
kedua pergelangan tangan Echi diatas kepala gadis itu dengan tangan kirinya,
sementara tangan kanannya mengelus pahanya dan selangkangannya yang masih
tertutup celana dalam. Wajah mereka sangat berdekatan, Echi tegang sekali
melihat pandangan mata Robert yang penuh nafsu binatang apalagi ditambah
wajahnya yang jelek itu, dia hanya bisa memelas lewat tatapan matanya yang
sembab oleh airmata.
“Seumur-umur akhirnya bisa juga saya main sama cewek kembar cantik kaya gini
hehehe” ujarnya sambil tertawa mesum “Non sebaiknya nurut aja yah supaya kita
sama-sama enak dan ga perlu kuatir lagi tentang nilai atau rekaman bugil Non Echa
tadi”
Echi benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dalam situasi paling sulit dalam hidupnya itu, dilema yang luar biasa yang baru pernah dialaminya. Tiba-tiba wajah Robert maju menciumi bibir mungilnya dengan kasar, sia-sia dia menghindar dengan ruang gerak sekecil itu hingga akhirnya Robert kembali melumat bibirnya. Tangan kanannya menarik celana dalamnya ke bawah hingga betis kemudian jari-jarinya mulai bermain-main di vaginanya. Lidah Echi yang berusaha menolak lidahnya justru semakin membuatnya bernafsu mencumbunya. Beberapa saat lamanya Robert terus menciumi bibirnya dan menggosok-gosok bibir vaginanya. Nafas Echi semakin berat dan terpaksa pasrah saja, jari-jari Robert yang ditusuk-tusukkan ke vaginanya sadar atau tidak telah membangkitkan libidonya. Menyadari perlawanan korbannya melemah, Robert menyerang daerah lainnya, kancing kemeja gadis itu dia buka semuanya, bra dengan pengait di depan itu sudah lepas sejak di mobil tadi dan belum dikaitkan kembali sehingga payudaranya langsung terekspos begitu bajunya dibuka. Echi menutupi buah dadanya dengan menyilangkan tangan, namun Robert mencengkram kedua pergelangan tangannya dan melebarkannya ke samping badan. Dia memejamkan mata dan menangis, Hendra, pacarnya saja belum pernah menyentuhnya, tapi seorang penjaga kampus bertampang buruk dan seusia ayahnya malah sudah meremas, menjilati dan mengenyotnya.
“Sssrrreepp…ssluurp !” demikian bunyi suara hisapan Robert pada kedua
payudara Echi secara bergantian.
Gadis itu menggeliat-geliat dengan suara-suara memelas minta dilepaskan yang
hanya ibarat menambah minyak dalam api birahi pemerkosanya. Cukup lama Robert
menyedoti payudara Echi sehingga meninggalkan bekas cupangan memerah pada kulit
putihnya dan jejak basah karena ludah. Jilatannya menurun ke perutnya yang rata
sambil tangannya membuka resleting roknya serta memelorotinya hingga lepas.
‘Tidak…jangan Pak, jangan !” ucap Echi memelas sambil merapatkan kedua belah
paha ketika Robert mau menjilati vaginanya.
Robert hanya menyeringai dan membuka paha Echi dengan setengah paksa lalu
membenamkan wajahnya pada vagina gadis itu. Tubuh Echi menggelinjang begitu
lidah Robert yang panas dan kasar itu menyapu bibir kemaluannya, bagi Echi
lidah itu adalah lidah pertama yang pernah menyentuh daerah itu, tubuhnya
menggelinjang dan darahnya berdesir merasakan sensasinya. Robert berlutut di
ranjang dan menaikkan kedua paha Echi ke bahu kanan dan kirinya sehingga badan
gadis itu setengah terangkat dari ranjang, dengan begitu dia melumat vaginanya
seperti sedang makan semangka.
“Sudahhh Pak…ahh…aahh !” desah Echi memelas saat lidah Robert masuk
mengaduk-aduk bagian dalam vaginanya.
Sekalipun hatinya menolak, tubuhnya tidak bisa menolak rangsangan yang
datangnya bertubi-tubi itu. Harga diri dan perasaan bersalah pada pacarnya
bercampur baur dengan birahi dan naluri seks.
Sekitar seperempat jam Robert memperlakukan Echi demikian, dengan lihainya
dia menyedot dan menjilati klitoris gadis itu menghanyutkannya dalam permainan
liar ini.
“Eenngghh…aaahh !” Echi pun akhirnya mendesah panjang dengan tubuh mengejang.
Robert melahap cairan orgasme Echi dengan rakus sampai terdengar suara
menghirupnya, dia menyedoti bibir vagina Echi sehingga tubuhnya makin
menggelinjang. Orgasme pertama begitu dahsyat baginya sehingga membuatnya
takluk pada pria itu.
“Enak kan Non, hehehe !” seringai Robert dengan mulut belepotan lendir.
Robert mengangkat kepala Echi dan kembali melumat bibirnya sehingga Echi dapat
merasakan cairan kemaluannya sendiri. Sesaat kemudian dia buru-buru membuka
pakaiannya sendiri dan mulai ambil posisi di antara kedua belah paha Echi dan
menggesekkan kepala penisnya ke bibir vagina Echi.
“Jangan Pak, saya gak mau” kata Echi menghiba.
“Sstt !” Robert menempelkan jari di bibirnya “jangan ribut terus, Bapak minta
kamu ridho yah demi nilai dan saudara kamu !”
Robert mulai menekan penisnya memasuki vagina Echi. Air mata gadis itu meleleh
karena sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mempertahankan
kehormatannya. Dari kamar mandi dekat situ sesekali terdengar suara erangan
bercampur suara gemericik shower, pastilah saudara kembarnya itu mengalami
nasib yang sama dengannya.
“Sakit…aahh…hentikan Pak, tolong aahh !” rintihnya terengah-engah ketika Robert
memaksakan penisnya memasuki vaginanya yang masih sempit.
Kepala penisnya yang disunat itu sudah terbenam, ditekannya lebih dalam dan
paha Echi dibentangkannya lebih lebar. Robert menekan-nekankan penisnya sambil
melenguh karena kemaluan gadis itu masih sangat sempit.
“Aaahh…perih !” rintihnya sambil meronta.
Robert sudah benar-benar kesetanan, dia tidak peduli dengan Echi yang kesakitan
malah ekspresi wajah Echi membuatnya makin bernafsu.
“Aakhhh !” jerit gadis itu begitu Robert menghentakkan pinggulnya agak kuat
sehingga penisnya masuk lebih dalam dan mengoyak selaput daranya.
Rasa perih melanda kemaluannya sampai tangannya meremas kuat-kuat sprei di
bawahnya, tubuhnya mengejang dengan mata membelakak. Dia tidah pernah
membayangkan kegadisannya direnggut paksa oleh penjaga kampus amoral itu.
“Hmm…saya paling suka ngebobol memek perawan seperti Non ini, sempit dan enak
!” celoteh Robert sambil memulai gerakan memompanya.
Echi memejamkan matanya yang berair dan menggigit bibir, dia merasakan sesak
sekali di bawah sana, batang keras berurat itu terasa sekali menggesek dinding
vaginanya.
Setelah belasan pompaan diselingi sodokan keras, rasa sakit yang dialami Echi
sekonyong-konyong berubah menjadi sensasi erotis yang membuatnya melayang.
Rintihan kesakitannya makin terdengar seperti erangan nikmat. Libido kini
semakin menguasai hati dan pikiran Echi, dia memang merasa bersalah sekali dan
berkali-kali dalam hatinya meminta maaf pada Hendra, pacarnya dan Echa, kakak
kembarnya karena tidak sanggup lagi menahan diri terhanyut. Genjotan Robert
yang makin kasar membuat tubuhnya berguncang-guncang, payudaranya pun ikut
bergetar. Kini Robert menindih tubuhnya, memeluknya dan mencumbu mulut Echi
yang terbuka dan mengeluarkan desahan. Echi kini pasrah menerima lidah Robert
yang bermain-main di mulutnya bahkan lidahnya juga turut saling menjilat dengan
lidah kasar penjaga kampus itu. Percumbuan itu membuat nafasnya makin naik
turun dan wajahnya makin memerah. Mau tidak mau birahi Echi pun naik apalagi
sambil menggenjot Robert terus menggerayangi tubuh mulusnya terutama payudara,
paha dan bongkahan pantatnya.
“Uhh-uhh…bener-bener masih seret, ini uenaknya memek perawan !” puji Robert
ditengah genjotannya.
Batang kemaluan Robert keluar masuk dengan cepat menggesek dinding vaginanya.
Tanpa disadari kedua lengan Echi memeluk tubuh Robert yang menindihnya,
perkosaan ini telah menghanyutkannya tanpa dapat ditolak.
Tak lama kemudian Echi merasa pandangan matanya berkunang-kunang, dari dalam
tubuhnya serasa ada suatu gelombang dahsyat yang tidak bisa ditahannya sehingga
membuat tubuhnya menegang, perasaan ini jauh lebih dahsyat daripada sebelumnya
tadi, dia tidak bisa tidak mengerang. Tangannya yang saling genggam dengan Robert
mencengkram semakin erat dan dari mulutnya terdengarlah desahan panjang
orgasme. Melihat korbannya orgasme, Robert makin bergairah menggenjotnya, dia
berusaha menyusulnya, kemaluan mereka yang bertumbukan menghasilkan bunyi
kecipak akibat cairan orgasme yang dikeluarkan Echi ketika klimaks. Cairan yang
membasahi selangkangan itu bercampur dengan darah keperawanan Echi sehingga
terlihat agak merah.
“Aahh…ahh…keluar Non, Bapak keluar juga, uuggghh !” lenguh Robert ketika
menyemburkan spermanya yang hangat dan kental di dalam rahim Echi.
Semprotan cairan itu makin lemah seiring dengan pompaan Robert yang mulai turun
kecepatannya. Echi terkapar lemas di ranjang, keringat telah membasahi tubuhnya
beserta kemeja putih yang masih melekat di tubuhnya itu. Nafasnya
terputus-putus membuat kedua gunung kembarnya ikut turun naik. Robert masih
menindih tubuhnya menikmati sisa-sisa klimaksnya. Kamar yang tadinya berisik
karena suara bercinta itu sementara hening dan hanya terdengar suara nafas
terengah-engah.
Kita tinggalkan dulu Echi dan Robert sejenak untuk melihat keadaan
kembarannya, Echa dan Pak Dahlan di kamar mandi. Tempat berlantai marmer coklat
itu tidak besar, ada sebuah toilet duduk bersebelahan dengan bak air, di
seberang kloset terdapat wastafel yang di sebelahnya ada sebuah tempat shower
bertirai plastik. Begitu pintu kamar mandi ditutup, pria tambun itu langsung
memeluk Echa dari belakang, tangannya langsung menyingkap roknya dan membelai
naik pahanya menuju ke selangkangan.
“Ayo Echa sayang, Bapak ga mau ngeliat kamu menikmati dengan terpaksa gitu,
Bapak pingin kamu sepenuh hati, ntar kesana-kesana nilainya pasti Bapak
bantuin” katanya dekat telinga Echa.
“Ihh…lepas…lepasin !” gadis itu meronta dan menyentakkan tubuh hingga terlepas
dari dekapan Pak Dahlan “denger yah Pak, jangan sembarangan panggil saya sayang
dan ga usah peluk-peluk gitu, saya juga bisa buka baju sendiri !”
Pak Dahlan cengengesan saja mendengar omelan Echa
“Ok, fine, kalau gitu silakan lakukan sendiri, saya tunggu nih !” katanya
sambil duduk di tutup kloset.
“Jadi anda menikmati memancing di air keruh, memanfaatkan gadis-gadis tidak
berdosa untuk nafsu setan anda ini !” ucap Echa ketus sambil dengan berat
membuka satu-persatu pakaiannya.
“Yah, bisa dibilang gitu, sebagian dari mereka ada yang datang sendiri
menyerahkan diri, ada juga yang terpaksa, tapi akhirnya sih sama aja, soalnya
mereka juga menikmati kok hehehe” pria itu tertawa mesum menyaksikan tubuh Echa
yang semakin telanjang.
“Nggak tau malu !” Echa dengan geram melemparkan celana dalamnya yang baru
lepas ke wajah Pak Dahlan.
Pak Dahlan hanya cengengesan mengambil celana dalam itu dan mengendusinya,
celana dalam itu bahkan dia masukkan ke kepalanya seperti kupluk.
“Eemm…wangi, saya suka wanita galak seperti kamu, bikin saya tertantang untuk
menjinakkan” ujarnya seraya menggerakkan telunjuk memTessalnya mendekat.
Dengan jantung berdebar-debar, Echa menuruti saja permintaannya karena tidak
ada pilihan lain. Dia kini berdiri telanjang di depan Pak Dahlan dengan tangan
menutupi auratnya. Bulu kuduknnya merinding merasakan tangan kasar pria itu
mengelusi pinggir tubuhnya dari pinggang, paha, lalu mengarah ke selangkangan.
Pria itu menyingkirkan telapak tangan yang menutupi kemaluannya, matanya
menatap nanar kemaluan yang berbulu jarang dan halus. Echa sendiri merasa
tegang, walau sebelumnya dia pernah telanjang di depan Fredy sehingga terlibat
oral seks dan petting.
“Sini, duduk sini !” perintah Pak Dahlan sambil menepuk pahanya sendiri “jangan
nyamping gitu dong, ga enak, hadap-hadapan ayo!” katanya lagi menyuruh Echa
mengubah posisi duduknya yang menyamping.
Echa terpaksa harus membuka pahanya agar bisa duduk di pangkuan pria itu sesuai
yang dimintanya.
Tangan pria menaruh kedua tangannya pada kedua pahanya, lalu dielusi keatas
hingga tangannya mencaplok kedua payudaranya. Echa mendesis saat tangan itu
meremasi kedua gunung kembarnya. Jari-jari gemuk itu memilin-milin dan memencet
putingnya sehingga benda itu semakin mengeras saja. Kemudian mulutnya mendekati
payudara yang kiri dan menciuminya, kumis kasar pria itu menggelitik
payudaranya belum lagi mulutnya menghisap-hisap seperti sedang menyusu. Tangan
kanannya merambat turun ke arah vaginanya. Echa tersentak seperti kesetrum
ketika jari Pak Dahlan mengelusi bibir vaginanya, kakinya mau merapat menahan
geli, tapi tidak bisa karena terhalang paha gemuk pria itu. Mulut Pak Dahlan
berpindah-pindah melumat payudara kanan dan kiri gadis itu sambil tangan
kanannya mengelus-elus kemaluannya yang makin berlendir. Sekalipun berusaha
untuk tidak menikmati, toh pertahanan Echa bobol juga karena serangan erotis
yang gencar dari Pak Dahlan.
“Sudah Pak, hentikan…ahhh…emmhh !” gadis itu tidak bisa menahan desahan sambil
memegangi kepala Pak Dahlan yang sedang menyusu.
Tubuh Echa makin berkelejotan terutama setelah Pak Dahlan memasukkan jari-jari gemuknya ke vaginanya dan meliuk-liuk di dalam seperti cacing. Ciuman Pak Dahlan pun semakin merambat naik ke pundak, leher, telinga, mengarah ke mulutnya. Echa memalingkan wajah menolak dicium namun pria itu menahan kepalanya sehingga ciumannya tak bisa dihindari lagi, tubuhnya meronta sebagai penolakan dicium pria itu, tapi tetap tidak mampu karena pria tambun itu memeluknya dengan erat. Lidah Pak Dahlan terus menjilati bibir tipisnya memaksa masuk ke mulutnya, ketika telah berhasil masuk lidah itu langsung menjilati rongga mulutnya, secara refleks lidah Echa pun ikut meronta. Dengan permainan lidah seperti itu ditambah lagi dengan jari-jari yang bergerak liar pada vaginanya, Echa pun bangkit nafsunya, bahkan kini dia memberanikan diri memeluk pria itu. Erangan tertahan terdengar dari mulutnya saat Pak Dahlan mengerakkan jarinya keluar masuk liang vaginanya. Ciuman Pak Dahlan merambat turun lagi ke lehernya yang jenjang, kulitnya yang putih mulus itu dihisapnya hingga menggelinjang, namun Echa bersyukur juga bisa mengambil udara segar setelah percumbuan yang cukup lama dan panas itu. Pak Dahlan juga menarik keluar dua jari yang memasuki vaginanya, cairan yang belepotan di jari itu dia oleskan pada puncak payudara kanannya untuk selanjutnya diemut-emut. Puting Echa sudah benar-benar mengeras akibat dirangsang terus daritadi.
“Kita mandi dulu yuk, biar segar !” ucap Pak Dahlan seraya menurunkan tubuh Echa
dari pangkuannya dan menuntunnya ke arah shower.
Pria itu menyalakan air hangat yang mengguyur tubuh telanjang Echa, kemudian
dia membuka bajunya sendiri, kecuali celana dalam Echa yang dia pakai sebagai
kupluk di kepalanya. Terlihatlah perutnya yang bulat dan penisnya yang
berukuran 17cm dan berdiameter tebal, benda itu sempat membuat Echa tertegun
membayangkan benda itu akan segera mengaduk-aduk vaginanya. Setelah membuka
baju, pria itu pun ikut masuk ke daerah shower.
“Kamu cantik sekali Sel !” ucapnya dengan mengangkat wajahnya yang tertunduk
dan mengusap rambut basahnya ke belakang, dipandangnya wajah cantik yang sudah
basah itu dalam-dalam.
Echa diam saja walau pandangan matanya masih tajam menyisakan kemarahan dan
kebencian, dia merasa mandi dengan seekor babi hutan, tangannya terkepal keras,
ingin rasanya dia meninju atau menampar bajingan berkedok dosen ini, atau
bahkan membunuhnya kalau saja dia tidak mengingat adik kembarnya dan rekaman
bugilnya. Karenanya dia hanya pasrah ketika Pak Dahlan mendekapnya dari
belakang., pria itu memberikan ciuman di pundak dan lehernya sementara
tangannya menggerayangi tubuhnya dengan gemas. Echa dapat merasakan penis yang
sudah mengeras itu bersentuhan dengan pantatnya.
Tangan Pak Dahlan meraih botol sabun cair, membuka tutupnya dan menumpahkan
isinya pada tubuh Echa. Setelah dirasa cukup, dia taruh botol itu pada
tempatnya dan mulai menggosok tubuh gadis itu dengan telapak tangannya.
Mula-mula dia menggosok leher, bahu, pundak lalu berlanjut ke depan ke perutnya
lalu naik ke buah dadanya, dengan lembut tangan kasarnya menggosok dan memijat
sambil lidahnya menggelitik telinganya sehingga sadar atau tidak Echa makin
terbuai dan terangsang berat, matanya sampai merem-melek dan mulutnya
mendesah-desah. Dia harus mengakui bahwa pria yang telah menjebak dan
dibencinya ini sanggup membuatnya mabuk birahi dibanding pacarnya sendiri.
“Enngghh…!” desahnya lebih panjang ketika tangan gempal itu menyentuh
vaginanya.
Pak Dahlan menggosokkan tangannya pada daerah itu sehingga makin berbusa.
“Memeknya Bapak cuciin yah, biar bersih dan ngentotnya enak” katanya dekat
telinga Echa yang tidak menyangka kata-kata senajis itu bisa keluar dari mulut
dosen yang bahkan menjabat kepala jurusan.
Pak Dahlan memeluk makin erat tubuh Echa yang kini telah licin dan berlumuran
busa sabun. Dia menggesek-gesekkan tubuh tambunnya dengan tubuh mulus Echa yang
licin bersabun. Mata Echa sedikit terpejam ketika Pak Dahlan melakukan hal itu,
dia tak bisa menahan sensasi nikmat dari sentuhan dan belaian erotis itu.
Tidak ingin korbannya pasif, Pak Dahlan menarik wajah Echa agar bisa melumat
bibirnya. Kali ini mendobrak pertahanan mulut Echa tidak sesulit tadi, karena
mulutnya sudah setengah terbuka karena mendesah terangsang. Untuk mengurangi
rasa jijiknya Echa membayangkan berciuman dengan Fredy, dengan begitu
kecanggungannya membalas French kiss Pak Dahlan juga berkurang, bahkan kini dia
lebih berani menggerakkan tangan memeluk kepala Pak Dahlan di belakangnya.
Dibawah guyuran air hangat mereka berciuman dengan panas dalam posisi 99,
sungguh menggairahkan. Setelah puas berciuman, Pak Dahlan menyuruhnya
menunggingkan tubuhnya dengan kedua telapak tangan bertumpu di tembok. Kemudian
dia lebarkan sedikit paha gadis itu dan mulai memasukkan batang kemaluannya
dari belakang. Sadar akan segera kehilangan keperawanannya, Echa menyesal dalam
hatinya kenapa tidak dari waktu itu dia serahkan keperawanan itu pada Fredy
ketika terlibat petting dulu, sekarang sesuatu yang dijaganya itu sebentar lagi
direnggut oleh dosen bejat yang dibencinya ini.
“Aaahhh !” Echa menjerit nyaring saat penis Pak Dahlan tertekan masuk mengoyak
vaginanya..
“Pertama kali masuk emang sakit Sel, tapi Bapak jamin kamu ntar keenakan kok !”
sahut Pak Dahlan membiarkan penisnya menancap di vagina Echa agar gadis itu
beradaptasi dan dia bisa meresapi nikmatnya himpitan bibir kemaluan perawan yang
masih sempit.
Sambil memegangi pantat Echa, Pak Dahlan mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan frekuensi genjotan makin naik. Setiap pria itu menyentakkan pinggulnya, Echa mendesah keras sampai suaranya terdengar keluar, dia merasa perih dan ngilu, namun juga ada rasa nikmat bercampur di dalamnya, penis yang menyesaki liang kemaluan itu menggesek-gesek klitorisnya yang tentu saja merangsang gairahnya. Tangannya dengan liar menggerayangi tubuhnya yang licin. Pak Dahlan melenguh-lenguh seperti kerbau gila menikmati penisnya menggesek-gesek dinding vagina Echa yang bergerinjal-gerinjal. Suara mereka menyatu dengan suara siraman dan kecipak air di kamar mandi. Pinggul Echa kini malah ikut bergoyang mengimbangi sentakan-sentakan Pak Dahlan. Lama-lama Echa pun tidak tahan lagi, tubuhnya menggelinjang karena klimaks, desahan panjang terdengar dari mulutnya, dia merasakan mengeluarkan cairan dari vaginanya, tapi bukan kencing, cairan hangat itu bercampur dengan darahnya meleleh keluar selangkangannya. Selama klimaksnya, Pak Dahlan tidak sedikitpun berhenti maupun memperlambat genjotannya, sebaliknya dia semakin bersemangat melihat korbannya telah takluk. Pasca klimaks, Echa merasa tubuhnya lemas dan tenaganya tercerai berai, sebagai pria berpengalaman Pak Dahlan telah mengetahuinya, maka tangan kokohnya melingkari perutnya untuk menopang tubuh gadis itu dan dibawanya kembali dalam dekapannya pada posisi 99 sebelumnya.
Dia mundur selangkah sehingga air shower menyiram tepat di tubuh Echa
membasuh sabun di tubuhnya.
“Kamu puas kan cha ?” tanyanya
Echa tidak menjawab, dia tetap membenci pria ini walau tidak bisa dipungkiri
pria ini juga yang barusan memberinya orgasme dahsyat. Pak Dahlan lalu
melepaskan pelukannya dan membiarkan tubuh Echa yang masih lemas itu jatuh bersimpuh
di depannya. Setelah membersihkan penisnya yang berlumuran darah keperawanan
dan mematikan shower, dia perintahkan gadis itu berlutut menghadapnya dan
mengoral benda itu. Echa terpana memandangi penis hitam yang mengacung tepat di
depan mukanya, benda yang baru saja menodainya dan juga sejumlah gadis lainnya.
Suasana hening sejenak, yang terdengar hanya sisa tetesan air shower, udara di
dalam masih hangat sehingga cermin wastafel berembun.
“Ayo pegang dan masukin mulut dong, tunggu apa lagi ?” Pak Dahlan sepertinya
tidak sabaran.
Dengan gemetaran dia menggerakkan tangannya menggenggam batang itu dan
memijatnya perlahan.
“Ayo, diemut dong, Bapak kan pengen ngerasain disepong sama kamu Sel !”
ulangnya dengan mendekatkan wajah Echa ke penisnya.
Echa melirik ke atas memandang pria itu dengan marah, tapi dia tetap memasukkan
penis itu ke mulutnya karena terpaksa. Itu adalah penis kedua yang pernah masuk
ke mulutnya setelah Fredy.
Echa pun mulai mengulum penis Pak Dahlan sambil mengocoknya, dia
mengeluarkan seluruh kemampuan oral seksnya termasuk menjilat dan mengisap
sehingga pria itu bergetar dan mengerang karena nikmatnya. Kepala Echa maju
mundur selama beberapa menit ke depan, mulutnya sampai pegal karena penis yang
berdiameter lebar itu menyesakkan mulutnya. Echa merasakan kepala penis yang
disunat itu makin berdenyut-denyut dan pemiliknya juga makin mendesah.
“Telan pejunya cha, Bapak keluar nih…yah…iyah….uuhh !” desah pria itu bersamaan
dengan muncratnya spermanya di mulut gadis itu.
Cairan itu sangat kental dan aromanya sengit, Echa sudah mau memuntahkannya
namun kepalanya ditahan pria itu, sehingga dia tidak bisa menghindari sperma
itu memenuhi mulutnya, cairan putih susu itupun akhirnya tertelan olehnya. Dia
tidak bisa berbuat apapun selain cepat-cepat menelan cairan itu agar tidak
terasa di mulutnya. Dia merasa geli dan jijik, sperma pacarnya saja waktu itu
tidak ditelannya, tapi sperma pemerkosanya ini kini harus dia telan. Setelah
semprotannya selesaipun, Pak Dahlan memerintahkannya menjilati bersih batang
kemaluannya baru dilepaskan. Terpaksa dia menjilati sisa-sisa sperma pada
batang itu dan kepalanya yang seperti jamur, pasca ejakulasi, ukuran benda itu
berangsur-angsur menyusut dalam mulutnya.
Setelah ejakulasi, Pak Dahlan membantunya bangkit berdiri.
“Hebat cha, pelayanan kamu bener-bener mantap, Bapak janji bakal bantu nilai
kamu dan setiap kamu mendapat mata kuliah yang saya ajarkan Bapak jamin nilai
kamu A !” kata Pak Dahlan penuh kepuasan dengan meletakkan kedua tangan di
pundak Echa.
“Terima kasih” balas Echa dengan dingin “bagaimana dengan saudara saya ?”
“Oo…tentu-tentu, kalian akan saya bantu, asal banyak bersikap manis ke saya”
jawabnya sambil tersenyum lebar dan kembali mendekap gadis itu.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu dan suara pria di pintu memTessal si dosen
bejat itu. Pak Dahlan berjalan ke pintu sambil mengelap tubuhnya dan melilitkan
handuk itu ke pinggang. Echa bersembunyi dibalik tirai plastik kala melihat Jafar
muncul di pintu, dia memberitahu bahwa ada telepon mencari majikannya itu di
ruang tengah sana. Tanpa meninggalkan pesan apapun Pak Dahlan meninggalkannya
sendirian di kamar mandi itu. Echa baru sadar sperma tadi sempat menetes di
dagu dan lehernya, diapun kembali menyalakan shower untuk membersihkan
tubuhnya, dengan air shower itu juga dia berkumur-kumur mengurangi aroma sperma
dan penis yang masih terasa di mulutnya. Setelah selesai, diambilnya sebuah
handuk putih di dekat situ untuk mengeringkan tubuhnya. Saat itu dia teringat
lagi pada kembarannya, Echi, buru-buru dia lilitkan handuk pada tubuhnya dan
keluar kamar mandi memTessal nama kembarannya, namun di kamar sudah tidak ada
seorangpun selain baju-baju yang berceceran dan ranjang yang spreinya sudah
kusut.
Gantungan kunci penerima sinyal yang berkedip-kedip pada tasnya di meja
memancing perhatiannya. Ada yang menelepon ke HP nya yang hanya diaktifkan
getarannya, dia melihat sudah tiga miscall dan dua CHAT masuk ke HP itu. Yang
menelepon kali ini adalah pacarnya, Fredy.
“Hoi, cha, ngapain aja kok daritadi gua telepon ga ada yang angkat sih, gua
telepon si Echi punya juga gitu ?” sahut Fredy di telepon.
“Oohh…iya iya hehehe, sory abis ringtonenya lupa dinyalain lagi, tadi kan ujian
nih, sory banget yah !” jawab Echa dengan nada meyakinkan.
“Terus lu orang sekarang dimana nih ? gimana ujian tadi ?”
“Lancar-lancar aja kok Dy, sekarang lagi di kost temen sama-sama ngerjain take
home test nih”
“Ooo, ya udah, ntar malam gua juga lembur nih cha, ntar kalau ujiannya beres
kita have fun yah, stress nih gua juga”
“Ok deh, sekarang jia you yah kerjanya biar si bos seneng ke lu hehehe !”
“Lu juga yah cha, semangat belajarnya, I luv u !”
“Iya, sama gua juga, see you, bye”
Telepon pun berakhir setelah Fredy membalas salam perpisahan Echa, wajah Echa
yang sempat tersenyum sebentar kembali muram setelah sandiwara itu selesai. Dia
merasa bersalah karena baru saja membohonginya bahkan berselingkuh darinya.
Ingin rasanya dia meringkuk di pojok dan menangis sepuasnya kalau saja tidak
teringat tujuannya semula, mencari kembarannya.
Echa bergegas keluar dari kamar itu sambil memanggil nama saudaranya. Di
koridor dia mendengar suara kasak-kusuk dan desahan tertahan dari bawah. Dia langsung
berjalan ke arah tangga, baru sampai di tengah tangga dia sudah terperangah dan
menjerit kecil menyaksikan apa yang terjadi di ruang tengah, bulu kuduknya
merinding menyaksikan adegan di sebuah sofa dimana Echi sedang duduk
menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan Pak Dahlan dengan penis pria itu tertancap
di vaginanya. Sementara Robert berdiri di depannya menikmati penisnya diemut
olehnya. Di sisi lainnya, Jafar, si monster Quasimodo itu sedang asyik menciumi
dan menggerayangi buah dada Echi. Robert dan Jafar menengokkan wajah sambil
menyeringai mesum melihat kedatangan Echa, sedangkan Echi hanya bisa menatap
sayu ke arahnya karena sedang disibukkan dengan penis di mulutnya. Echi melalui
tatapan matanya seolah mengatakan ‘jangan kesini, pergi sana atau mereka juga
akan memangsamu!’ Sebagai saudara, Echa tentu saja tidak akan melakukan hal
itu, melihat kembarannya dikerjai seperti itu diapun merasakan seperti ada
kontak batin yang membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan Echi.
“Lepaskan dia Pak, kasian dia dikeroyok gitu, tolong Pak saya mohon !” seru Echi
menarik-narik lengan Robert yang sedang menikmati penisnya dioral.
Robert yang merasa terganggu akhirnya melepaskan penisnya dari Echi dan
berjalan mendekati Echa dengan wajah mesum memandangi tubuhnya yang hanya
dililit handuk. Echa sendiri sampai mundur-mundur karena ngeri melihat ekpresi
pria itu seperti binatang buas yang hendak menerkamnya, penisnya yang basah
masih tegak mengacung masih perlu dikenyangkan.
Echa terdesak sampai ke lemari TV hingga tak bisa mundur lagi, Robert
memepetnya dan menyenderkan telapak tangan kirinya ke lemari tepat sebelah
kepala Echa.
“Non udah ngenganggu acara saya sama Non Echi, sekarang Non mau ngasih saya apa
nih buat kompensasinya heh ?” katanya dekat wajahnya hingga hembusan nafas itu
terasa.
“Eengg…saya aja Pak, garap aja saya sepuas Bapak, saya cuma kasian sama saudara
saya !” jawabnya bergetar.
“Hehehe…bener-bener kasih persaudaraan yang membuat saya terharu, emang Non
yakin bakal lebih bisa muasin saya dari Non Echi ?” tanya Robert memeloroti
martabat Echa.
Saat itu perasaan Echa sungguh galau dan bimbang, pandangan matanya
berpindah-pindah antara kembarannya yang sedang dikerjai dua pria di sofa sana
dan Robert di depannya. Secara jujur tentu dia tidak rela disetubuhi oleh
penjaga kampus mesum di depannya ini, namun demi mengurangi penderitaan
saudaranya, apa boleh buat walaupun dirinya juga harus menahan malu berbuat
seperti itu di depan saudaranya sendiri. Setelah mengambil nafas panjang,
diapun meraih ujung handuk yang diselipkan sehingga handuk itu jatuh dan
terlihatlah tubuh telanjangnya yang mempesona. Lalu dia raih juga tangan Robert
dan meletakkannya di payudaranya.
“Ini yang anda mau kan Pak !” kata Echa dengan geram.
Robert menyeringai menatap wajah Echa sambil tangannya meremas payudara itu.
Mengetahui Robert sudah tergoda olehnya, Echa melanjutkan serangannya dengan melingkarkan tangannya di leher Robert dan berinisiatif mencium bibir tebalnya. Meskipun jijik, Echa memaksakan diri melakukannya, dia mengeluarkan segenap teknik berciumannya pada Robert membuat Robert takjub akan perubahan reaksi gadis ini 180 derajat. Gairah si penjaga kampus bejat itu pun ikut naik, payudara Echa yang kenyal dan berkulit lembut itu dia remasi dengan gemasnya, tangan satunya turun ke bawah membelai punggung turun ke pantatnya yang juga diremas dan ditepuk pelan. Echa membiarkan lidah Robert menjilati lidahnya, bahkan dia sendiri ikut menggerakkan lidahnya hingga saling berpagutan dengan Robert, payudaranya sengaja dia gesekkan ke dada Robert untuk memancingnya. Sedang panas-panasnya terlibat percumbuan dengan Robert tiba-tiba Echa merasa ada tangan lain yang mengelusi pantat dan pahanya juga seperti ada yang menjilat pahanya, dia membuka matanya yang terpejam dan dilihatnya si bongkok, Jafar sedang berjongkok mengelusi tubuh bawahnya, sepertinya dia sangat kagum dengan pahanya yang jenjang lagi putih mulus sehingga tak tahan menjulurkan lidah menjilati kulit pahanya. Echa merasa senang karena dengan begini dia membantu meringankan beban kembarannya, kini Echi tinggal melayani Pak Dahlan seorang masih naik turun di atas pangkuan pria itu, namun dia juga merasa bergidik membayangkan akan digumuli dua monster ini, terutama Jafar yang mirip Quasimodo dari Notredame itu.
Echa berusaha memberikan pelayanan terbaiknya agar kedua monster ini betah
bersamanya dan tidak mengeroyok saudaranya. Sekarang dia berlutut diantara
keduanya, tangan kanannya menggenggam penis Robert dan yang kiri penis Jafar.
Dia membiarkan dirinya terhanyut dalam gelombang birahi dan membuang segala
rasa jijiknya demi kembarannya. Kedua penis dalam genggamannya dihisap dan
dijilat secara bergantian.
“Huehehe…yang kakaknya ini lebih liar yah !” komentar Jafar ketika Echa
mengemut penisnya sambil tangan satunya mengocok penis Robert.
“Iya, bener-bener kakak yang baik ya, demi saudaranya dia sampai mau jadi perek
buat kita berdua gini hehehe !” timpal Robert.
“Bajingan kalian !” Echa cuma bisa berteriak dalam hatinya mendengar omongan
yang begitu merendahkannya.
Dia memilih untuk memasrahkan diri untuk diapakan saja oleh dua orang itu, yang
penting mereka lebih mengarah dirinya. Lama-lama, diapun mulai terbiasa dengan
dua batang penis hitam itu dan makin bersemangat mengoralnya.
“Wuih…sepongannya enak tenan loh !” ceracau Jafar yang penisnya sedang
dihisap-hisap dengan disertai sapuan lidah Echa.
Sebentar kemudian dia berpindah melayani penis Robert dengan cara yang tidak
jauh beda, dua orang itu telah dibuat gregetan oleh pelayanannya.
Ketika Echa sibuk mengemuti penis Jafar, Robert berjalan ke belakangnya dan
memegangi pinggangnya, dia bersiap menusukkan penisnya dari belakang. Echa yang
merasakan kepala penis itu sudah menyentuh bibir vaginanya melebarkan pahanya
seolah menyambut. Menyeruak masuklah batang itu ke vaginanya dan mulai
menggenjotnya dalam posisi doggie. Tangannya meremasi payudaranya dari belakang
sehingga makin memanaskan nafsunya. Kembali rasa nyeri mendera vaginanya,
apalagi penis Robert jauh lebih keras dan panjang dibanding Pak Dahlan, erangan
tertahan terdengar dari mulutnya yang masih sibuk mengulum penis Jafar. Echa
agak kewalahan karena ini baru pertama kalinya melayani dua pria sekaligus dan
keduanya mengerjainya dengan brutal, setiap Robert menyodokkan penisnya, penis Jafar
yang sedang dikulumnya makin tertekan ke dalam mulutnya. Tak lama kemudian,
keluarlah sperma Jafar di mulut Echa dan sekali lagi mulut Echa belepotan
sperma karena genjotan Robert membuatnya tidak konsentrasi menghisapnya
sehingga cairan itu berleleran di pinggir-pinggir mulutnya. Walaupun jijik, dia
tetap menelan habis cairan itu dan menjilati lelehan di pinggir bibirnya,
selain itu dia melakukan cleaning service yang mantap pada penis Jafar sampai
si bongkok itu blingsatan tidak karuan. Echa sendiri mulai merasakan kembali
sensasi yang tadi dirasakan di kamar mandi bersama Pak Dahlan.
“Aaahhh !” erangnya ketika mencapai klimaks, lendir vaginanya semakin banyak
sampai terdengar bunyi berdecak dari tumbukan dua alat kelamin mereka.
Echi yang kini sedang ditindih tubuh gemuk Pak Dahlan dapat melihat jelas di
depan matanya saudara kembarnya yang rela beradegan panas seperti seorang
wanita haus seks demi meringankan bebannya. Air mata Echi makin mengalir menyaksikan
pengorbanan itu, sementara dia sendiri sedang menerima sodokan-sodokan penis
Pak Dahlan. Sambil tetap menggenjot, Pak Dahlan mendekatkan wajahnya ke Echi
dan menciumi bibir mungilnya dengan ganas. Mau tidak mau Echi harus melayani
permainan lidah Pak Dahlan yang liar.
“Eemmhh….eengghh !” desahnya tertahan ditengah gempuran-gempuran Pak Dahlan.
Tangan gempal pria itu membelai paha dan pantatnya, kadang diselingi remasan
dan cubitan gemas yang mempermainkan nafsunya. Echi sudah sangat lelah karena sejak
tadi disetubuhi sampai dia pasrah mau diapakan saja, keringatnya sudah
membanjir membuat tubuhnya basah mengkilap, vaginanya pun terasa panas karena
terus bergesekan dengan penis pria-pria yang menyetubuhinya. Setelah sepuluh
menitan dalam posisi demikian, Pak Dahlan bangkit sambil mengangkat tubuh Echi
tanpa melepas penisnya, dia membaringkan diri telentang sehingga perutnya
terlihat makin bulat, otomatis Echi sekarang terduduk di atas penisnya.
“Ayo, sekarang kamu dong yang goyang, Bapak cape nih goyang terus !”
perintahnya sambil tangannya meraih satu payudara gadis itu.
Echi pun mulai menggerakkan tubuhnya naik turun sehingga Pak Dahlan nampak
sangat keenakan. Sambil menikmati goyangan Echi, tangannya menjelajahi
lekuk-lekuk tubuhnya yang indah, yang paling sering diremas adalah kedua
payudaranya itu karena sangat menggemaskan ketika terguncang-guncang seirama
gerak naik-turun pemiliknya. Echi mendesah tak karuan merasakan penis itu
menusuk-nusuk vaginanya yang masih sempit. Matanya melihat tidak jauh dari
situ, Echa sedang disetubuhi si bongkok, Jafar di atas lantai beralas karpet
itu, tubuhnya bersandar pada Robert yang mendekapnya dari belakang sambil
menggerayangi payudaranya dan menciumi lehernya. Tangan Echa nampak sedang
memijati penis Robert. Jafar bersemangat sekali menggenjot Echa, beberapa kali
dia menyodok dengan keras sehingga tubuh Echa tersentak dan mulutnya menjerit. Echi
tidak tahan melihat adegan itu lama-lama, insting sebagai saudara kembar
membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan saudaranya yang malah menambah
deritanya. Untuk mengalihkan itu dia memilih lebih berkonsentrasi pada pria di
bawahnya itu. Dia makin gencar menggoyang-goyangkan pinggulnya hingga tubuhnya
mulai mengejang lagi.
“Yah…terus goyangnya, Bapak juga dah mau !” desah Pak Dahlan dengan mempererat
cengkramannya pada payudara Echi.
Mereka pun akhirnya orgasme bareng, suara desahan mereka terdengar memenuhi
ruang tengah. Sperma Pak Dahlan berlelehan diantara bibir vagina Echi dan penis
Pak Dahlan yang masih terbenam disana.
“Hehe…liat tuh adik Non hebat juga ngentotnya, Non juga jangan mau kalah
hayo !” ejek Robert.
“Iya ayo, cewek kembar sama cantiknya, ngentotnya juga harus sama jagonya !” si
bongkok itu menimpali.
Kata-kata itu membuat hati dan telinganya panas, ingin rasanya dia menghabisi
ketiga bajingan itu kalau saja punya kemampuan untuk itu. Tapi di lain pihak
dirinya sendiri juga terbuai oleh rangsangan-rangsangan dari mereka. Tak lama
kemudian Jafar mengerang panjang, ia telah orgasme dengan meremasi payudara
kanan Echa dengan brutal sehingga Echa pun merintih kesakitan. Penis Jafar
menyemprotkan sperma banyak sekali ke rahimnya. Frekuensi genjotannya
berangsur-angsur turun dan dengan nafas tersenggal-senggal dia pun akhirnya
memisahkan diri dari gadis itu.
“Whui…puas aku ngentotin cewek cakep gini, sekarang nyoba adiknya ah !” ujar Jafar
sambil menyeka keringar di dahinya lalu menghampiri Echi yang masih terkulai
diatas tubuh tambun Pak Dahlan.
“Ja-jangan…jangan !” sahut Echa dengan tangan terjulur hendak mencegah.
“Udah, ga apa-apa Non sekarang sama saya aja !” Robert makin mendekap Echa yang
meronta.
Untuk sementara Echa boleh lega karena Pak Dahlan ternyata masih lelah sehingga dia tidak ikut menggarap Echi. Tubuh Echi sekarang telah telentang dengan kaki terjuntai diatas meja ruang tengah dari kayu dan sedang digerayangi Jafar yang berlutut di sampingnya. Si bongkok itu tengah menjilati puting Echi dan tangan satunya mengelus-elus vaginanya untuk membangkitkan kembali libido gadis itu. Ini bukannya pertama kali bagi Jafar, sebelumnya dia memang sering kebagian ‘jatah sisa’ dari wanita-wanita yang digauli majikannya yang dibawa ke rumah ini. Seperti sebuah makanan tersaji di meja, Jafar menjilat serta menciumi sekujur tubuh mulus itu dengan rakus. Tubuh Echi menggeliat-geliat karenanya. Ciuman Jafar berakhir diujung kaki gadis itu, setelah puas mengemut sejenak jari kaki Echi, si bongkok itu menyuruh Echi membalikkan badan dan menunggingkan pantat. Dengan lemas Echi mengikuti saja apa maunya, dia menungging dengan tubuh atas masih bersandar pada meja sehingga payudaranya sedikit tertekan di meja. Jafar mulai memasuki penisnya ke vagina Echi, kali ini rasa sakitnya sudah tidak seberapa lagi karena daerah kewanitaannya sudah licin dan terbiasa. Sebentar kemudian tubuh mereka sudah menyatu dan bergoyang mencari kenikmatannya.
Robert dan Echa sekarang telah berada disofa, tepatnya di belakang meja
tempat Echi sedang disodok dari belakang oleh Jafar. Ditengah sodokan-sodokan Jafar
dari belakang Echi dapat melihat di depannya Pak Dahlan sedang merokok dan
wajahnya senyum-senyum menyaksikan sepasang kembar itu dikerjai habis-habisan sementara
di sebelahnya kembarannya sedang menaik-turunkan badan di pangkuan Robert,
nampak penis Robert basah mengkilap karena lendir dari vagina Echa. Kepala Echa
menengadah ke atas dan mengeluarkan desahan, tangannya meremas rambut Robert
yang sedang mengenyoti payudaranya, pipi pria itu sampai kempot saking kuatnya
mengenyot.
“Oohh…aahh…Pak !” erangan erotis Echa mewarnai setiap hentakan-hentakan
tubuhnya membuat Robert makin bersemangat dan turut menghentakkan pinggulnya
sehingga penisnya menusuk lebih dalam.
Gerakan Echa makin liar saat di ambang klimaks, dia memutar-mutar pinggulnya
sehingga rongga kemaluannya teraduk-aduk oleh penis Robert. Akhirnya, Echa
mengerang keras dengan tubuh menggelinjang. Selama beberapa saat tubuhnya
menggelinjang hingga akhirnya melemas kembali. Namun, rupanya Robert belum
orgasme, maka dia menelentangkan tubuh Echa dengan menyandarkan kepalanya di
bantal kursi dan meneruskan genjotannya. Lendir yang keluar dari vagina Echa
sangat banyak sampai menetes sebagian ke kursi. Baru lima menit kemudian Robert
menyusul ke puncak dan menumpahkan spermanya di perut dan buah dada Echa.
Sementara di meja pun situasi semakin panas, genjotan Jafar yang semakin ganas menyebabkan desahan Echi semakin keras pula. Si bongkok itu juga meremas-remas pantat Gabyl Echi dan sesekali menepuknya. Tiba-tiba tubuh Jafar mengejang dan dari mulutnya mengeluarkan erangan, saat itulah spermanya menyemprot di dalam vagina Echi, sekali lagi monster Quasimodo itu menghentakkan pinggulnya sehingga sebagian sperma yang sudah bercampur lendir kewanitaan itu meluap keluar membasahi daerah selangkangannya. Echi merasa pandangannya makin kabur dan kesadarannya mulai hilang karena terlalu lelah digilir sejak tadi, diapun akhirnya ambruk dengan tubuh tengkurap di meja dan tubuh bawah terjuntai ditopang lutut. Dia baru bangun saat merasakan air hangat menerpa tubuhnya, berangsur-angsur dia sadar dan menemukan dirinya di kamar mandi sedang diguyur shower bersama Jafar dan Robert, sekali lagi mereka menggumulinya sambil memandikannya. Baru sekitar jam sembilan malam, Pak Dahlan mengantarkan mereka pulang ke kostnya dekat kampus. Echa sempat diperkosa sekali lagi oleh Robert di jok belakang dalam perjalanan dan Echi yang kini duduk di depan menjadi korban tangan jahil Pak Dahlan yang menggerayanginya hingga tiba di kost.
Si kembar pulang dengan rasa sakit di seluruh tubuh dan kenangan pahit yang membuat mereka kehilangan kegadisannya. Hal itu juga menjadi awal mereka menjadi budak seks Robert dan Pak Dahlan. Belakangan dari Pak Dahlan mereka tahu bahwa Robertlah yang mengatur kejadian di ruang kepala jurusan itu termasuk ide menyalakan webcam untuk mengabadikan tubuh telanjang Echa yang menjadi bagian dari rencana jahatnya. Kini mereka harus siap memberi jatah jika diminta penjaga kampus bejat itu kapanpun dan dimanapun. Sepasang bidadari kembar ini telah menambah panjang daftar korban Robert yang akan terus bertambah.
Comments
Post a Comment