THE ADVANTURE OF ROBERT Part 1
Robert 45 tahun adalah karyawan penjaga kampus sebuah kampus swasta di Jogja yang terkenal Wanita cantiknya baik mahasiswi, karyawan atau dosen mudanya. Sosoknya sedang dengan body lumayan berisi, wajahnya jauh dari tampan, hitam dan agak bopengan, matanya pun cekung ke dalam berkesan ngantuk. Masa lalunya bisa dibilang kelam, dulunya dia adalah seorang penjahat yang ditakuti dan beberapa kali keluar masuk penjara, bekas luka sepanjang sejengkal di dadanya adalah hasil pertarungan antar geng dulu. Tampangnya yang seram dan tidak bersahabat itu, ditambah masa lalunya yang seram plus sifat penyendirinya membuatnya seringkali dipandang rendah oleh mahasiswa, dosen, maupun sesama rekan karyawan di kampus itu.
Dia tetap menjalankan tugasnya dengan rapi tanpa mempedulikan omongan orang-orang di sekitarnya. Bekerja di lingkungan itu membuatnya sering menelan ludah melihat tingkah polah para mahasiswi cantik dan dosen-dosen muda yang berpakaian seksi memperlihatkan paha mulus, pusar, maupun belahan dada mereka dengan pakaian berleher rendah, juga sesekali dia memergoki beberapa diantaranya berhubungan badan di areal kampus seperti mobil, toilet, ruang kuliah, dan lain-lain. Semua itu dia anggap sebagai hiburan semata sampai suatu ketika naluri jahat dalam dirinya kembali muncul ketika dia menemukan sebuah Smartphone yang ditemukan terjatuh di Halte dekat kosnya. Benda itu diambil dan dipelajarinya, sebentar saja dia sudah paham penggunaannya terutama cara pengambilan gambar dan merekam video. Dari sinilah terbesit niat jahat untuk membalas segala perlakuan yang selama ini dia terima dan mewujudkan angan-angannya menikmati tubuh para wanita cantik di kampus dengan cara memeras mereka dengan foto-foto memalukan yang bisa dia ambil dengan alat itu.
BAB I : Fallen Felicia
Hari itu, Robert mulai menyeleksi siapa yang akan dijadikan mangsa pertamanya.
Dia bingung menentukan pilihan karena begitu banyak gadis-gadis cantik disana
baik dari kalangan mahasiswi maupun dosen baik chindo maupun ughty sexy, dan
kesempatan untuk mengambil gambar pun perlu momen yang tepat. Keberuntungan
berpihak padanya ketika sore jam limaan dimana kampus mulai sepi, dia menemukan
sepasang muda-mudi yang sedang berasyik-masyuk di ruang senat. Jendela ruangan
itu dicat sebagian, tapi jika berjinjit sedikit maka kita akan bisa mengintip
ke dalam melalui bagian yang tidak bercat. Di atas sofa nampak Felicia dan Hadi
(keduanya mahasiswa fakultas ekonomi) sedang beradegan panas saling melepas
hasrat birahinya. Pakaian keduanya sudah tersingkap sana-sini, Hadi sudah
melepaskan celana panjangnya dan menindih tubuh Felicia yang sudah setengah
bugil dengan kaos dan bra tersingkap dan tinggal memakai celana dalam saja,
celana panjang Felicia sudah tergeletak di lantai.
“Mmhhh…eenngghhh !” desah Felicia sambil meremasi rambut Hadi ketika pemuda
itu mengisapi payudaranya.
Tangan Hadi merayap ke bawah dan menyusup ke balik celana dalamnya sehingga
pada celana dalam itu nampak gumpalan yang bergerak-gerak. Dengan gemetaran, Robert
mengeluarkan smartphone itu dari saku celananya dan mulai mengarahkan lensanya
ke arah pasangan yang sedang bermesraan itu. Dengan sabar dan hati-hati,
direkamnya adegan demi adegan dalam bentuk foto maupun video. Sambil mengambil
gambar, tangan satunya tidak bisa menahan diri mengocok penisnya yang sudah
mengeras dari luar celana. Ketika mereka sudah mau selesai dan hendak keluar
dari ruang itu, Robert pun segera pergi dari situ, rencananya dia akan segera
menjalankan aksinya setelah itu, tapi sayangnya kedua muda-mudi itu pulang
bersama, lagi pula lebih baik sabar menunggu besok agar gadis itu sudah bersih
dan segar kembali dari sisa-sisa persetubuhannya, demikian pikirnya.
Malamnya, Robert menikmati gambar-gambar dan video yang diambilnya barusan sambil mengocok penisnya, selain itu dia juga memikirkan saat yang tepat untuk mengerjai Felicia besoknya. Keesokan harinya, setelah beberapa saat mencari orang yang ditunggu, Robert akhirnya menemukan gadis itu sedang mengikuti kuliah di sebuah kelas. Tidak mau kehilangan buruannya, dia terus membuntuti diam-diam dan menunggu waktu untuk berbicara dengannya. Felicia nampak begitu cantik hari itu, dia memakai kaos ketat warna merah yang mencetak bentuk tubuhnya dipadu dengan rok jeans selutut dan highheels, rambutnya yang hitam sedada itu diikat ke belakang memperlihatkan lehernya yang jenjang dan putih mulus. Tahun ini dia memasuki usianya yang ke-21, anak seorang pemilik toko emas ini selalu berdandan modis tapi tidak norak, sehingga termasuk salah satu bunga di kampus ini. Hadi, pemuda yang kemarin bercinta dengannya adalah senior satu angkatan diatasnya, belum sampai sebulan Hadi menyatakan cintanya dan diterima dengan mulus.
Saat itu adalah jam satu siang di basement parkir, Felicia baru saja
melemparkan tas dan diktat kuliahnya ke dalam mobil dan hendak masuk ke kemudi
ketika terdengar Robert, si penjaga kampus itu muncul dan menyapanya dari
belakang.
“Siang Non !! Sudah mau pulang ya !” sapanya dengan suara pelan
“Haduh…ngagetin aja bapak ini, ada apa sih Pak !” jawabnya agak ketus sambil
mengelus dada.
“Hehe…anu non, bapak cuma mau ngasih liat sesuatu buat non yang sepertinya
penting” jawabnya dengan terkekeh.
“Apan sih Pak, cepetan deh saya mau pulang nih !”
Robert pun mengeluarkan HP-nya dan memperlihatkan file-file gambar itu kepada Felicia.
Betapa kagetnya gadis itu, ekspresi wajahnya seperti melihat setan, pucat
dengan mulut ternganga begitu melihat gambar pertama yang ditunjukkan yaitu
dirinya sedang mengulum penis Hadi kemarin sore, disusul gambar-gambar
berikutnya yang semua berisi adegan syur dirinya bersama kekasihnya itu.
“A-a-apa-apaan ini Pak, apa…apa maksudnya semua ini !?” tanyanya
terbata-bata dengan ekspresi kebingungan bercampur kaget.
“Hehehe…bagus yah non ? kalo saya cetak fotonya dan saya tempel di papan gimana
non ?” wajah Robert menyeringai mesum
“Kurang ajar, apa sebenernya mau Bapak ?” Felicia menjadi geram sehingga hampir
berteriak, keringat mulai menetes di dahinya.
“Ssttt…ssssttt…jangan keras-keras dong non, nanti yang lain denger gimana” Robert
mengacungkan telunjuk di depan hidungnya dengan tetap cengengesan, “nah, gimana
kalau kita bicarakan di gudang sana aja deh, biar lebih enak !” katanya lagi
dengan pandangan ke arah sebuah pintu di salah satu pojok basement itu. Felicia
tidak bisa berkata-kata lagi, jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya panas
dingin, namun karena tidak ada jalan lain dia terpaksa mengikuti saja Robert
yang terlebih dahulu berjalan ke ruang itu.
Ruang itu tidak begitu besar, diterangi lampu neon 10 watt, sebuah tangga
lipat tersandar di dinding diantara setumpuk barang bekas, juga terdapat sebuah
rak yang berisi kaleng-kaleng cat, tiner, dan macam-macam peralatan. Setelah
keduanya masuk, Robert menyalakan lampu dan menggeser slot pintu membuatnya
terkunci dari dalam. Felicia begitu terkejut dan tersentak kaget begitu
merasakan pantatnya diraba dari belakang, dia langsung berbalik dan menepis
tangan Robert.
“Ahhh…kurang ajar, jangan keterlaluan ya Pak !!” bentaknya marah
“Ahahaha…ayolah Non, kemarin juga Non nafsu banget kan ?” seringainya “lagian
apa Non punya pilihan lain buat ngejaga rahasia ini” mimiknya mulai serius.
“Ok…ok Pak, gimana kalau Bapak bilang aja mau berapa, pasti saya kasih” Felicia
sudah demikian panik sampai-sampai suaranya gemetaran.
“Ooohh…uang, dasar orang kaya, saya selama kerja disini ngerasa cukup-cukup aja
kok Non, tanpa anak istri yang perlu dibiayai, yang susah didapat itu ya
kesempatan untuk mencicipi cewek seperti Non ini” sambil menatapnya dalam.
Felicia benar-benar kehabisan akal, dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia
merasa jijik untuk melayani lelaki yang seumuran ayahnya ini yang juga dari
status dan ras yang berbeda, tapi nampaknya tidak ada pilihan lain untuk
menutupi skandalnya ini, jangankan foto, beritanya yang tersebar saja sudah
cukup membuatnya jadi bahan gunjingan sekampus, kedua tangannya terkepal keras
menahan emosi.
“Sekarang ya terserah Non aja, bapak ga mau maksa kok, kalo non ga mau silakan
pergi, kalau setuju silakan non duduk disini biar kita bisa berunding lagi”kata
Robert sambil mengambil kursi lipat yang lapisan kulitnya telah sobek,
dibentangkannya kursi itu di dekat Felicia yang masih tertegun.
Akhirnya dengan berat hati, Felicia pun menghempaskan pantatnya ke kursi itu.
“Nah gitu dong baru anak manis, pokoknya asal Non nurut, saya jamin rahasia ini
aman”
Kemudian Robert membuka resulting celananya dan menyembullah penis yang
sudah mengeras itu di depan wajah Felicia. Matanya melotot melihat penisnya
yang hitam berurat dengan ujungnya tak disunat serta 3x lebih besar dan panjang
daripada milik kekasihnya.
“Gede kan Non, pasti punya pacar Non ga segede gini kan !” katanya dengan
bangga memamerkan senjatanya itu. “Nah, ayo Non sekarang servisnya mana !”
Dengan tangan gemetar, dia mulai meraih penis itu dan mengocoknya pelan.
“Servis mulutnya mana Non, masa cuma tangan doang sih !” suruhnya tak sabar
Pelan-pelan, Felicia memajukan wajahnya sambil memandangnya jijik, dia
melanjutkan kocokannya sambil menyapukan lidahnya pada kepala penis itu dengan
ragu-ragu, sehingga Robert jadi gusar.
“Heh, apa-apaan sih, disuruh pake mulut malah cuma pake lidah disentil-sentil
gitu !” bentaknya “gini nih yang namanya pake mulut !” seraya menjambak kuncir
kuda rambut Felicia dan menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya.
“Mmmhhppphh…!!” hanya itu yang keluar dari mulut Felicia yang telah dijejali
penis, air mata menetes dari sudut matanya.
Mulut Felicia yang mungil itu membuatnya tidak bisa menampung seluruh batang
itu, ditambah lagi bau yang keluar dari benda itu menambah siksaannya.
“Ayo, yang bener nyepongnya, kemaren kan hebat ke pacarnya, kalau gak muasin
rahasianya ga Bapak jamin loh !”
Robert mendesah merasakan belaian lidah Felicia pada penisnya serta kehangatan
yang diberikan oleh ludah dan mulutnya. Pertama kalinya sejak dipenjara belasan
tahun yang lalu dia kembali menikmati kehangatan tubuh wanita. Felicia sendiri
walaupun merasa jijik dan kotor, tanpa disadari mulai terangsang dan mulai
mengulum benda itu dalam mulutnya.
“Uuhhh…gitu Non, enak…mmmm !” gumamnya sambil memegangi kepala Felicia dan
memaju-mundurkan pinggulnya.
Felicia merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir Robert
yang berbulu lebat itu, penis di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan
sesekali menyentuh kerongkongannya. Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus
melakukan hal itu, sampai Robert menekan kepalanya sambil melenguh panjang.
“Ooohh…keluar nih Non, isep…awas kalo dimuntahin, sekalian bersihin kontolnya
!” perintahnya dengan nafas memburu.
Cairan putih kental itu menyembur deras di dalam mulutnya dan mau tidak mau, Felicia
harus menelannya, rasanya yang asin dan kental itu membuatnya hampir muntah
sehingga tersedak. Beberapa saat kemudian barulah semprotannya melemah dan
berhenti. Felicia langsung terbatuk-batuk begitu Robert mencabut penis itu dari
mulutnya. Nafasnya terengah-engah mencari udara segar, air mata telah mengalir
membasahi wajah cantiknya.
“Sudah…cukup ya Pak, saya mohon lepaskan saya !” Felicia memohon.
“Cukup apanya Non, baru juga pemanasannya, pokoknya dijamin puas deh Non !”
ujar Robert sambil berjongkok di depannya, tangannya meraih ujung baju Felicia
hendak menyingkapnya.
“Jangan…jangan Pak, saya mohon !” ucapnya mengiba sambil menahan tangan Robert
yang akan menaikkan bajunya.
Namun tenaganya tentu saja kalah dari pria setengah baya itu yang menepis
tangannya dan langung menyingkap kaos sekaligus bra hitam di baliknya. Kini
mulut Robert dengan rakus menjilat dan menyedot puting Felicia yang merah dadu
itu, setelah beberapa saat tangannya yang menggerayangi payudara yang lain
mulai turun ke bawah mengelus paha mulusnya lalu menyusup masuk ke roknya. Di
dalam rok, tangan kasar itu menjejahi kemulusan paha dalam Felicia sebelum
akhirnya menjamah selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.
Felicia hanya bisa pasrah menerima perlakuan itu, dia mendesah dan sesekali
terisak saat tangan itu mulai meraba-raba kemaluannya dari luar. Rasa geli
membuatnya mengatupkan kedua belah pahanya sehingga tangan Robert terjepit
diantara kemulusan kulitnya. Hal ini membuatnya semakin bernafsu, dia mulai
menyusupkan jari-jarinya melalui pinggiran celana dalam itu dan menyentuh bibir
vaginanya yang telah becek.
“Hehehe…nangis-nangis tapi ikut konak juga !” ejeknya sambil nyengir lebar
ketika merasakan daerah kewanitaan Felicia yang basah itu.
Kemudian dengan mengaitkan dua jari, ditariknya lepas celana dalamnya yang juga
warna hitam itu, lalu diangkatnya juga roknya sehingga kini angin menerpa tubuh
bagian bawah yang telah terbuka itu.
“Buka kakinya Non !” perintahnya pada Felicia yang merapatkan pahanya dengan
rasa malu yang mendalam.
“Buka ga…atau fotonya saya sebarin !” katanya lagi dengan lebih keras.
Dengan amat terpaksa, Felicia mulai membuka pahanya perlahan-lahan
memperlihatkan kemaluannya yang berbulu cukup lebat kepada Robert yang
berjongkok di depannya. Dia menggigit bibir dan memejamkan mata, tak pernah
terbayang olehnya akan melakukan hal ini di depan lelaki seperti itu.
“Wah…udah lama sekali Bapak gak ngerasain yang satu ini !” katanya sambil
menatapi daerah pribadi itu dan mengelusnya.
Tak lama kemudian Robert pun melumat vaginanya dengan ganas, diserangnya setiap
sudut vagina itu mulai dari bibir hingga klitorisnya disertai gigitan-gigitan
kecil, tangan kanannya meraih payudaranya dan meremasinya, sedangkan yang kiri
menelusuri kemulusan pahanya.
“Uh…uhh…jangan…sudah, ahhh… !” desah Felicia dengan tubuh menggeliat-geliat
menahan rasa geli yang bercampur nikmat luar biasa itu, suatu perasaan yang
tidak bisa ditahannya lagi.
Tubuh Felicia telah basah oleh keringat, wajahnya memerah dan nafasnya makin memburu. Mendadak dia merasakan bulu kuduknya merinding semua, secara reflek dia merapatkan kedua pahanya mengapit kepala Robert karena sebuah sensasi dahsyat, ternyata Robert membenamkan lidahnya pada bagian yang lebih dalam dari vaginanya, dia merasakan dinding vaginanya menjepit lidah Robert. Selain itu dia juga merasakan putingnya makin mengeras karena terus dipilin dan dipencet-pencet oleh Robert. Puas bermain-main dengan vagina itu, Robert mengangkat tubuh Felicia bangkit berdiri, kini posisi mereka berhadap-hadapan. Tanpa perlawanan berarti Robert melucuti kaos dan bra-nya. Yang tersisa di tubuhnya tinggal rok yang telah tersingkap ke atas dan sepatu haknya, sementara Robert masih memakai kaos dan seragam karyawannya yang kancingnya terbuka sebagian tetapi tanpa celana. Diangkatnya wajah Felicia yang tertunduk, ditatapnya sejenak dan disekanya air mata yang mengalir sebelum dengan tiba-tiba melumat bibir mungil itu dengan ganas.
Mata gadis itu membelakak menerima serangan kilat itu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendorong dada Robert, namun sia-sia karena Robert memeluknya begitu kuat dengan tangan satunya memegangi kepalanya. Lidahnya mendorong-dorong dan menjilati bibirnya, ditambah lagi tangannya merabai kulit punggung dan pantatnya menyebabkan Felicia makin terangsang sehingga bibirnya mulai membuka membiarkan lidah Robert masuk menyerbu rongga mulutnya. Beberapa saat kemudian Robert merasakan badan Felicia sudah lebih rileks dan tidak meronta lagi, maka diapun melepaskan pegangannya pada kepala Felicia agar bisa menjamah daerah lainnya. Tanpa sadar. Felicia pun merespon permainan lidah Robert walaupun awalnya bau mulut Robert terasa tak nyaman baginya, sekalipun nuraninya mengatakan tidak, dia tidak bisa menahan gelombang birahi yang menerpanya, terlebih saat itu tangan Robert sedang menggerayangi segenap penjuru tubuhnya.
Kedua telapak tangan kasar itu berhenti di pantatnya dan masing-masing mencaplok satu sisi. Dirasakannya kedua bongkahan daging itu, bentuknya padat berisi dan bulat indah karena memang sebagai anak dari kalangan berada, Felicia merawat benar tubuhnya dengan fitness dan diet. Ciuman Robert makin merambat turun ke leher jenjangnya lalu dia membungkukkan badan agar bisa menciumi payudaranya. Felicia sudah tidak bisa menahan diri lagi, birahi telah membuyarkan akal sehatnya. Lagipula yang pernah menikmati tubuhnya bukan cuma bajingan tua ini dan Hadi, kekasihnya, sebelumnya dirinya pernah terlibat one night stand dengan beberapa pria dan juga mantan pacarnya semasa SMA, yang membedakannya dengan pria-pria lain cuma status sosial, ras, dan perbedaan usia yang mencolok. Jadi untuk apa lagi menahan diri dan jaga image, toh sudah telanjur basah, jadi sebaiknya tuntaskan saja agar masalah selesai, demikian yang terlintas di benaknya.
Dari leher mulut Robert turun lagi ke dadanya, dia membungkuk agar bisa
menyusu dari payudara berukuran 32B yang montok itu. Dijilatinya dengan liar
hingga permukaan payudara itu basah oleh ludahnya, terkadang dia juga
menggigiti putingnya memberikan sensasi tersendiri bagi Felicia. Tangan satunya
turun meraba-raba kemaluannya dan memainkan jarinya disitu menyebabkan daerah
itu makin berlendir.
“Pak…Pak…ga mau…ahh-ah !” desahnya antara menolak dan menerima.
Sambil terus memainkan jarinya Robert mendorong tubuh Felicia hingga
punggungnya bersandar di tembok. Sekali lagi dia menyergap bibir Felicia,
sambil berciuman tangannya menempelkan kepala penisnya ke bibir vagina Felicia.
Gesekan kepala penis dengan bibir vagina itu membuat Felicia merasa geli
sehingga tubuhnya menggelinjang. Lalu pelan-pelan Robert menekan penisnya ke
liang senggama Felicia.
“Sshhh…sakit, aawhhh…!!” rintih Felicia ketika penis Robert yang besar itu
menerobos vaginanya.
Felicia meringis dan merintih menahan rasa sakit pada vaginanya, meskipun sudah
tidak perawan tapi kemaluannya masih sempit, lagipula penis para pria yang
pernah kencan dengannya tidak ada yang sebesar ini. Sementara Robert terus
berusaha memasukkan senjatanya sambil melenguh-lenguh. Setelah beberapa saat
menarik dan mendorong akhirnya masuklah seluruh penis itu ke vaginanya,
walaupun nafsu sudah di ubun-ubun, Robert masih berhati-hati agar korbannya
tidak menjerit dan suaranya terdengar keluar, maka itu dia lebih memilih
pelan-pelan daripada memakai sodokan mautnya untuk melakukan penetrasi. Saat
itu airmata Felicia meleleh lagi merasakan sakit pada vaginanya.
“Huhh…masuk juga akhirnya, memeknya seret banget Non, Bapak suka yang kaya
gini” katanya dekat telinga Felicia.
Sesaat kemudian, Robert sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya perlahan, tapi makin lama kecepatannya makin meningkat. Felicia benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali Robert penis Robert menghujam sambil berharap tidak ada orang lewat yang mendengar suara persenggamaan mereka. Saat itu adalah hari Sabtu, jam-jam seperti ini memang kegiatan kuliah sedikit sehingga yang parkir di basement itu pun tak banyak, tapi tidak menutup kemungkinan kalau seseorang lewat situ dan mengetahui yang terjadi di ruang ini. Gesekan demi gesekan yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh Felicia sehingga matanya membeliak-beliak dan mulutnya mengap-mengap mengeluarkan rintihan. Robert lalu mengangkat paha kirinya sepinggang agar bisa mengelusi paha dan pantat Felicia sambil terus menggenjot.
Menit demi menit berlalu, Robert masih bersemangat menggenjot Felicia. Sementara Felicia sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, dia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah bajingan tua itu. Kemudian tanpa melepas penisnya, dia mengangkat paha Felicia yang satunya dan digendongnya menuju kursi dimana dia mendaratkan pantatnya. Anehnya, tanpa disuruh, Felicia memacu dan menggoyangkan pinggulnya pada pangkuan Robert karena kini bukan lagi pikiran dan perasaannya yang bekerja melainkan naluri seksnya. Ketika memandang ke depan, dilihatnya wajah tua gelap pria itu sedang menatapnya dengan takjub, segaris senyum terlihat pada bibirnya, senyum kemenangan karena telah berhasil menaklukkan korbannya. Dengan posisi demikian, Robert dapat mengenyot payudara Felicia sambil menikmati goyangan pinggulnya. Kedua tangannya meraih sepasang gunung kembar itu, mulutnya lalu mencium dan mengisap putingnya secara bergantian.
Remasan dan gigitannya yang terkadang kasar menyebabkan Felicia merintih kesakitan. Namun dia merasakan sesuatu yang lain dari persenggamaan ini, lain dari yang dia dapat dengan pria lain yang pernah bercinta dengannya yang umumnya bersikap gentle, gaya bercinta Robert yang barbar justru menciptakan sensasi yang khas baginya yang belum pernah dia dapatkan sebelumnya. Di ambang klimaks, tanpa sadar Felicia memeluki Robert dan dibalas dengan pagutan di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Felicia mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkram erat-erat lengan kokoh Robert. Sungguh dahsyat orgasme pertama yang didapatnya, namun ironisnya hal itu bukan dia dapat dari kekasihnya melainkan dari seorang pria mesum yang memanfaatkan situasi tidak menguntungkan ini. Setelah dua menitan tubuhnya kembali melemas dan bersandar dalam pelukan Robert.
Penis Robert yang masih menancap di vaginanya belumlah terpuaskan, maka
setelah jeda beberapa menit dia bangkit sehingga penis itu terlepas dari
tempatnya menancap. Felicia yang belum pulih sepenuhnya disuruhnya menungging
dengan tangan bertumpu pada kepala kursi.
“Oohh…udah dong Pak, saya sudah gak kuat, tolong !” Felicia memelas dengan
lirih
Mendengar itu, Robert cuma nyengir saja, dia merenggangkan kedua paha Felicia
dan menempelkan penisnya pada bibir kemaluannya.
“Uugghh…oohh !” desah Felicia dengan mencengkram sandaran kursi dengan kuat
saat penis itu kembali melesak ke dalam vaginanya.
Tangannya memegang dan meremas pantatnya sambil menyodok-nyodokkan penisnya,
cairan yang sudah membanjir dari vagina Felicia menimbulkan bunyi berdecak
setiap kali penis itu menghujam. Suara desahan Felicia membuatnya semakin
bernafsu sehingga dia meraih payudara Felicia dan meremasnya dengan gemas
seolah ingin melumatkan tubuh sintal itu.
Limabelas menit lamanya Robert menyetubuhinya dalam posisi demikian, seluruh bagian tubuh Felicia tidak ada yang lepas dari jamahannya. Sekalipun merasa pedih dan ngilu oleh cara Robert yang barbar, namun Felicia tak bisa menyangkal dia juga merasakan nikmat yang sulit dilukiskan yang tidak dia dapatkan dari pacarnya. Akhirnya, Robert menggeram dan merasakan sesuatu akan meledak dalam dirinya, penisnya dia tekan lebih dalam ke dalam vagina Felicia, serangannya juga makin gencar sehingga Felicia dibuatnya berkelejotan dan merintih. Kemudian dia melepaskan penisnya dan cret…cret…cret, spermanya muncrat membasahi pantat Felicia. Belum cukup sampai situ, disuruhnya Felicia menjilati penisnya hingga bersih, setelahnya barulah dia merasa puas dan memakai kembali celananya. Felicia bersimpuh di lantai dengan menyandarkan kepala dan lengannya pada kursi itu, wajahnya tampak lesu berkeringat dan bekas air mata, dalam hatinya berkecamuk antara kepuasan yang sensasional ini dan rasa benci pada pria yang baru saja memperkosanya.
Robert mendekatinya dan berjongkok, lalu berkata
“Nah sekarang rahasia Non aman, tapi Non juga harus pastikan cuma kita berdua
yang tau yang terjadi barusan kalau tidak, foto-foto Non ini akan saya kirim ke
sembarang orang atau mungkin akan terpajang di papan penguman, ngerti !”
Setelah Felicia berpakaian kembali, dia menyuruhnya pergi setelah memastikan
keadaan sekitar situ aman. Dalam perjalanan pulangnya, Felicia hampir saja
menabrak mobil lain karena melamun memikirkan kejadian barusan yang membuat
dirinya serasa hina, namun juga merasakan kepuasan yang lain dari biasanya.
Sementara itu Robert menanti kesempatan untuk memangsa korban berikutnya. Ikuti
terus petualangan Robert, the pervert janitor.

Comments
Post a Comment