THE ADVENTURE OF ROBERT Part 5
Sore, jam 4:30, di Universitas XXX, gedung D, tempat perkuliahan fakultas Komunikasi, kuliah terakhir selesai sejam yang lalu, tempat itu sudah 90 persen kosong karena sebagian besar dosen dan mahasiswanya sudah pulang. Robert baru saja selesai menyapu di lantai tiga, dia berjalan membawa sapu dan ceruk hendak turun dan beristirahat di ruangnya. Ketika melewati ruang jurusan dia mendengar suara desahan disertai rintihan kecil, semakin mendekati ruangan itu, semakin jelas pula suara-suara itu terdengar. Seringai mesum muncul di wajah kasarnya, ‘mangsa baru’ demikian yang langsung terlintas dalam pikirannya. Mengendap-endap dia mendekati ruangan itu, namun…’sialan’ katanya dalam hati, jendela itu yang bagian atasnya kaca bening tertutup tirai. Akalnya jalan, buru-buru dia ke menuruni gedung itu menuju gudang, sapu dan ceruk itu ditaruhnya lalu diambilnya sebuah bangku tinggi dan segera kembali ke tempat tadi. Dengan hati-hati dia menaiki bangku itu tanpa menimbulkan suara mencurigakan, melalui lubang angin lah dia dapat melihat sumber suara itu.
Mata Robert yang cekung ke dalam itu melotot menyaksikan apa yang dilihatnya. Di atas sofa, Pak Dahlan, dosen sekaligus ketua jurusan Komunikasi sedang mencumbui payudara seorang gadis cantik berjilbab. Si gadis duduk di pangkuannya dengan kaos dan cup bra tersingkap ke atas, kepalanya menengadah dengan mata terpejam sesekali mendesah. Tangan Pak Dahlan memasuki rok gamis gadis itu mengelusi paha putih mulusnya, sebentar kemudian tangannya keluar dari rok itu, kali ini beserta sebuah kain warna putih, oh rupanya dia menarik lepas celana dalam gadis itu. Si gadis juga menggerakkan kakinya membantu celana dalam itu lolos. Setelah celana dalam itu jatuh ke lantai, Pak Dahlan melumat bibir mungil gadis itu, mereka saling kecup, lidahnya pun saling sedot, tangan Pak Dahlan meremasi payudara montok gadis itu, sedangkan tangan gadis itu melingkari punggung Pak Dahlan. Mereka demikian hanyut dalam birahi sampai tidak tahu sepasang mata sedang menintip mereka bahkan memotret mereka dengan smartphone. Sungguh kontras perbedaan keduanya, si gadis berparas cantik dan bertubuh putih langsing, sementara Pak Dahlan bertubuh tambun dan berkulit sawo matang, rambutnya agak bergelombang dengan kumis di atas bibir tebalnya. Dari segi usianya, Pak Dahlan adalah duda berumur limapuluhan, sebaya dengan Robert, seusia dengan ayah si gadis itu.
Ternyata benar yang dikatakan kabar burung selama ini bahwa Pak Dahlan,
bandot tua itu, memang bisa disogok dengan ‘daging mentah’ untuk mengkatrol
nilai, dan hal ini berlaku bagi mahasiswi yang punya modal kecantikan. Akal
bulus Robert bekerja, kalau saja dia bisa mendekati bandot tua itu, tentunya
dia mempunyai koneksi dari kalangan atas yang bisa melindunginya kalau sampai
terjadi apa-apa, dengan kata lain ada backing, selain itu juga dia mungkin
dapat ikut menikmati korban si bandot tua ini sekaligus memuluskan aksi
gilanya. Sungguh rencana jangka panjang yang cemerlang, pengalaman masa mudanya
di dunia hitam membentuk dirinya untuk berpikir cepat dan jitu. Dia pun turun dari
bangku dan mengetuk pintu. Robert menunggu beberapa saat sebelum pintu terbuka,
pastilah yang di dalam sana sedang kelabakan menutupi kejadiannya. Pak Dahlan
nongol dari pintu sambil tersenyum menutupi kegugupannya.
“Eh, Pak Robert, ada apa nih, maaf ya tadi ada kerjaan yang tanggung, jadi
nunggu lama nih !” katanya sambil keluar dan menutup pintu.
“Ooo…gapapa kok Pak Dahlan, harusnya kan saya yang maaf karena udah
ngeganggu kalian”
Kata terakhir itulah yang membuat raut wajah Pak Dahlan berubah tak bisa lagi
menyembunyikan rasa bersalahnya. ‘Kalian’ ini berarti penjaga kampus itu telah
mengetahui bukan cuma dia sendiri di dalam kantornya, ditambah dia juga melihat
bangku tinggi ketika menoleh ke samping.
“Ahaha…Pak Robert ini, anda…!” katanya masih berusaha berkelit
“Tenang aja Pak Dahlan kita ini kan sama-sama laki-laki, saya ga akan
mempersulit atau memeras anda kok, malah saya ada penawaran menarik buat anda
!” Robert memotong kata-kata Pak Dahlan dan meletakkan tangannya di pundak pria
tambun itu.
“Maksud anda ?” tanyanya lagi.
Robert merangkul pundak Pak Dahlan dan menjelaskan tentang kerjasama yang
ditawarkan, dengan kelicikannya dirinya dapat menjebak dan menarik wanita yang
dia inginkan untuk menjadi budak seksnya, dan dengan kuasanya Pak Dahlan dapat
membacking dirinya seandainya satu hari nanti ada situasi darurat, dan juga
memberi bantuan informasi mengenai profil korbannya seperti korban dan nomor
yang dihubungi.
Senyum kembali mengembang dari wajah Pak Dahlan, ini namanya simbiosis
mutualisme atau hubungan saling menguntungkan namanya, begitu pikir Pak Dahlan,
berarti dia dapat mencicipi gadis-gadis lain di luar fakultas Komunikasi juga,
menyediakan informasi dan melindungi baginya masalah kecil mengingat posisinya
cukup terpandang di kampus itu.
“Pak Robert hehehe…tau gini kenapa ga cari saya dari dulu hehehe !”
Mereka tertawa-tawa dan berjabat tangan tanda terjalinnya suatu persekongkolan
jahat yang akan menghantui setiap gadis-gadis cantik di kampus itu.
“Pak, sekarang itu cewek di dalam gimana, kasian tuh nunggu lama dia !” kata Robert
“Ok deh, biar saya omong ke dia biar kita nikmati bersama, tapi janji yah,
besok kasih saya nyicipin hasil anda !” ujar Pak Dahlan dengan antusias.
“Beres deh Pak, pokoknya saya jamin Bapak juga seneng kok !”
Merekapun masuk ke dalam, Pak Dahlan memTessal gadis itu keluar dari
persembunyiannya di bawah meja kerja. Dia sempat kaget melihat ada orang lain
yang ikut masuk.
“Maaf ya zahra, mari saya jelaskan sebentar…” Pak Dahlan menjelaskan masalahnya
dan meyakinkannya agar tidak perlu kuatir skandal ini terbongkar dengan jaminan
jabatannya.
Gadis itu lalu dikenalkannya pada Robert. Dia bernama Silmi Nazhara atau zahra, 21 tahun, seorang gadis cantik berjilbab lebar atau sering disebut ukhty dengan tinggi 155 cm, berat 49 kg dan berdada 34C, lekuk tubuhnya indah bak biola ditunjang kaki yang panjang dan mulus, rambutnya berwarna hitam Panjang tertutup hijab setiap saat bahkan saat ngwee seperti saat ini, wajahnya pun cantik apalagi saat itu dia memakai soft lens abu-abu kebiruan. Terlepas dari itu semua dia adalah mahasiswi yang dikenal seorang penghafal kitab dan pintar mengaji tapi juga memiliki sisi gelap yang ternyata juga seorang ani-ani. Karena semester ini nilai UTS nya yang jeblok, dia nekad menggadaikan tubuhnya ke bandot tua yang kebetulan mengajar mata kuliah yang itu dengan tujuan memperbaiki nilainya. Zahra awalnya merasa risih harus melayani orang rendahan seperti Robert, ditambah lagi tatapan mata Robert yang penuh aura kemesuman. Dia lalu disuruh duduk di sofa diapit kedua pria itu. Robert menatap kagum bentuk tubuh Zahra yang ideal yang terbungkus gamis putih ketat dengan bawahan rok putih, putingnya nampak tercetak karena tidak sempat membetulkan letak bra-nya yang tersingkap waktu Robert datang tadi.
Robert mulai membelai lengan mulus Zahra sehingga membuatnya merinding, di
sebelah kanannya Pak Dahlan juga kembali merangkul tubuhnya. Lengannya yang
gempal masuk lewat bawah bajunya dan mencaplok payudaranya. Pak Dahlan
mencaplok bibir Zahra dan melakukan French kiss yang panas. Zahra sendiri
semakin naik gairahnya karena remasan Pak Dahlan pada payudaranya dan di
sebelahnya Robert juga sudah memegang putingnya dengan dua jari dari luar kaos
ketatnya, lalu dia menunduk mengisap puting itu sehingga liurnya membekas di
kaos kuning itu. Zahra dengan pasrah merenggangkan pahanya ketika tangan Robert
menjalar ke sana, birahinya yang belum tuntas membuatnya menerima kehadiran
tamu tak diundang itu.
“Eemmhh…mmmhh !” terdengar lenguhan nafasnya di sela-sela ciuman ketika Robert
menyentuh bagian kemaluannya yang sudah tidak tertutup celana dalam.
Robert mengangkat kaki kiri Zahra ke sofa sehingga pahanya terbuka dan
menampakkan kemaluannya yang berbulu jarang. Tidak puas cuma memainkan puting
itu dari luar, disingkapnya kaos gadis itu mengeluarkan payudaranya, segera
terlihat jempol Pak Dahlan sedang menggosok-gosok puting kanannya. Robert
memainkan vagina Zahra dengan dua jari sambil mengenyot payudara kirinya,
sementara tangan satunya mengelusi pahanya.
Tanpa melepas ciuman, tangan Zahra meraih selangkangan Pak Dahlan dari luar
celananya. Dipijatnya bagian yang sudah menggelembung itu dengan lembut.
“Hehehe…udah gatel yah Ra, bentar yah Bapak buka dulu !” Pak Dahlan melepas
ciuman untuk membuka celananya.
Zahra tertegun melihat penis Pak Dahlan yang panjangnya sekitar 17cm, hitam dan
mengacung diantara pahanya yang besar dan berbulu. Saat itu Robert juga menarik
lepas rok yang dikenakan Zahra disusul melucuti pakaiannya sendiri hingga bugil
tersisa jilbab lebar berwarna putih. Perhatiannya beralih sejenak dari penis
Pak Dahlan ke tubuh Robert yang lebih berotot dengan bekas luka di dadanya,
kulitnya hitam kasar karena sering mengerjakan pekerjaan keras dan dimakan
usia, panjang penisnya tak beda jauh dari Pak Dahlan, namun lebih gagah dan
keras, terlihat dari guratan-guratan urat di sekitarnya. Belum ditusuk Zahra
sudah merasa dirinya luluh lantak tersugesti oleh apa yang dibayangkannya
sendiri.
Zahra disuruh menungging di sofa, tangannya menggenggam penis Pak Dahlan dan
mulai menjilati kepala penisnya sesuai permintaan pria itu. Sambil mengoral Zahra
merasa ada sesuatu yang basah di bawah sana, ternyata Robert sedang menjilati
bongkahan pantatnya yang montok. Tubuh Zahra menggelinjang, apalagi waktu mulut
Robert bertemu dengan vaginanya, lidah itu beraksi dengan ganas di daerah itu
membuatnya semakin becek.
“Disepong Ra !” perintah Pak Dahlan yang langsung dituruti Zahra dengan
memasukkan penis itu ke mulutnya yang dipake buat membaca ayat2 kitab sucinya,
di dalam mulut dia mainkan lidahnya sehingga memberi sensasi nikmat pada penis
itu.
Pak Dahlan melenguh nikmat merasakan sepongan Zahra yang profesional itu,
tangannya menjulur ke bawah meraih buah dadanya yang menggantung. Kini
titik-titik sensitif tubuhnya diserang habis-habisan. Robert menyedot vaginanya
hingga mengeluarkan suara-suara ciuman. Kenikmatan itu diekspresikan Zahra
dengan semakin bersemangat mengulum penis Pak Dahlan, desahan halus terdengar
di sela-sela oral seksnya.
Sementara wajah Robert makin terbenam diantara bulu kemaluan tipis milik
ughti, dengan jarinya dibukanya bibir vagina itu memperlihatkan bagian dalamnya
yang merah basah. Dia lalu menjilati klitorisnya dengan rakus. Zahra makin
menggelinjang dan menggoyangkan pantatnya akibat sensasi yang ditimbulkannya. Robert
sangat menikmati vagina itu sambil menggeram-geram penuh birahi
“Yeeaahh…enak, wangi Non, sslluurrpp…sssrrpp !!”
“Oohh…iyahhh…terus Ra, enak banget…emut terus !” Pak Dahlan juga blingsatan
karena sepongan Zahra, dia meremasi jilbab gadis itu sesekali juga payudaranya.
Tiba-tiba Zahra menghentikan sepongannya dan mengerang tertahan, dia lepaskan
sejenak penis Pak Dahlan dari mulutnya. Wajahnya terbalut jilbab meringis
karena di belakang sana Robert mendorong penisnya ke vaginanya.
“Uuhhh…pelan-pelan Pak, oohh…oohh…!!” rintihnya dengan menengok ke belakang
melihat penis itu pelan-pelan memasuki vaginanya.
Zahra merasakan vaginanya penuh sesak oleh penis itu, benda itu bahkan
menyentuh dinding rahimnya. Melayani orang seusia Robert memang bukan yang
pertama kali, karena pernah juga dia 2-3 kali melayani om-om setengah baya
dengan bayaran tujuh digit, namun mereka tidak seperkasa yang satu ini, Pak
Dahlan yang sedang dia oral pun penisnya tidak sekeras dan sepadat Robert.
Robert mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur, gesekan-gesekan nikmat
langsung terasa baik oleh yang si penusuk maupun yang ditusuk. Zahra sang ughty
menggelinjang nikmat, tubuhnya melengkung ke belakang, mulutnya mengeluarkan
erangan. Erangan Zahra lalu teredam karena Pak Dahlan menekan kepala berhijab
dan menyuruhnya mengoral penisnya kembali. Zahra pun mencoba kembali
berkonsentrasi pada penis Pak Dahlan di tengah sodokan-sodokan Robert yang
makin kencang.
“Pelan-pelan aja toh Pak Robert, ntar anu saya kegigit gimana ?” himbau Pak
Dahlan melihat Zahra agak kesulitan mengoral penisnya karena tubuhnya
berguncang terlalu hebat.
“Huehehe…maaf deh Pak, keenakan sih sampe lupa, ini saya turunin giginya deh !”
Robert terkekeh lalu mulai mengurangi sedikit kecepatannya.
Dengan begitu Zahra bisa lebih nyaman melayani penis Pak Dahlan sambil
mengimbangi gerakan Robert. Zahra mengkombinasikan hisapan dengan kocokan dan
belaian pada batang dan puah pelir Pak Dahlan.
Pria itu merem-melek menikmati pelayanan gadis berjilbab lebar itu, tak lama kemudian dia merasa sudah mau keluar, penisnya berdenyut-denyut semakin cepat sehingga dia menggeram, dan akhirnya cret…cret…muncratlah spermanya ketika Zahra sedang mengocok sambil menjilatinya. Cairan putih kental itu membasahi wajah dan jilbabnya, lalu Zahra kembali memasukkan benda itu ke mulutnya sehingga semprotan berikutnya tertelan olehnya, dihisapnya dengan bernafsu sampai batang itu berangsur-angsur berkurang ketegangannya, lidahnya membersihkan benda itu sampai benar-benar bersih. Kemudian Zahra melepaskan sepongannya dan wajahnya terangkat, namun tangannya masih menggenggam batang penis itu, nampak dia menggerakkan lidah menjilati sperma di sekitar bibirnya. Pak Dahlan bersandar lemas pada sofa setelah mencapai klimaksnya, dia membuka bajunya sendiri karena kepanasan sehingga perutnya yang bulat dengan dada yang sedikit berbulu itu terlihat. Tubuh hitam kedua pria itu terlihat kontras dengan tubuh Zahra yang putih mulus. Di tubuh Zahra sendiri kini hanya tersisa bra dan kaosnya yang sudah tersingkap.
Di belakang sana, Robert kembali menaikkan tempo genjotannya, tangannya yang
tadi cuma berpegangan pada pinggangnya menjalar ke depan meremasi dua
payudaranya.
“Oooohhh…aaahhh….eehhmm…Pak !” suara lirih keluar dari mulut gadis itu setiap
kali Robert menyodok-nyodokkan penisnya.
Cairan pelumas dari vagina Zahra makin banyak sehingga penis Robert yang sedang
keluar-masuk di sana semakin lancer. Perasaan nikmat menjalari tubuhnya hingga
akhirnya membobolkan pertahanannya. Tubuhnya mulai mengejang seiring nafasnya
yang makin memburu. Sebuah erangan panjang menandai orgasmenya. Serangan Robert
semakin ganas dan dia menyusul ke puncak beberapa menit kemudian. Spermanya
yang hangat mengisi liang kemaluannya, dia melenguh melepaskan cairan itu serta
mendekap erat tubuh Zahra hingga jatuh telungkup menindihnya. Setelah
orgasmenya reda, Robert beringsut dan duduk di posisinya semula. Zahra masih
telungkup dengan satu kaki menjuntai ke lantai, keringat membasahi tubuh dan
wajahnya, dari selangkangannya cairan itu meleleh membasahi daerah itu juga
sofa kulit di bawahnya.
Pak Dahlan mengangkat lengan Zahra dan menyandarkan punggungnya ke sofa,
dengan tissue disekanya ceceran sperma di wajah dan jilbab gadis itu. Dengan
tenaganya yang mulai pulih, Zahra meraih tas kecil yang dia letakkan di meja
dekat situ, diambilnya sesachet tissue basah untuk mengelap wajahnya agar lebih
bersih dan mengurangi aroma sperma itu. Pak Dahlan rupanya sudah ingin mencoba
vagina Zahra, disuruhnya Zahra tidur telentang di sofa dan langsung dituruti
tanpa disuruh kedua kali. Robert menawarkan pahanya pada Zahra untuk bersandar,
sehingga dia pun bisa mendekap tubuhnya. Setelah posisinya pas, Pak Dahlan
merenggangkan kedua belah paha Zahra dan menempelkan ujung penisnya pada bibir
vagina Zahra.
“Ooohh…!” desah Zahra dengan tubuh bergetar ketika penis Pak Dahlan mulai
memasukinya.
Tangannya meraih telapak tangan Robert dan meletakkannya di payudaranya
seakan-akan meminta diremasi. Perlahan Pak Dahlan mulai memaju-mundurkan
pantatnya, di sisi lain Robert mendekap tubuh Zahra sambil menggerayangi
payudaranya, putingnya dia cubit pelan, sesekali digosok-gosokkannya jarinya di
sana, sesekali mulutnya juga nyosor melumatnya sehingga benda itu makin
mengeras.
“Enak yah Non, kapan nih pertama kali ngentot ?” tanya Robert dekat
telinganya tanpa melepas tangannya dari payudaranya.
“Dulu di…sma…hhhmmmhh…enam…aah…belas tahun !” jawabnya dengan lirih
“Sekarang udah ada pacar Non ?” tanyanya lagi sambil memelintir putingnya.
“Lagi ngga…aahhh…aahh…iyah Pak…enak !”
Robert mengakhiri pertanyaannya dengan memagut bibir Zahra, dicumbunya gadis
itu dengan penuh nafsu, Demikian halnya dengan Zahra yang tengah dilanda
birahi, dia tak kalah seru membalas serangan mulut Robert sampai terdengar
suara-suara kecupan disamping desahan yang teredam, lidah Robert yang tebal dan
kasar menyapu segenap rongga mulut Zahra, air liur nampak menetes dari sudut
bibir keduanya. Pak Dahlan terus menggenjoti vagina Zahra sambil menggumam tak
jelas, terkadang dia melakukan gerakan memutar sehingga Zahra merasa
kemaluannya diaduk-aduk. Setelah puas berciuman, Robert lalu menarik lepas kaos
dan bra Zahra yang sudah terangkat hingga tak sehelai kain pun tersisa di
tubuhnya.
Robert bergeser sedikit sehingga bisa mengarahkan penisnya yang sudah
mengeras lagi ke mulut Zahra.
“Ayo Non, servis mulutnya dong !” pintanya.
Zahra pun mulai menggenggam penis itu dan mendekatkan mulutnya. Gila perkasa
banget, keras dan urat-uratnya nonjol gini, demikian kata Zahra dalam hati,
diam-diam dia mengagumi keperkasaan penis Robert yang barusan mengocok
vaginanya. Batang itu sedikit lengket karena masih berlumur sperma dan cairan
kemaluannya yang hampir kering. Zahra membuka mulut selebar mungkin untuk memasukkan
benda itu yang tidak muat seluruhnya di mulutnya yang kecil. Kemudian dia mulai
mengisapnya sambil mengocok pangkalnya yang tidak masuk mulut dengan tangannya.
Kurang dari lima menit Robert menyudahi oral seks itu, kini dia menaiki dada Zahra
dan menjepitkan penisnya yang basah diantara kedua gunung kembar itu. Payudara Zahra
yang bulat montok itu rupanya menggoda Robert untuk mencoba ‘breast fucking’,
digesek-gesekkannya penisnya diantara himpitan payudaranya. Terkadang Zahra
mengerang dan meringis menahan sakit karena Robert melakukannya dengan brutal,
belum lagi sodokan-sodokan Pak Dahlan pada vaginanya.
Pak Dahlan makin mendekati puncak kenikmatan, genjotannya semakin cepat dan mulutnya makin menceracau. Hal serupa juga dialami Zahra yang syaraf-syaraf pada organ kewanitaannya bereaksi makin dahsyat mengirimkan sensasi nikmat ke seluruh tubuhnya. Keduanya pun mencapai orgasme berbarengan, sekali lagi cairan sperma mengisi vaginanya, sampai meluber sebagian melalui pinggir bibir vaginanya. Robert yang sedang bergumul diatas dadanya bagaikan cowboy yang sedang main rodeo di atas tubuh Zahra yang terlonjak-lonjak diterpa orgasme. Tak lama kemudian spermanya menyemprot ke wajah dan dadanya. Setelah semprotannya reda, Robert menempelkan penisnya ke bibir Zahra. Tahu apa yang harus dilakukan, Zahra pun menjilati penis itu hingga bersih dan membersihkan sisa-sisa spermanya.Kedua hidung belang itu bersandar lemas pada sofa, Zahra juga terbaring melepas lelah sambil mengelap sperma di dadanya dengan jari dan dia jarinya menikmati ceceran sperma itu. Acara hari itu selesai sampai disitu, Pak Dahlan menyuruh Zahra datang lagi keesokan harinya atas permintaan Robert, Robert pun berjanji menawarkan salah satu ‘budak’nya untuk dicicipi dosen bejat itu.
Malam hari itu sekitar jam delapan, sebuah CHAT berbunyi ‘besok di lt3 tiga gedung D, jam empat sore’ masuk ke ponsel Sherin, gadis yang pernah diperkosa Robert di sebuah kelas kosong bersama sopirnya (eps. 3). Dia meneguk ludah, pasrah dengan nasibnya karena tidak ada pilihan lain baginya dibawah intimidasi Robert terhadapnya, juga dia khawatir keselamatan pacarnya yang sangat dia sayangi kalau tidak menuruti kemauan bajingan itu. Memang sebuah dilema baginya, namun tak dapat disangkal dirinya juga mulai menikmati diperkosa oleh Robert dengan gayanya yang liar itu. Selanjutnya diapun mengirim CHAT pada temannya yang berencana akan ke kafe keesokan harinya untuk berangkat duluan, dia akan menyusul belakangan karena ada urusan keluarga.
Dalam tidurnya dia bermimpi menemukan dirinya dalam sebuah ruangan dengan hanya memakai bra dan celana dalam. Tiba-tiba sepasang lengan kokoh mendekapnya dari belakang, dia tidak bisa melihat wajahnya karena suasana yang remang-remang, yang jelas tangan itu mulai menggerayangi tubuhnya. Kemudian di hadapannya muncul dua sosok lain dari keremangan itu. Wajah mereka mulai terlihat jelas, yang satunya bertubuh kurus dengan kumis tipis, yang lain tubuhnya lebih berisi dengan bekas luka di dada, keduanya cuma bercelana dalam. Dia meronta dan menjerit mengetahui orang itu adalah bekas sopirnya yang memperkosanya habis-habisan sebelum pergi, sedangkan yang satu lagi tak lain si maniak pemerkosa di kampusnya. Keduanya terkekeh-kekeh melepas celana dalam mereka mengeluarkan penis mereka yang sudah tegang. Mata mereka memandang nanar pada tubuh mulus yang hanya terbungkus pakaian dalam itu. Tangan gempal dari belakangnya menyusup ke cup branya dan bersentuhan dengan kulitnya. Kemudian kedua orang di hadapannya menarik robek pakaian dalamnya, tangan-tangan kasar itu berkeliaran di sekujur tubuhnya dan membuatnya menggelinjang hebat. Diapun terbangun dengan tubuh berkeringat dan selangkangannya sedikit basah. Jam telah menunjukkan pukul tiga dinihari, setelah meminum seteguk air, akhirnya dengan susah payah dia tertidur lagi.
Keesokan harinya, setelah selesai main basket Sherin menaruh
barang-barangnya di mobil tanpa salin terlebih dahulu. Dengan langkah berat
diapun menuju gedung D dengan pakaian timnya berupa kaos putih agak longgar dan
celana pendek ketat yang memperlihatkan paha jenjangnya. Rambutnya diikat ke
belakang agar tidak terlalu panas setelah berolahraga. Di gedung D tinggal
sedikit orang disana, disana tidak ada lift karena tempat itu memang gedung
lama dan lantainya memang hanya tiga. Makin berjalan ke atas makin sepi saja
rasanya, ketika menaiki tangga lantai dua menuju ke tiga dia dikagetkan oleh
sebuah tangan yang menepuk pantatnya.
“Huh…jaga dong sikapnya Pak, ini kan tempat umum !” gerutu Sherin dengan kesal.
“Hehehe…gitu aja marah ah !” katanya santai “yuk kita keatas, udah ditunggu tuh
!”
“Hah, apa Bapak bilang ? ditunggu ?” Sherin terkesiap “saya emang salah apa ?
kok Bapak malah buka mulut sih !” suaranya meninggi karena marah.
“Lha, Non kan sukanya rame-rame, seperti waktu sama sopir Non itu kan, jangan
sewot gitu dong !”
“Tapi kan Bapak janji ga bakal ngebuka rahasia, tapi kok gini sih !” Sherin
tambah kesal
“Heh-heh, katanya ini tempat umum kok sendirinya omong keras-keras, mau
ketahuan apa?” timpal Robert “hayo mau ke atas ga, tambah seorang aja kok, atau
mau yang lain juga ikutan tau” ancamnya
Tanpa ada pilihan lain, akhirnya Sherin pun mengikutinya ke atas. Walaupun
kesal, namun sisi lain dirinya juga mulai menyenangi dikeroyok seperti waktu
itu, dan sekaranglah dia akan kembali mengalaminya. Robert mengetuk pintu ruang
Pak Dahlan dan terdengar suara dari dalam mempersilahkan masuk.
“Nah, ini nih Pak cewek yang saya janjiin kemarin, sip kan !?”
Wajah Sherin merah padam mendengar ocehan Robert, serendah itukah dirinya,
seperti seorang pelacur yang sedang dipromosikan oleh germonya saja.
“Ini gila, aku ini anak dari keluarga baik-baik, punya cowok yang baik,
bajingan inilah yang menyeretku ke dalam lembah nista ini, tapi kok aku malah
bergairah diperlakukan tidak senonoh gini” Sherin bergumul dalam hatinya.
Pak Dahlan menatapinya sejenak dari bawah sampai atas, lalu mempersilakannya
duduk. Sherin yang masih canggung menurutinya setelah diberi syarat gerakan
mata oleh Robert. Pak Dahlan berbasa-basi dulu dengan menanyakan nama, kuliah
di fakultas apa, dan bagaimana studinya. Sherin merasa tidak nyaman dengan
tatapan pria itu yang seakan menelanjangainya sehingga selama diajak ngobrol
dia agak nervous.
“Habis main basket ya ?” tanyanya lagi yang dijawab dengan anggukan “Minum
dulu ya, biar segar !” katanya sambil bangkit ke arah dispenser dekat situ dan
mengisi sebuah gelas kecil.
Sherin menerima gelas yang disodorkan Pak Dahlan seraya mengucapkan terima
kasih. Diminumnya air itu beberapa teguk. Kemudian tangan Pak Dahlan memegang
tenguknya serta memijatnya pelan. Hal itu membuat bulu kuduknya merinding
karena tangan itu juga mengelusi lehernya.
“Gimana udah lebih enakan sekarang ?” tanyanya sambil terus memberikan
pemanasan melalui pijatannya.
Sherin terdiam tak mampu menjawab apapun, pijatan lembut pada pundak dan
lehernya itu membuatnya merasa nyaman sehabis berolahraga barusan sekaligus
membangkitkan nafsunya.
“Wah, badannya keringatan gini, dibuka aja bajunya biar ga gerah ya !” ucapnya
kalem
Mungkin karena bagusnya foreplay Pak Dahlan, Sherin tak mampu menolaknya,
malahan dia mengangkat sendiri tangannya membiarkan kaos timnya dilucuti pria
itu sampai terlihat tubuhnya yang indah dengan perut rata dan payudara yang
masih tertutup bra krem.
Pak Dahlan memandang kagum akan keindahan tubuh Sherin yang akan dia nikmati
sebentar lagi. Dia tak ingin menikmatinya terburu-buru agar lebih terasa
enaknya.
“Celananya sekalian yah Sher !” katanya lagi sambil merunduk meraih bagian
pinggang celana sport itu.
Seperti sebelumnya, kali ini pun dia pasrah celana itu diloloskan lewat kedua
kakinya sehingga kini di tubuhnya hanya tersisa satu stel pakaian dalam warna
krem dan kaos kaki dan sepatu basket. Dia menyilangkan lengan ke dada dengan
wajah memerah karena malu. Robert sejak masuk tadi masih duduk di sofa
memperhatikan gadis itu diwawancarai hingga dikerjai seperti sekarang, wajahnya
terlihat nyengir-nyengir memperhatikan adegan itu. Pak Dahlan menarik lepas
ikat rambut Sherin hingga rambutnya terurai hingga bahunya.
“Wah…wah, bener-bener kaya bidadari, Pak Robert ini pinter milih ya !” sahutnya
mengagumi kecantikan Sherin “coba berdiri Sher, ayo jangan malu-malu”
Dia melihat tubuh gadis itu tanpa berkedip, kemudian mulai mengelus pipinya,
tangannya, elusannya terus turun hingga menyusup lewat atas celana dalamnya.
Sherin menggigit bibir sambil memegangi lengan Pak Dahlan yang memasuki
celana dalamnya, tapi hanya sekedar memegangi bukannya menahan. Kata-kata
penolakan gadis itu yang hanya retorika belaka malah membuat Pak Dahlan semakin
gemas dengannya. Tangan itu mulai membelai permukaan vagina yang ditumbuhi
bulu-bulu lebat itu, semakin jauh menyentuh bibir kemaluannya.
“Sshhhh…eemmhh !!” akhirnya Sherin pun tak sanggup lagi menahan desahannya
Dengan nafsu sudah diubun-ubun, Pak Dahlan langsung memeluk gadis itu dan
menyerbu bibirnya. Lidahnya menyeruak masuk ke mulutnya yang terbuka ketika
mendesah. Jari-jari Pak Dahlan mulai terasa memasuki vaginanya dan bergerak
liar seperti ular sehingga menyebabkan daerah itu semakin becek. Erangan
tertahan terdengar dari antara percumbuan yang panas itu. Puas berciuman, Pak
Dahlan kembali mendudukkan Sherin di kursi tadi, lalu di depan gadis itu dia
membuka celananya, burungnya yang sudah bangun tadi seakan meloncat dari
sangkarnya begitu dia menurunkan celana dalamnya. Sherin terhenyak melihat
benda yang mengacung tegak mengarah ke wajahnya itu.
Pak Dahlan meraih kepala Sherin sambil tangan yang satunya menggenggam
penisnya dan mendekatkan ke mulutnya.
“Ayo, diemut yah !” pintanya.
Dengan pasrah Sherin mulai menggenggam penis itu dengan tangan bergetar,
mulutnya dia buka untuk memasukkan batang itu. Pria tambun itu menggeram nikmat
merasakan kuluman Sherin dan permainan lidahnya. Sekitar tiga menitan dia
mengoral Pak Dahlan, terdengarlah ketukan di pintu, semua di ruang itu diam
dengan mata memandang ke pintu.
“Gapapa…Non Zahra kok !” Robert memberitahu setelah mengintip lewat tirai.
“Siapa Pak !” Sherin nampak bingung dan mengambil pakaiannya yang tercecer
untuk menutupi tubuhnya
“Aah…tenang aja Sher, ntar kamu juga kenalan kok, udah ini taro lagi deh !”
kata Pak Dahlan seraya mengambil kaos dari tangan gadis itu.
Zahra agak kaget ketika melihat di ruang itu ada gadis lain yang hanya
berpakaian dalam dan dosennya dengan celana sudah melorot itu.
“Dia kesini mau ngeramein suasana, tenang aja aman kok !” Robert menjelaskan
pada Zahra.
Sementara itu Pak Dahlan kembali mengeluarkan penisnya dan medekatkannya ke
mulut Sherin. Karena waktu itu Sherin masih merasa risih, Pak Dahlan
menjejalkannya ke mulut dengan setengah paksa.
“Ayoh…gapapa kok, jangan malu-malu gitu !” katanya.
Dari belakang, Robert memeluk pinggang Zahra yang masih terbengong menyaksikan
kelakuan dosennya itu. Diciumnya leher jenjang Zahra yang tertutup jilbab
sehingga bulu kuduknya merinding dan semakin horny. Tangannya dengan lincah
melepas sabuk dan membuka resleting gadis itu, maka meluncur jatuhlah celana
jeans panjang itu memperlihatkan keindahan sepasang paha mulus dibaliknya serta
celana dalam G-string yang seksi. Telapak tangan Robert menyelinap ke balik
celana dalam itu dan memegang kemaluannya. Tubuh Zahra bergetar dan matanya
terpejam menahan nikmat terlebih ketika jari-jari Robert menggosok bibir
kemaluannya.
Hembusan nafas dan ciuman Robert membuat nafsunya makin naik. Kemudian dia
mengangkat tangannya dan melingkarkan ke belakang kepalanya. Wajahnya menengok
ke samping dan langsung mendapat pagutan panas dari Robert. Sambil berciuman, Robert
menggerakkan tangan satunya menyingkap kaos ‘lengan Panjang ketat yang
dikenakan Zahra. Tangannya pun mulai menggerayangi tubuh bagian atasnya hingga
akhirnya menyusup ke cup bra kanannya.
“Eemmpphhh…mmm !” desah Zahra tertahan setiap kali Robert mengorek liang
vaginanya dengan jarinya atau mempermainkan putingnya.
Sementara di hadapan mereka, Pak Dahlan sudah menghentikan oral seks bersama
Sherin. Sekarang pria tambun itu sedang duduk memangku Sherin yang tinggal
memakai celana dalamnya saja sambil menyusu dari payudaranya. Tangan satunya
menopang tubuh Sherin dan tangan lainnya bergerilya menyusuri keindahan
tubuhnya. Pipi pria itu sampai kempot menyedot puting Sherin, sepertinya dia
sangat gemas dengan payudara Sherin yang putih montok dengan puting kemerahan
itu. Sherin sendiri nampak mendesah nikmat dengan kepala menengadah dan mata
terpejam.
Robert menggiring Zahra ke sofa tempat kemarin bertarung, dia melepas
pakaian karyawannya hingga bugil memperlihatkan penisnya yang sudah mengeras
itu. Kemudian dia naik ke sofa menindih tubuh Zahra, kembali dia mencumbunya
dengan ganas, keduanya berpelukan erat sambil memainkan lidah masing-masing.
Berbeda dengan korban Robert lainnya yang umumnya harus ditaklukkan dengan cara
paksa, Zahra nampaknya ok-ok saja melayani si penjaga kampus ini, bahkan cukup
antusias. Dengan predikat sebagai gadis nakal semua itu tentu hanya sekedar
tambah pengalaman baginya. Dari bibir ciuman Robert merambat turun sambil
lidahnya menjilati leher dan pundaknya hingga ke payudaranya yang sudah keluar
dari cup branya. Terlebih dulu Robert melepaskan kaosnya yang sudah tersingkap,
selanjutnya dia keluarkan payudara yang satunya dari cupnya. Bra itu tetap
melingkar di dadanya, hanya saja cupnya sudah dipeloroti. Mulut Robert
mengenyoti kedua gunung itu secara bergantian, daerah itu jadi basah oleh
ludahnya.
“Aahh…ahhh…mmmhh !” desah Zahra sambil meremasi rambut Robert.
Tangan Robert turun ke bawah memeloroti celana dalam G-string itu
perlahan-lahan sambil mengelusi pahanya hingga celana itu pun akhirnya terlepas
tapi masih nyangkut di kaki kiri Zahra.
Tidak jauh dari situ, nampak Sherin yang duduk di tepi meja kerja dengan Pak
Dahlan masih duduk di kursi tadi dengan kepala terbenam di selangkangan gadis
itu. Lidah Pak Dahlan menari-nari menyapu dinding vagina Sherin, terkadang juga
menyentuh klitorisnya. Tangan kirinya menjulur ke atas memijati payudara
kirinya, sedangkan tangan kanannya mengelusi paha dan pantatnya, sesekali juga
ikut memainkan jarinya pada vaginanya. Sebentar saja badan Sherin sudah
menegang.
“Oohh…Pak, aaahh !” kedua paha mulusnya makin menghimpit wajah Pak Dahlan.
Pak Dahlan dengan rakus menyedoti cairan cintanya sampai terdengar bunyi
menyeruput. Setelah itu dia bangkit berdiri di depan Sherin yang masih duduk di
tepi meja, kaki kanannya dia buka lebih lebar dan diarahkannya kepala penisnya
ke vagina Sherin. Dia lalu menekan penisnya pada vagina Sherin yang sudah becek
itu. Sherin tersentak ketika batang itu menyeruak masuk dengan agak kasar ke dalam
vaginanya, terasa sekali benda itu menggesek dinding vaginanya yang penuh
lendir.
“Aaww…aagghh !” desahnya dengan badan tertekuk ke atas.
Pria tambun itu menyetubuhinya dengan ganas sehingga payudara Sherin nampak
tergoncang-goncang seirama hentakan tubuhnya. Matanya merem-melek merasakan
tusukan penis Pak Dahlan yang datang bertubi-tubi. Dia mengarahkan pandangannya
ke depan dan dilihatnya wajah lebar berkumis itu sedang menatapnya dengan
takjub. Pria itu terus menyetubuhinya sambil berpegangan pada kedua pahanya.
Sherin melingkarkan tangan kirinya ke leher Pak Dahlan dan tangan kanannya
bertumpu di meja.
“Ah…iyah Pak…aahh-ah-terus !” Sherin menceracau demikian secara refleks.
Sebuah benda basah yang hangat mendadak terasa menggelitik telinganya, rupanya Pak
Dahlan sedang menjilati daerah itu. Jilatan dan hembusan nafasnya di sana
membuat gairahnya semakin meledak-ledak. Selanjutnya bibir Pak Dahlan bergeser
ke pipinya, sapuan kumisnya terasa pada wajahnya yang halus hingga bertemu
dengan bibir Sherin yang tipis. Desahannya pun teredam karena mulutnya dilumat
oleh Pak Dahlan. Mulut Pak Dahlan yang lebar itu seolah-oleh ingin menelan
Sherin, lidahnya yang kasap itu menjelajahi rongga mulutnya membuatnya agak
gelagapan.
Di atas sofa, tubuh Zahra terbaring dengan kepala tertutup jilbab bersandar pada sandaran tangan, satu-satunya pakaian yang tersisa di badannya hanya bra yang cupnya sudah diturunkan, Robert yang menindihnya menaik-turunkan tubuhnya sambil menciumi lehernya. Rasa nikmat itu diungkapkan Zahra lewat desahannya, sesekali dia menggigiti jarinya sendiri, kedua tungkainya melingkari pinggang Robert seolah meminta ditusuk lebih dalam lagi. Robert meningkatkan frekuensi genjotannya sambil melenguh nikmat merasakan seretnya vagina yang menghimpit penisnya. Duapuluh menit berlalu, Robert kini mengubah gayanya. Tubuh Zahra dia baringkan menyamping, paha kirinya dia angkat ke bahu, kemudian penisnya kembali memasuki vaginanya lewat samping. Dengan begini penis itu dapat melakukan penetrasi lebih dalam. Robert melanjutkan genjotannya dan meraih sebuah payudaranya, diremasnya benda itu dengan gemas sehingga pemiliknya merintih. Tubuh Zahra maupun Robert sudah berkeringat, keduanya saling memacu tubuhnya masing-masing. Di ambang klimaks Robert makin ganas menyodoki Zahra yang orgasme tak lama kemudian, dia menggeram panjang lalu mencabut penisnya dan, crot…crot…isi penis itu berceceran di perut Zahra.
Kembali kita menengok Sherin dan Pak Dahlan di meja kerja. Mereka kini sedang dalam gaya berdiri, Sherin berpegangan pada tepi meja, dia tinggal memakai kaos kaki dan sepatu olahraganya saja, sementara Pak Dahlan menyodoki vaginanya dari belakang. Sebelumnya Sherin sudah mencapai orgasme sewaktu posisi duduk di meja, sisa-sisa cairan orgasme itu masih nampak membasahi pinggir meja. Kedua tangan Pak Dahlan mendekap dadanya, telapak tangannya menggerayangi kedua buah dada yang bergoyang-goyang itu. Sherin jadi teringat mimpinya semalam, tangan yang sedang bermain di payudaranya berjari-jari besar, persis dalam mimpinya itu, apakah mimpi itu suatu pertanda, apakah merupakan sebuah peringatan, demikian yang berkecamuk dalam pikirannya. Lamunan itu terhenti ketika ada suatu sensasi dahsyat mengalir dalam tubuhnya, semakin terasa hingga akhirnya tubuhnya mengejang hebat, dan cairan vaginanya sekali lagi membasahi selangkangannya, posisinya yang sedang berdiri membuat cairan itu meleleh ke pahanya. Bersamaan dengan itu juga terasa cairan hangat mengisi vaginanya. Pak Dahlan yang telah orgasme terus memompa Sherin dengan kecepatan makin menurun, sperma itu ikut meleleh bercampur dengan cairan kewanitaannya.
Setelah gelombang orgasme itu reda, Sherin merasa tubuhnya lemas kehilangan
topangan, mungkin sudah roboh kalau saja tidak didekap Pak Dahlan. Pak Dahlan
menarik pinggan Sherin seraya menjatuhkan diri ke kursi sehingga Sherin pun
mendarat di pangkuannya.
“Hebat Sher, makasih ya, kapan-kapan kita main lagi ok !” katanya sambil
memeluk dan menciumnya.
“Huh, dasar gendut mesum, yang kaya gini jadi dosen bukannya jadi germo, amit-amit
deh !” omel Sherin dalam hati.
Demikian setelah istirahat sebentar mereka bertukar pasangan dan pesta seks di
ruang itu berlangsung lagi sampai jam lima lebih ketika langit mulai menguning.
Zahra akhirnya berhasil mengkatrol nilainya setelah membayar dengan tubuhnya.
Hari-hari berikutnya Pak Dahlan benar-benar puas mencicipi korban-korban Robert
yang lain seperti Felicia, Jesslyn, dan Wulan. Korban itu akan terus bertambah
apalagi setelah kedua penjahat kelamin itu kini telah bersekongkol.

.jpg)
Comments
Post a Comment