SCBD Untold Story

 



Dita

“Oke, kalo gitu nanti sore…atau paling lambat besok pagi, saya kasih khabar ke kamu ya Dita!”

“Baik Bu, terima kasih…saya tunggu kabar baik dari Ibu secepatnya.” Mereka berdua berjabat tangan, gadis bernama Dita itu keluar ruangan dengan wajah ceria, meluluhkan harapan calon pencari kerja lainnya.

1 BULAN BERLALU…

Tok! Tok! Tok!

“Ya, masuk…”

“Pagi Bu…”

“Pagi, pagi… duduk Dit, oya… sebelumnya, selamat bergabung… dan baik-baik selama masa percobaan kerja yah.”

“Terima kasih Bu, baik… jadi… dari mana saya harus start?”

“Santai ajaa…” Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk.

“Ya, masuk!”

“Morning Bu Brenda, ini ya… yang namanya Mbak Dita?” seorang gadis cantik datang menghampiri Dita.

“Felicia…” gadis yang menjabat sebagai staf HRD itu memperkenalkan diri.

“Dita…” mereka berjabat tangan.

“Ayo Mbak, kita keliling… caw dulu ya Bu…” Brenda, Finance & Accounting Manager yang merupakan atasan Dita mengangguk, senang bawahannya akan segera menjadi bahan perbincangan seluruh divisi.

Felicia mengajak Dita berputar-putar untuk tahu semua tempat, sekalian berkenalan dengan manusia di dalamnya. Terutama ke departemen-nya dahulu, finance & accounting. Dita diperkenalkan pada Keisha, staf accounting, juga Indri finance cashier perusahaan yang akan menjadi bawahannya.

“Pagi Bu Dita, Ibu Bos saya yang baru nih, hihihi,” canda gadis berambut pendek bernama Keisha. Indri, rekan kerjanya yang berpenampilan lebih mirip Anak Sekolahan, menyenggol lengan Keisha, mengingatkan agar jangan kelewat bercanda karena belum kenal.

“Pagi juga, yaa biasa ajalah… engga’ usah panggil Ibu, Mbak aja lah ya… belum tuir-tuir amat, hihihi,” ujar Dita santai agar hubungan mereka terasa lebih fleksibel, selain karena merasa masih seumuran.

“Oke, oke …” sahut Keisha tersenyum, sementara Indri menghela nafas lega tahu atasan barunya tidak ‘killer’.

Felicia mengajaknya lagi berkeliling, menemui satu per satu dari Top Manager hingga staf pantry juga satpam. Banyak staf pria menatap Dita ‘lapar’, barang baru yang akan segera menjadi incaran. Hanya beberapa saja yang ia anggap sopan, terutama laki-laki berkacamata tebal yang terakhir diperkenalkan. Walaupun wajahnya unik, tetapi justru mengundang kesan mendalam bagi diri Dita. Dita dan Felicia berbicara sambil berjalan di akhir perkenalan.

“Eh Fel… boleh ya aku panggil kamu Fel?” tanya Dita.

“Iya Mbak engga papa… kenapa?” Felicia bertanya balik.

“Itu tadi… siapa namanya?”

“Oo, si kacamata?”

“Hihihi…dipanggil gitu ya di sini?”

“Hihihi, iya… abis kacamatanya tebel amat seh… nyaingin orang IT, dibanding gaul sama anak-anak sini… dia lebih suka nyendiri dan baca.”

“Oo, engga’ ada yang mau nemenin di sini?”

“Bukan-bukan…dia-nya aja. Dia wakil manajer produksi di sini.”

“Oo, punya jabatan juga ya…”

“Yaa, dia udah lumayan lama di sini…udah 5 tahunan.”

“Ooo…”

“Gitu Mbak, namanya Bima… ciee ada apa nih? Baru-baru udah detail nanya-nya, hihihi…” ejek Felicia, pipi Dita merona.

“Bukan gitu…abis…mukanya lucu sih hihihi unik!”

“Hihihi, iya juga yah”, begitulah mereka terus berbincang dan mengakrabkan diri, hingga kembali ke meja kerja masing-masing.

*****

Agak siang, Felicia mampir ke meja Bima.

“Ndy,” sapa Felicia menepuk bahunya. “Tuh, lu ditanyain sama anak baru tadi…”

“Dita?” Bima menyahut tapi tidak menoleh ke arah Felicia, tak ingin hilang konsentrasi karena sedang mengoreksi desain produk baru. 

“Ciee, dia inget namanya haha,” goda Felicia iseng. Bima tersenyum tapi terus menghadap ke kerjaannya.

“Nanyain apa dia?”

“Nanyain lu udah punya pacar apa belum gethu,” Bima menolehkan wajah, melihat Felicia tersenyum meledek ke arahnya. 

“Becanda lu Fel, mana mau dia sama gua?  Cantik gitu anaknya…”

“Waah!” Felicia tambah semangat. Rupanya Bima cuma kelihatan cuek… padahal diam-diam memperhatikan. 

“Cie cieee… ‘Mas Bima, aku Dita, kenalan dooong’”, Felicia terus meledek.

“Udah ah… gua lagi dikejar deadline nih,” Bima berusaha menghindar.  Felicia akhirnya berhenti juga setelah puas, dia pergi siap menggosip. Sementara pikiran Bima melayang ke sosok karyawati baru itu sejenak… Memang ada sesuatu yang berkesan pada diri Dita bagi Bima.

Tak terasa, 5 dari 6 bulan masa percobaan Dita berlalu. Ia semakin akrab dengan kedua anak buahnya, yang dianggapnya seperti kedua adiknya sendiri. Mereka jadi sering jalan bersama, ke Mall, Salon, 21 Cinema juga shopping di Puspa Martin. Atasan Dita senang sekali melihat itu. Selain performa kerja Dita sendiri bagus, kerja sama dengan tim asuhannya pun sangat memuaskan, always on-time dan up to date. Bu Brenda selaku atasan bertindak cepat agar tidak kehilangan pekerja sebagus Dita, dia mengirimkan Memo Internal ke Manager HRD untuk pengangkatan status Dita menjadi tetap dan berhak atas fasilitas supervisor level pada bulan ke-enam. Namun sebuah tragedi melanda karyawati cantik tersebut.

Suatu Hari>>>>>>>>>>>

“Keisha … hei!”

“Ups, Mbak… eh-oh,” Keisha kepergok sedang membuka web bergambar laki-laki telanjang dada oleh Dita, dia gelagapan hingga salah menutup browser.

“Waah… lagi seru nih,” sindir Dita.

“Anuu… e-enggak Mbak… ada apa?” Keisha berusaha menyembunyikan wajah malunya.

“Udah… ga’ papa Sha, aku engga’ masalah… tapi jangan lagi jam kerja, meskipun udah siang gini!”

“Maaf ya Mbak…tolong jangan bilang Bu Brenda!”

“Enggaklah… buat apa juga, oh ya… nih jurnal koreksi, salah jurnal kamu Nda!”

“Mana… oo, iya ya… sorry Mbak, oke deh aku kerjain.”

“Makanya, kerja jangan sambil buka gituan, hihihi,” ledek Dita.

“Iya deh, berarti sore-an boleh dong ya, hihihi,” ujar Keisha meleletkan lidah.

Selagi Dita berjalan kembali ke meja kerjanya, bayang-bayang sosok lelaki negro kekar di komputer Keisha merasuki pikirannya. Kehidupan Dita selama ini lurus, tetapi kehidupan tenang itu memendam gairah, libido, dan keinginan seks yang menggelora di tubuh indahnya. Dita hanya bisa menyalurkan fantasi lewat masturbasi, baik itu melalui objek gambar, cerita xxx, maupun chatting nakal dengan orang-orang tak dikenal. Dan anehnya, yang mengisi fantasi Dita tidak hanya pria tampan, pria berwajah kampung maupun berumur juga bisa membangkitkan gairah seksnya. Sejak menjadi wanita karier yang sukses, Dita selalu gagal dalam menjalin hubungan. Ia terlalu menginginkan sosok pria sempurna. Berwajah tampan, berkendaraan sedan, juga menjabat pimpinan perusahaan alias mapan sandang pangan papan. Ditambah kurangnya percaya diri bahwa ia tidak lagi seorang virgin yang selalu dicari-cari lelaki, membuat Dita lebih cenderung ingin mengarungi hidup sendiri. Kecantikannya seringkali membuat orang tak percaya bahwa dirinya ‘still single’. Diam-diam, setelah Bu Brenda pulang lebih dahulu dan ruangan kantor mulai sepi. Dita tergoda untuk membuka kembali web cerita seru yang sering dibukanya,. Ia tidak tahu, ada seseorang yang mengawasi gerak-gerik dan aktivitas.

Suatu Senin sore, menjelang jam pulang di gedung bertingkat yang menjadi kantor pusat perusahaan besar itu, tepatnya di lantai 3.  Dita sedang beres-beres bersiap pulang, namun tiba-tiba telepon di mejanya berdering.

“Halo… Mbak Dita?  Saya Karyo atau anak2 kantor manggil Kriwil saya dari dari bagian IT.  Bisa ke tempat saya sebentar?  Ada sesuatu yang penting!”

“Oh ya?  Sebentar saya ke sana.  Mas… siapa tadi, Mas Kriwil, lucu ya namanya?  Di ruangan mana ya?” jawab Dita.

“Di lantai 2, belok kiri keluar lift, ruangan paling ujung.”

“Oke deh saya ke sana dulu, tunggu yach,” kata Dita tersenyum dan menutup telepon.  Karyawati itu lalu meninggalkan mejanya di pojok ruangan utama lantai 3 dan menuju lift.  Tak lama kemudian Dita sampai ke lantai 2, terus menuju ruangan yang dimaksud.  Dalam hatinya bertanya-tanya, ada urusan apa orang IT memanggilnya?

Ruangan paling ujung itu ternyata bukan ruang IT, melainkan ruang monitor CCTV… Dita sedikit merasa heran, apa Kriwil salah memberitahu?  Di kiri-kanan pintu logam yang berat itu tak ada jendela, jadi isi ruangan itu tak terlihat dari luar.  Tapi dia tak curiga dan memasuki ruangan itu.

*****

“Permisi…” Dita memasuki ruang itu.

Ruangan itu kecil, penuh dengan monitor-monitor CCTV yang menampilkan pemandangan yang diambil banyak kamera pengawas di seluruh bagian gedung.  Di kantor perusahaan itu memang banyak dipasang kamera pengawas, karena alasan pengamanan gedung.  Di dalam ruangan itu Dita melihat ada dua orang laki-laki.  Satu orang berseragam satpam, bertubuh gempal dan berkulit hitam, dengan rambut cepak.  Dia sedang berdiri sambil mengawasi satu monitor CCTV.  Dita bisa melihat wajah si satpam yang bulat dan brewokan karena malas bercukur.  Yang satu lagi duduk membelakangi Dita, menghadapi laptop di atas meja.  Tubuhnya terlihat kurus, dalam kemeja dan celana panjang seperti biasanya karyawan.

“Mas Kriwil yang mana yah?  Tadi saya ditelpon dia disuruh ke sini,” kata Dita bernada ramah.  Si satpam memandanginya dengan ‘lapar’. 

Rambut Dita yang sebahu, digerai hingga menutupi kedua telinga. Wajah cantik alaminya dihias mata lebar dan pipi mulus, lengkap dengan bibir mungil menggemaskan meskipun polos. Di dalam ruangan dengan lampu kurang terang namun penuh pendar cahaya monitor, sesekali terlihat kilatan cahaya memantul dari liontin kalung perak yang dikenakan Dita. Laki-laki yang menghadap laptop memutar kursinya sehingga Dita bisa melihat wajahnya yang kampungan.  Dia berkacamata tebal, berambut acak-acakan dan tak terurus, berhidung pesek, dan secara umum memang kelihatan culun seperti biasanya seorang computer geek, memang cocok kalau bekerja sebagai staf IT.  Tapi senyumnya sinis dan ekspresi wajahnya licik, sehingga Dita mulai curiga.

“Mbak Dita?” kata si laki-laki berkacamata. “Saya Kriwil yang tadi nelpon.  Ini teman saya, Darno atau Brewok.  Dia penanggungjawab kamera CCTV di gedung ini.  Kita emang kerja di satu gedung, tapi kami berdua kebagian ditempatkan di pojok gelap macam ini, makanya kami jarang kelihatan.  Salam kenal,” kata Kriwil sambil menjulurkan tangan, mengajak Dita salaman. 

Dita membalas uluran tangan Kriwil.  Brewok si pengurus CCTV yang gempal juga mengajak salaman.

“Brewok, panggil aja Bang Jun,” katanya sambil cengar-cengir.  Dita melihat ekspresi Brewok yang seolah menjurus mesum.  “Boleh panggil Dita aja nggak?” tanya Brewok.

“Emm ya… silahkan,” Dita mulai merasa tak nyaman.  Apa urusannya dua orang aneh ini dengan dirinya?  “Sekalian aja deh, tadi manggil ke sini katanya ada yang perlu aku lihat, itu apa ya?”

Brewok dengan sigap berjalan mendekat ke Dita, ke arah satu monitor di sebelah pintu.  Si satpam itu meminta Dita bergeser sehingga Dita menjauh dari pintu.  Brewok kemudian memencet beberapa tombol di salah satu perangkat CCTV di bawah monitor itu.  Dita menengok, melihat ke arah monitor itu.  Yang terlihat pertama adalah lobby kantor, lalu ruang di depan lift, dan kemudian beberapa ruangan dalam gedung.  Kriwil berdiri dari kursinya lalu bergerak ke sebelah Dita sehingga kini Dita diapit Brewok dan Kriwil di kiri-kanan.  Dita masih belum tahu apa yang akan ditunjukkan kepadanya, ketika tiba-tiba muncul tayangan ruangan tempat Dita biasa bekerja… tepatnya di belakang posisi Dita.  Di pojok kanan bawah monitor ada tulisan tanggal dan jam.  Tiba-tiba Dita cemas.

Gambar CCTV tak begitu tajam, tapi cukup jelas menunjukkan Dita dari belakang, dengan baju persis sama seperti yang dia pakai sekarang, blazer hitam.  Yang lebih membuat Dita cemas, layar monitornya juga kelihatan… dan di sana terlihat bahwa Dita sedang mengakses situs yang sepertinya menampilkan gambar laki-laki telanjang melintang di bagian paling atas. Dita terpikir ingin segera keluar dari sana saja. Tapi rupanya tadi, Brewok bukan sembarang minta bergeser; sekarang posisinya menghalangi pintu. Dita panik, dia tak tahu di belakangnya selama ini dipasang kamera.

“Itu kamu, kan?” komentar Brewok sambil nyengir, sementara lengannya yang berbulu terjulur, tangannya menapak ke pintu seolah-olah menjaga supaya Dita tak bisa kabur. 

“Lagi ngebuka situs apa Mbak? Bokep ya? Cerita seru?” ejek Kriwil. Si satpam tertawa juga dengan wajah melecehkan.

“Err… Bukan… itu… komputerku kena virus, jadi tiap kali buka browser suka muncul begitu… mestinya memang dibetulkan, tapi aku belum sempat ngontak IT,” Dita berusaha mengelak. 

“Ah masa’?  Saya staf IT lho,” ujar Kriwil sambil mengambil laptopnya.  “Komputer Dita bersih kok.  Kan saya yang tanggung jawab, jadi pasti tahu kalau ada yang kena virus.  Semua aktiDitas komputer karyawan kan saya tahu… Misalnya komputer Dita di keuangan, jam 8 tadi ngetik laporan, jam 10 ngeprint, jam 11 buka situs cerita beast, jam 1 sampai jam 3 dipake chatting… Tadi sih waktu ngelihat log chatnya kayaknya seru juga?  Pake pura-pura dikemplangin sama lawan chat-nya?” Kriwil tiba-tiba mencerocos sambil membuka banyak file sekaligus di laptopnya, catatan akses internet yang dilakukan Dita sepanjang hari.

“Eh, Mas… Mas, stop! Udah mas, jangan…” Dita semakin pucat karena semua kenakalannya ditelanjangi oleh kedua orang itu.  ia melihat dirinya sendiri sedang chatting—tepatnya melakukan cyber sex—di tayangan CCTV.  Isi chat-nya tidak terlihat di monitor CCTV, tapi bisa dilihat di file log yang disimpan Kriwil.  Kriwil sengaja memperbesar tayangan monitor laptopnya sehingga kelihatanlah sebagian isi chat Dita:

Your_master69: dasar slave nakal km mesti di HUKUM. ayo nungging!

Slave_Ditasange: ampun tuan xixixi saya memang nakal dan pantes dihukum…

Slave_Ditasange: *nungging ngebelakangin Your_master69

Your_master69: *tampar pantat Slave_Ditasange

Your_master69: makan nih!  PLAKK!

Slave_Ditasange: auhhh!

Your_master69: mau lagi? nih! GEPLAKK! gw bikin merah bokong lu!

Slave_Ditasange: auww enak tuannn!

Kriwil dan Brewok sama-sama menyeringai menang melihat wajah Dita.  Kepala mereka sudah penuh dengan rencana busuk.  Awalnya, Brewok yang bertugas mengawasi rekaman CCTV suatu hari kebetulan memergoki Dita sedang mengakses situs seperti yang dikunjunginya tadi.  Brewok jadi penasaran dan memeriksa rekaman sebelumnya dari lokasi yang sama, dan dia jadi sadar bahwa si karyawati memang punya kebiasaan seperti itu.  Tapi Brewok tidak tahu apa sebenarnya yang dilihat Dita, jadi dia memberitahu temannya, Kriwil yang staf IT, tentang temuannya.  Kriwil jadi ikut-ikut penasaran dan mereka berdua akhirnya jadi menyusun rencana untuk menjerat Dita.  Mereka kumpulkan segala hasil pengawasan mereka tentang Dita, lewat CCTV maupun lewat software pelacak yang Kriwil pasang di komputer Dita.  Setelah punya cukup banyak bukti, barulah mereka memanggil Dita.

“Jadi… kayaknya kita udah tahu Mbak Dita ngapain aja di kantor yah Jun,” kata Kriwil sambil tersenyum sinis.

“Yo’i Sob, hehehe”.

“Tolong Mas… Bang… aku tahu itu salah… Tapi aku mohon… Tolong dihapus semua! Aku janji gak ngulangin lagi…” reaksi pertama Dita, meminta belas kasihan dari dua orang yang kerjanya ngintip lewat kamera dan komputer itu. 

Dita bekerja dengan bagus dan tidak pernah bermasalah dengan atasannya, hanya saja tekanan pekerjaan yang berat membuat dia kadang-kadang suka keluyuran di situs-situs dewasa internet. Dari awalnya iseng membuka-buka cerita seru, sampai akhirnya melakukan cyber sex lewat chatting.  Selama ini Dita merasa aman karena dia sendiri tahu sebagian kecil karyawan—termasuk bawahannya sendiri, Keisha—juga suka membuka situs porno tapi tidak pernah dipermasalahkan.  Jadi mana dia tahu kalau selama ini ada yang mengawasi tindakannya?

“Penggunaan internet kantor untuk selain urusan kantor sih resminya melanggar peraturan,” celetuk Kriwil dengan gaya sok berwenang.

“Kalau atasan kamu tahu, kira-kira gimana yaaa…”

“JANGAN!” mata Dita sampai terbelalak ketika berteriak seperti itu. 

“Please Mas Kriwil, Bang Jun… jangan dibeberin…” Selama ini hubungan Dita dan atasannya sangat baik dan cukup akrab.  Jadi Dita tahu betul atasannya itu—seorang perempuan yang masih melajang di umur 40—bersifat keras dan tidak toleran dengan kesalahan-kesalahan yang terkait moralitas.  Dita tak berani membayangkan seperti apa reaksi Bu Brenda kalau sampai tahu masalahnya.

Kriwil dan Brewok saling pandang lalu memasang tampang bodoh, seolah-olah tidak mengerti permintaan Dita. 

“Memangnya kenapa nggak boleh kita laporin? Kan ini pelanggaran peraturan.  Kalau kita nutupin nanti kita kena juga dong.  Ntar malah kita yang dipecat.” ujar Kriwil, membuka ancaman sekaligus menakut-nakuti Dita.

“Mas… Bang… *hiks* saya mohon… tolong jangan kasih tahu siapa-siapa…” Dita tak kuat dan mulai menangis karena takut dipecat. Brewok segera bertindak sok pahlawan dengan merangkul Dita sambil menyodorkan sapu tangan.

“Waduh… jangan nangis dong?”. 

“Gini deh… Kami janji deh, semua yang sudah kami pegang, bakal kami simpan terus.  Yang tahu cuma kita bertiga.  Nggak ada orang lain.  Gimana?”

Dita menyeka pipinya, menoleh ke Kriwil yang sedang cengengesan.

“Roberter mas?” tanya Dita tak percaya dengan hati sedikit lega.

“Hmm…” Kriwil menggumam cukup lama.  “Tapi… buat apa ya?  Gak ada untungnya buat kita ya Sob?,” katanya sambil membelakangi Dita, Brewok meng-amini dengan anggukan.

“Ah, Mas Soleeeh, jangan gitu dong…” rengek Dita.  “Tolong Mas… saya janji gak ngulang lagi deh…”

“Terus… kita berdua dapat apa?” Kriwil membuka negosiasi.  Dita tertegun, sadar dirinya jatuh ke dalam jebakan.  “Kamu pengen kami nutupin pelanggaran kamu… terus kamu bisa kasih apa?”

Ujung-ujungnya memang ke situ: Kriwil dan Brewok berencana menjebak Dita.  Dita diam seribu bahasa.

“Kok diam aja?” tanya Brewok.  “Kalau nggak mau, ya udah, besok atasan kamu dapet paket khusus dari kami he he he…” ancam Kriwil to the point.

“Kalian… mau uang berapa?” kata Dita. 

“Waduh, Jun… kita disangka mao uang ha ha,” ejek Kriwil.

“Engga salah juga sih seRoberternya… Cuma yang saat ini kita butuhin bukan uang… ini nih Leh, huehehe” jari tengah Brewok menunjuk daerah terlarang Dita ‘vagina’.

“Ja-jangan Bang Jun… Mas…” Dita bergerak mundur perlahan, kepalanya berlenggak-lenggok seakan mengatakan tidak karena bibirnya seperti membeku. Brewok dan Kriwil mendekat dengan wajah mesum.

“Betul itu… uang sih biasa Mbak… tapi memeek… luar biasa, hahaha!” ujar Kriwil blak-blakan. Dita merasa punggungnya menghantam dinding, tanda ia telah tersudut.

“Gimana Mbak… pilih keluar ruangan tapi dipecat dan saya sebar rahasianya… atau…” Kriwil memegang dagu Dita, sementara Brewok tersenyum menyebalkan.

Dita sadar di posisi lemah, berhadapan dengan dua orang pemegang bukti yang menentukan nasib kariernya.  Ia tak punya pilihan selain mengikuti apapun kemauan mereka, atau kehilangan pekerjaan.

“Oke, jadi mau kami begini,” Kriwil beranjak meninggalkan Dita dan kembali ke kursinya, tersenyum lebar seperti habis menang taruhan.

“Anggap atasan kamu nambah dua orang lagi, saya dan Bang Jun.  Mulai sekarang dan seterusnya ke depan… kamu harus lakukan semua yang kami perintahkan! Semuaa, ngerti?… Kalau nolak, Bu Brenda dan mungkin orang-orang yang posisinya lebih ke atas lagi bakal kami kirimi hasil penyelidikan kami.  Gimana?”

Dita mau protes karena tuntutan mereka terlalu banyak.  Melakukan semua perintah mereka?  Ia bergidik ngeri membayangkan apa saja yang akan dilakukan dua otak pria cabul itu, tentu bertujuan ke arah seks. Satu lagi jalan keluar yang terpikirkan juga segera ditutup oleh Brewok. “Gak usah lapor polisi juga lah.  Percuma.  Lagian kamu mau ngelapor apa sama mereka, kamu diperas karena ketangkep ngebokep di kantor?  Paling-paling juga diketawain Dit,” ujar Brewok seolah membaca pikiran Dita. Tak ada pilihan lagi untuk si cantik itu, dengan wajah merunduk ia mengangguk lemah.

“Cihuuy… dapet memek satu lagi,” ujar Brewok girang gila. Kriwil menyeringai lebar, sementara Dita bermimik tanda tanya.

(Berarti… ada yang senasib denganku? Siapakah gerangan?), Dita membatin.

“Sekarang, kesiniin nomor HP kamu,” kata Kriwil.  Dengan terpaksa Dita melakukan perintah pertama itu secara patuh. 

“Jangan lupa, kami ngawasin kamu lewat macam-macam cara di kantor ini, jadi kami tahu kamu nurut atau nggak.  Sekarang kamu boleh pulang, Dit.  Makasih ya udah datang ke sini.”

“Weits… ntar dulu dong Bozz… masa cuma begini aja ini hari… saya udah ngaceng dari kemaren bayangin kejadian ini!” protes Brewok.

“Waduh, barang lu tuh emang gak ada remnya ya?”

“Hehe… kalo yang di depan nenek-nenek sih, remnya pakem… ini pan beda huehehe… Slurph!” pandangan mata Brewok menyapu sosok Dita dari atas hingga bawah.

“Oke deh, gini aja… kalo gitu, Dita… ini perintah pertama buat kamu… ayo isep punya temen saya ini, terus telen kalo dia keluar!” Dita langsung lemas mendengarnya, wajah cantiknya memelas.

“Ayo Mbak! Denger gak apa yang disuruh si Boz?”

Dengan gerakan perlahan Dita berlutut di depan Brewok, tangannya bergerak ke arah selangkangan yang menonjol besar itu. Jemari Dita yang lentik meraih resleting, tapi tiba-tiba Brewok malah bergerak mundur, membuat Dita heran apa maksudnya.

“Mbak mau apa ?” Dita terdiam tak mengerti, lalu bertanya. “Bu-bukannya…?”.

“Iya tapi minta izin dulu dong!” kata Brewok dengan gaya arogan. Dita menitikkan air mata, dilecehkan satpam perusahaannya.

“Bo-boleh… boleh saya… hisap… pu..pu-punya, Bang Jun?”

“Pake Tuan!” Roberttak Brewok, Dita terbelalak kaget.

“Bo-bolehkah… saya hisap… punya Tuan Brewok?”

“Gitu doong, yah… untuk wanita secantik Mbak Dita sih, boleh-boleh aja, heheheh.”

Jari Dita meraih resleting celana, namun tiba-tiba telunjuk gempal Brewok menekan mulutnya, membuat ia berhenti.

“Pake ini Mbak nariknya!” hina Brewok, jarinya menggesek gigi Dita.

Dara jelita itu hanya bisa pasrah. Ia mendekatkan wajah ke selangkangan, lalu menggigit dan menarik turun resleting. Sreet…!

Jduuk! Penis Brewok yang big size menampar hidung Dita, rupa-rupanya Brewok konak saat melihat wanita cantik yang selalu terlihat alim di depannya itu, kini terlihat ‘Bitchy’ melakukan gerakan buka resleting dengan gigi. Dita terbelalak dengan ukuran penis persis di depan wajahnya, Brewok dan Kriwil tertawa melihat ekspresi Dita yang ketakutan menatap penis besar.

“Lhoo, kok dianggurin…? Katanya mau nyepong, hah…?”. Mata Dita yang tadi terbelalak, kini menatap melas ke pemiliknya.

“Kontol lu sih gede banget, jadi ragu dia muat apa kagak. Mulut mungil gitu, Hahaha!”

“Ay-yoo…is-sepp!” Brewok berang tidak sabar, menamparkan penisnya ke wajah Dita.

Tak tahu memulai dari mana, Dita memajukan wajah dan menempelkan bibirnya ke kepala penis. Ia ciumi, Robertda itu berkedut-kedut dan sang pemilik melenguh keenakan. Dita berlanjut julurkan lidah, menjilat dari batang hingga buah zakar. Proses terakhir membuat Dita dag dig dug. Ia buka mulut lebar-lebar, untuk memasukan seluruh batang ke dalam mulut. Dengan susah payah, bibir mungil itu berhasil melingkar di batang penis. Nafas Brewok kontan berat, sedang Dita memejamkan mata. Jijik, mulut serasa robek, mual lantaran kepala penis serasa tersentuh kerongkongan, dan sebagainya. Dengan tangan kanannya, Dita menggenggam batang penis yang tersisa, sementara kepala bergerak berirama. Brewok mengerang nikmat. Bibir Dita terus menggosok-gosok maju mundur pada kepala dan batang penis, lidahnya menjilat dan meliuri. Brewok makin keras mengerang, Dita jijik mendengar erangan Brewok, membayangkan penis yang dihisapnya akan menyemburkan mani. Terus, terus dan terus sampai akhirnya Brewok tiba-tiba menjambak rambut Dita dan menekan kepalanya, hingga wajah terRobertam di kerimbunan bulu kemaluan. CROOOOOTTT!!! Brewok menyemprotkan sperma di dalam mulut. Dita baru pernah merasakan cairan sperma dalam mulut, ia tak berdaya menelan semua cairan kental asin yang dalam sekejap memenuhi mulutnya.

“Haarggh!” erang Brewok. Dita menahan mati-matian rasa mual yang sudah memuncak.

“Telen Non. Nggh… telen semuah, Semuaakkh!” dengan rasa tak berdaya, Dita berusaha menelan semua sperma yang terus keluar dari penis.

Jambakan Brewok pada rambut perlahan mengendur, seiring aliran sperma yang melambat, hingga berhenti total. Akhirnya Brewok menarik keluar penis dari mulut Dita. Dita langsung membungkuk terbatuk-batuk mencari udara, berusaha menelan sisa-sisa sperma yang masih melekat di lidah dan langit-langit mulut. Tubuhnya berkeringat meski ruangan ber-AC dingin.

“Gilaa, ni cewe jago nyepong Leh…, tampangnya aja yang alim, Haha!” ejek Brewok.

“Mbak Dita ini pan orang keuangan… nah, semua cewek yang kenal uang, doyan duit… pasti udah kena kontol, Hahaha…” tambah Kriwil menghina. Dita kembali menitikkan air mata.

“Gua ga bisa bayangin, gimana enak mulut bawahnya Leh…mulut atas aja enak be-eng,” lanjut Brewok, duduk di kursi mengistirahatkan diri.

Kriwil memelorotkan celana berikut kolornya, Brewok tertawa melihat Kriwil yang ‘pengen’ juga.

“Bodo’ gua kalo ga ngerasain juga, rugi bandar. Ayo Mbak Dita, kemari…puaskan tuan-mu ini,” suruh Kriwil berkacak pinggang, mengedut-kedutkan penis minta dimanjakan. Dita menggeleng kepalanya dengan wajah memelas.

“Ayo cepeet ah, kesini ngerangkak!” Roberttak staf IT itu.

Dita merangkak seperti binatang berkaki empat mendekati Kriwil, lalu melakukan hal yang sama pada Kriwil, hingga karyawan bejat itu melenguh. “Euuuhh!”.

CROOOTTT!!, Kriwil mencabut penisnya dari kuluman, membuat sekujur wajah Dita ternoda sperma. Setelah tak ada lagi yang keluar, Kriwil meratakan mani itu, membuat wajah cantik jelita Dita mengkilap sperma. Mereka berdua menertawakan hal tersebut, Kriwil menjejalkan mani yang belepotan di jarinya untuk dijilat dan ditelan Dita.

Ocehan jorok keluar dari mulut kurang ajar mereka, Dita hanya mampu menyesali yang telah terjadi. Brewok membukakan pintu. Dita bergegas keluar, merasa pusing dan mual membayangkan apa yang akan dialaminya besok. Pasti lebih parah dari hari ini. Sebelum ia keluar tadi, Kriwil sempat memberinya instruksi.

“Eh Dit, mesti diakuin, kamu tuh cantik, tapi kelewat polos penampilannya. Besok jangan pake blazer dan rok di bawah lutut kayak sekarang gini. Pake apa gitu yang seksi, dandan lebih cantik juga.  Oke.  Sana pergi…!”

Selasa pagi.>>>>>

Kantor heboh. Sebenarnya tidak se-heboh itu, hanya saja beberapa karyawan—terutama yang posisi duduknya berada sepanjang jalan Dita masuk dari depan sampai mejanya di bagian keuangan—tidak bisa tidak menoleh melihat si karyawati lewat dengan penampilan tak seperti biasa. Kalau biasanya Dita memakai celana panjang agak gombrong, kali ini Dita memakai rok span berwarna hijau yang tingginya beberapa senti di atas lutut dan ketat sehingga memamerkan keindahan Bentuk lekuk pinggul dan pantatnya.  Kalau biasanya Dita mengenakan blazer berwarna gelap, kali ini dia memilih blus putih lengan panjang yang berenda dan berbahan tipis; hanya saja dia memilih mengenakan pakaian dalam putih sehingga tak mencolok biarpun bahannya menerawang.  Kalau biasanya Dita memakai sepatu hak rendah, kali ini dia memakai sepasang sepatu hak tinggi yang seksi, sementara kedua kakinya dibungkus stocking hitam.  Kalau biasanya Dita hanya mengenakan lip gloss, kali ini bibirnya dipoles lipstik pink.  Hanya kalung berliontin peraknya yang tidak berubah.  Dita memang cantik, tapi penampilannya yang lebih menarik pada pagi itu membuat semua orang yang dilewatinya, terutama yang laki-laki, menengok.

“Suit-suitt!” terdengar suara siulan dari Keisha, ketika Dita tiba di mejanya.  “Cakep amat Mbak, ada apa nih?”

“Emm…” Dita salah tingkah, tak tahu harus menjawab bagaimana.  “Euh… lagi pengen aja.”

Keisha senyam-senyum saja sambil memberikan selembar amplop.  “Ini, katanya dari bagian IT buat Mbak Dita.”  Dita langsung tahu; pasti dari Kriwil.  Mendadak perasaan Dita jadi kacau.  Bakal disuruh apa dia…?

Di dalam amplop itu ada earphone kecil sekali yang bisa diselipkan ke telinga.  Karena Dita biasa menggerai rambut, earphone itu tidak akan kelihatan kalau dipakai.  Selain earphone, Dita menemukan secarik kertas.  Tertulis, “Pakai earphone itu terus, jangan sekali-sekali dilepas, kalau dilepas semua bukti pelanggaran akan sampai ke Bu Brenda.  Bekerja saja seperti biasa hari ini, tapi kalau mendengar perintah kami, segera turuti.”

Dita berdebar-debar ketika mengenakan earphone itu.  Beberapa menit kemudian terdengar suara Kriwil.

“Tes, tes… Dita bisa dengar?  Kalau bisa dengar, berbalik, lalu acungkan telunjuk.”

Dita mengikuti perintah itu.  Dia berbalik badan, lalu mengacungkan telunjuk kanan, lalu suara Kriwil terdengar lagi.  “Bagus.  Hari ini kamu kerja seperti biasa ya, tapi jangan lupa tiap ada perintah kamu harus lakukan.  Ingat, mata kami ada di mana-mana.”

Sesudah itu Kriwil diam lagi.  Dita ketakutan.  Dia Benar-Benar merasa diawasi.  Hari itu dia memulai kerja seperti biasa, tapi dia tak bisa konsentrasi.  Untung dia tidak harus ikut rapat, hanya merekap cek yang siap ditanda tangan Bu Brenda sesuai anggaran, serta merapihkan berkas-berkas permohonan dana proyek yang terlampir.  Sejam kemudian Dita mencopot earphone…

HP Dita langsung berbunyi.  “HAYO! Siapa suruh lepas earphone-nya?” terdengar Brewok si satpam menghardik ketika Dita menerima panggilan yang masuk.  Dita buru-buru memutus panggilan dan memasang lagi earphone.  Kedua pemeras itu tidak main-main ketika mereka bilang punya mata di mana-mana.  Mereka tahu kalau Dita mencopot earphone—pasti lewat kamera CCTV.  “Jangan coba-coba lepas earphone selama di kantor.  Kamu baru boleh lepas sesudah pulang kantor nanti sore, dan besok pagi kamu harus udah pake waktu masuk,” kata Kriwil lewat earphone.

Sesudahnya, sepanjang hari itu earphone lebih banyak diam.  Tapi Dita sudah keburu yakin bahwa dia tak akan bisa lepas dari pengawasan Kriwil dan Brewok.  Setiap beberapa lama, Kriwil atau Brewok bakal menyuruh Dita melakukan sesuatu yang sederhana, seperti mengambil dan mengisi gelas, membuka lalu menutup jendela, atau mengajak bicara Keisha.  Dita heran, kenapa dia disuruh melakukan hal-hal seperti itu?  Iseng sekali mereka berdua.  Tapi karena tidak berbahaya, dia lakukan saja semuanya. Satu kali, Dita tidak melakukan perintah Brewok untuk “ketik ‘BREWOK’ di komputer lalu print”.  Tidak terjadi apa-apa?  Lima belas menit kemudian Kriwil muncul di bagian keuangan membawa sejumlah CD dan kaset, bergegas ke arah ruangan Bu Brenda.  Dita membelalak ketakutan.  Buru-buru dia lakukan perintah Brewok, ketik dan print.  Kriwil ternyata tidak menuju ke ruangan Bu Brenda, malah pada saat-saat terakhir berbelok ke meja Keisha dan memberikan satu CD, kemudian berbalik.  Waktu melewati meja Dita, Kriwil tersenyum jahat.

Dita langsung pucat pasi.  Rupanya semua perintah biasa itu adalah untuk mengetes kepatuhan.  Munculnya Kriwil menunjukkan bahwa sekali dia tidak patuh, biarpun ketika disuruh melakukan sesuatu yang biasa, kedua pemerasnya tak segan-segan akan melakukan apa yang mereka ancam.

“Mbak Dita, kenapa…? Mbak kok pucat?” Keisha mendekat.  Dita yang masih shock karena mengira tadi Kriwil Benar-Benar mau memberikan barang bukti ke atasannya berusaha menenangkan diri.  “Gak… gak kenapa-napa kok Sha… Eh itu tadi CD apa yang dikasih sama Kriwil?”

“CD kosong buat back up data… Aku minta dari IT,” kata Keisha datar, “Lho, Mbak udah kenal sama yang datang tadi?”

“Hah?” Dita kaget.  “Eh. Iya. Udah kenal.  Emm ketemu waktu makan siang kemarin.”

“Ooo…” Keisha cuma menjawab seperti itu, lalu kembali lagi ke mejanya.

Dita juga kembali ke kursinya, terhenyak.  Dua orang itu Benar-Benar sudah mencengkeramnya, tiada jalan keluar.  Apa lagi yang bisa dia lakukan?

*****

Selasa sore>>>>>>

Satu jam sebelum jam kantor berakhir. Ketika Dita mengira tidak akan terjadi apa-apa lagi, earphone berbunyi. Kriwil.

“Dita, beresin kerjaan kamu, dan sekarang juga pergi ke ruang rapat lantai 2.”

Dita seharian terus-menerus mengerjakan perintah-perintah kecil dari Kriwil dan Brewok, sehingga dia lama-lama jadi terbiasa sendiri.  Toh belum ada permintaan mereka yang aneh-aneh… Hal itu sedikit membuat Dita tak curiga.  Dita segera melakukan apa yang disuruh, lalu meninggalkan meja kerja menuju ruang rapat lantai 2. Di depan ruang rapat lantai 2…ada tanda “Sedang Ada Rapat”.  Ruang rapatnya sedang dipakai?

“Masuk aja,” terdengar suara Kriwil.

Dita membuka pintu ruang rapat.  Ternyata kosong… tidak ada rapat yang sedang berlangsung di ruangan cukup besar itu, hanya ada Kriwil yang sendirian dengan laptop-nya.  Seperti layaknya ruang rapat, di sana ada meja besar yang dikelilingi kursi, dan layar untuk proyektor.  Kriwil duduk di dekat pintu, menghadap layar; ketika Dita masuk, Kriwil langsung mengunci pintu. Dita diam saja, tak tahu apa yang akan dilakukan Kriwil.  Kriwil bertanya,

“Udah ngapain aja hari ini?”  Dita menjawab dengan ragu-ragu bahwa dia bekerja seperti biasa. 

“Bukan.  Dari tadi udah disuruh apa aja?”

“Emm…” Dita lalu menjelaskan semua yang sudah dilakukan.

“Oke,” kata Kriwil.  “Bagus.  Budak yang baik mesti nurut sama tuannya, heh heh heh…”

Kriwil memencet keyboard laptop, dan terdengar lantunan musik.

“Sekarang…” perintah Kriwil… “Naik ke meja di depan layar itu.”

Dita menurut.  Dia membuka sepatu hak tinggi-nya dan naik ke meja, lalu berdiri di atas meja.

“Oke Dita…” Kriwil mengatur sehingga musik yang mengalun terdengar lebih keras.  Lagu “Naughty Girl” Beyonce.

“Sekarang kamu striptis di sana.”

Dita merinding.  Dia belum pernah melakukan striptis sebelumnya, dan sekarang dia berada di depan seorang maniak komputer cabul yang akan menyaksikan setiap gerak-geriknya. Karyawati muda yang cantik itu memejamkan mata dan mulai bergoyang membangkitkan gairah seiring musik.  Dia tak percaya dia akan berani melakukan ini, tapi tubuhnya seperti terhanyut oleh lagu yang sensual itu.  Dita pelan-pelan mulai membuka kancing blus putih tipisnya.  Satu kancing… dua kancing… tiga kancing lepas sehingga bra putih berenda-nya terlihat.  Kriwil bersuit-suit nakal.  Anunya sudah memberontak minta jatah dan dia sudah membayangkan tubuh jelita Dita menggeliat-geliat di bawah tubuh kerempengnya. Setelah semua kancing terlepas, Dita mengeluarkan bagian bawah blusnya yang dimasukkan ke rok.  Selagi Dita mencopot kancing lengan blus, Kriwil bisa melihat bra putih di celah di antara kedua bagian blus, juga kulit mulus dada dan perut Dita. Dita menyadari bahwa dia akhirnya harus mencopot seluruh blusnya.  Dengan ragu, dia memandangi Kriwil, tapi Kriwil memasang tampang serius dan berkomentar pendek “Buka.”  Dita berbalik dan membiarkan blusnya meluncur turun dari bahunya. Kriwil memandangi punggung atas Dita yang tinggal tertutup tali bra dan menunggu Dita berbalik, dia ingin melihat payudara Dita yang masih ada dalam bra.  Dita memutar-mutar blusnya ke atas bagai koboi memutar tali laso, seiring tubuhnya juga yang berputar.  Selagi berputar, pinggiran rok Dita terangkat tinggi-tinggi, memamerkan kemulusan pahanya.  Dita tak merasa dirinya telah terbawa irama.  Dita selesai berputar dan kembali menghadap Kriwil, dan Kriwil tak kecewa dengan apa yang dilihatnya. Payudara Dita yang montok sekarang tampak di depannya dalam bra putih berenda.  Bra itu berbelahan rendah di depan, menunjukkan lengkung indah sepasang buah dada, dan Kriwil menikmati sekali pemandangan itu, tahu bahwa sebentar lagi penutup dada yang menghalangi akan lepas.

Sementara itu wajah si karyawati sudah merah padam karena Kriwil bersuit-suit terus menonton dirinya, tapi diam-diam dia senang juga karena merasa dikagumi. Dita kembali berbalik dan membuka kaitan bra di punggungnya sambil menghentakkan kakinya.  Dia berhenti bergerak, meloloskan bra dari tubuhnya dengan tangan terjulur ke atas, lalu diputar-putar juga bra itu di udara. Kriwil berteriak,

“Ke sini’in Non, lempar ke sini!”  Sambil menutup payudaranya dengan sebelah lengan, Dita melempar branya ke wajah Kriwil, sengaja dengan sedikit keras.  Kriwil hanya menyeringai. Dia tahu Dita Robertci dikerjai seperti ini, namun si karyawati tak punya pilihan. Kriwil dengan mesumnya memperhatikan tubuh Dita yang sudah setengah telanjang. Mulutnya menganga, air liurnya menetes dari ujung bibir.  Saat itu Dita menyilangkan kedua lengan di depan dada, malu membuka payudaranya yang telanjang.  “Udah ga usah malu, tunjukin aja Non!” kata Kriwil.  Dita menurunkan lengannya dan merasa mukanya makin memerah selagi Kriwil mengomentari payudaranya.  “Wueisss… cakep tuh susunya, putih mulus.  Udah ga sabar nih pengen cobain kenyal-kenyalnya.”  Sejak menjerat Dita, Kriwil sudah membayang-bayangkan tubuh Dita, tapi baru kali ini dia melihat langsung, dan dia tidak kecewa karena tubuh Dita memang indah seperti bayangannya.

“Ayo dilanjut bawahnya!” suruh Kriwil, melihat Dita sempat terdiam.  Tinggal roknya yang masih tersisa. 

“Goyang lagi dong!” Kriwil mengeraskan musik, agar Dita kembali menggerakkan badan.  Dita yang sudah terbawa irama kembali menggoyang badannya, kali ini berbalik membelakangi Kriwil dan membungkuk. Sambil membungkuk, ia melepas kaitan rok, menarik turun resleting, dan jatuhlah rok itu di sekeliling kaki. Kriwil semakin gencar mengocok kejantanannya.

Kini tinggal celana dalam G-string yang menutupi tubuh Dita, bongkah pantat Dita pun bebas dipandang. Kriwil yang gemas sempat bangun dan spanking. Plaak!  Dita memekik kecil ketika pantatnya ditepuk seperti itu, “Awh!!” Dalam hati ia menyukai perlakuan Kriwil meski itu melecehkannya.  Dita malah menumpukan kedua tangannya ke bawah, di atas meja.  Sambil mengocok penis, Kriwil maju dan berinisiatif menarik turun G-string Dita dengan sekali sentakan kasar, hingga turun sampai betis Dita

“Goyang pantat kamu Non, posisi tetap gitu!” suruh Kriwil.

Dita menggoyang pinggulnya, perlahan seperti mengaduk adonan. Kriwil manggut-manggut menyaksikan aksi goyang pinggul persis di depan mukanya itu. Dia akhirnya gemas dan meremas pantat Dita.

“Sini Non, udah cukup tariannya… Mbak udah berhasil bikin saya ngaceng berat!” Kriwil tidak hanya bicara begitu, tapi langsung menunjukkan barang bukti perkataannya itu.

“Sini duduk!” suruh Kriwil. Dita patuh dan duduk di tepi meja meeting itu. Kriwil juga menyuruh Dita membuka kedua paha, sambil terus mengocok kejantanannya. Dita menumpukan kedua tangan ke belakang, wajahnya menoleh ke samping, pipinya merona, karena belahan kemaluannya kini ditatap Kriwil nanar. Kriwil mencapit sepasang bibir vagina Dita, membuat si cantik itu menjerit kaget plus terangsang. Tangannya refleks menahan lengan Kriwil.

“Enggak boleh nih? Hmm… inget!!” mata Kriwil melotot, marah karena hobinya dilarang.  Dita kembali menarik tangan dan memalingkan wajahnya.  Kaki Dita mengayuh ke kiri dan kanan, geli bibir kemaluannya dipegang orang. Pangkal paha Dita sedikit merapat saat melihat Kriwil mendekatkan wajah ke kemaluannya. Tanpa perlawanan berarti, hidung Kriwil mendekat sampai hanya beberapa senti dari vagina Dita. Pipi Dita semakin merona ketika Kriwil menghirup dalam-dalam, seperti menghirup udara segar di pegunungan. Kriwil tak hanya puas dengan mengendus-endus kewanitaan Dita. Dia menjulurkan lidahnya.

“Asyiiik,” seru Kriwil.

Pelan-pelan dia menjilat vagina Dita, dimulai dari bawah.  Lidah itu menelusup ke liang, mencelup dengan perlahan. Dita ingin menjambak Kriwil, tapi dia masih ragu dan takut membuat Kriwil marah.  Kriwil sepertinya bukan amatir dalam hal jilat-menjilat, dia memain-mainkan lidahnya dari bawah ke atas, menjelajah seluruh bagian luar bibir vagina Dita, bahkan mencucup seputar selangkangan dan menjilat pangkal paha Dita.

 Peluh Dita semakin bercucuran, menambah indah pemandangan karena membasahi lekuk-lekuk tubuh Dita.

“Ohhh…” Dita tak menduga, desahan penuh nafsu keluar dari mulutnya, tubuhnya serasa merinding menerima sensasi dijilat oleh Kriwil. 

Si karyawati menggigit bibir, berusaha menahan malu—dia tak mau mengakui bahwa tubuhnya mulai menikmati rangsangan yang diberikan laki-laki bertampang culun yang sedang melahap selangkangannya.  Mendengar itu, Kriwil makin semangat, makin liar saja aksinya melahap kemaluan Dita. Lidahnya menemukan dan mulai menggoda klitoris Dita. Dita semakin merebah ke belakang, pasrah saat Kriwil memapah kedua belah kakinya menyilang ke belakang leher Kriwil.  Kriwil semakin bernafsu menyorongkan wajah.  Tanpa sadar, Dita merapatkan kedua pahanya, seolah menarik muka Kriwil makin dekat, tak mau melepaskan.  Kriwil tersenyum mesum di selangkangan Dita, merasa si korban telah jatuh dalam genggaman.  Jantung Dita berdebar makin cepat, tubuh atasnya yang sudah telanjang menggeliat-geliat di atas meja rapat. Kriwil terus menciumi dan menjilati bibir bawah Dita, menjelajahi seluruh bagian luarnya. Sesekali dia menowel-nowel klitoris Dita dengan lidahnya. Dita menjerit kecil karena nikmat.  Tubuhnya terasa panas, putingnya mengeras.

“Hhmmmm mnmmm… Asyikkk ketemu itilnya… Bleph.. mhlm…” Kriwil mengoceh sambil merajalela di kemaluan Dita.  Dia terus menggoda bagian itu dengan mulut dan lidahnya. Dita merasakan sesuatu memuncak dalam tubuhnya—

“Terus Maas, Aaawhh… dikit lagi, dikit lagiii…” Kriwil semakin menyeringai di selangkangan Dita, tahu Dita akan menuju orgasme.  Dan dengan kurang ajarnya… Kriwil berhenti.

“Mas Hhh, Hhh… ke-kenapa ber..henti?”

“He he he he he… Enak di elu ga enak di gue!” jawab Kriwil.

“Tolong Mas… emh, te-terusinh…” pinta Dita.

“Terusin apa, Mbak Dita sayang?”

Wajah Dita sudah demikian sayu, matanya redup, tangannya meremas payudaranya sendiri karena nafsu yang tak tertuntaskan.  Dengan membuang rasa malu, ia berkata, “Terusin… yangh… tadi!”

“Yang tadi mana?” goda Kriwil lagi.

“…itu tadi…”

“Tadi apa? Kalo pake Bahasa Indonesia yang jelas dong!” Kriwil terus memancing.

Dita malu mengatakannya, tapi apa daya nafsu sudah keburu memuncak.

“Jilatin memekku mas!” tukas Dita dengan pipi merona.  Kriwil tertawa mendengarnya, serasa jadi pemenang.

“Nya ha ha ha ha… Dasar perek! Minta jilmek!”

“Tapi…” sambung Kriwil, “Ogah! Lidah gue pegel! Sekarang giliran yang lain!”

“Tolong Maaaaaaasshh…” Dita merengek sambil merangsang vaginanya sendiri.

“Nah Non, yang ini aja disuruh ngejilat… dijamin lebih enak!” Kriwil berkata itu sambil menunjuk kontolnya. “Tapi Mbak Dita mesti minta… Ya?”

Dita terhenyak mendengarnya, dia merasa dilecehkan namun kondisi birahi mengalahkannya.

“Mi-minta gimana Mas?” kata Dita.

“Minta dientot sama Tuan Kriwil,” kata Kriwil.  “Kamu mintanya yang Roberter, ya! Gini ta’ ajarin…Tuan Soleeeh~”

Dita terdiam.

“Ayo ikutin, gimana sih?!” Kriwil tadi meniru nada bicara yang genit mendayu, seperti pelacur menggoda laki-laki.

“I-iya…Tuan Soleeeh,” kata Dita dengan terpaksa.

“Sudikah Tuan mengentot sayaa?” ajar Kriwil.

Dengan pipi merona merasa dipermalukan, Dita mengikuti apa kata Kriwil. “Sudikah Tuan… me-mengentot… saya…”

“Tunggu tunggu tunggu… Kelewat formal kok gue malah jadi il-fil… Kurang ganjen! Ayo diulang! Improvisasi sendiri kalo perlu!” Kriwil memprotes.  Memang nada bicara Dita tadi datar dan malu-malu.  Dita kaget mendengar perkataan Kriwil.  Ia terhimpit antara pelecehan dan birahi.

“Ayo cepetan!” perintah Kriwil tak sabar.  Dita meredam rasa malunya

“Tuan, entot saya Tuaan… saya mau kontol Tuan di memek saya… puasin saya Tuan, Tuan juga boleh entot saya sesuka Tuan!”

“WHUA HA HA HA HA!!” Kriwil tak menyangka kata-kata Dita malah bisa sebinal itu.  Tapi memang Kriwil sudah menyangka ada kebinalan yang disembunyikan Dita, dilihat dari chatting nakalnya; makanya Kriwil tidak heran mendengar kata-kata kotor Dita.

“Gak nyangka Mbak Dita doyan ngentot juga,” kata Kriwil. “Baik, karena sudah diminta…”

“Baiklah…karena Mbak Dita maksa… apa boleh buat!” Pria IT berkacamata tebal itu bangkit berdiri dari duduknya.

“Jadi gimana Non, jelasnya…” Kriwil lanjut mengejek, sambil mengocok tombaknya. Dita mengangkang dan memohon, “Ma-ma… sukin…”

“Masukin apa?? Ke mana??” kata Kriwil lagi dengan suara lebih keras.

“Itu…” Dita menunjuk kejantanan Kriwil.

“Itu apa…? Pake bahasa yang jelas dong! Tadi udah Roberter!”

“Ko… kontol Mas…” wajah Dita semakin memerah.

“Bagus, yang tegas jangan ragu… oke, kontol saya ke…? Ke mana?”

“Ke-ke si… ni…” Dita melebarkan bibir vaginanya.

“Oh ke situ, ya ya… ehem. Itu berarti… saya masukin kontol saya ke… apa?”

“Memek… memek…ku Mas…” Dita memalingkan wajahnya sejauh mungkin, malu dengan kata-kata joroknya sendiri, malu melihat wajah mupeng Kriwil.

“Iya deh… yuk?” kata Kriwil menempelkan kepala penisnya, namun insting wanita membuat Dita refleks menjauhkan vaginanya dari penis Kriwil yang menurutnya asing.

“Lho…kok ?!” Kriwil menatap tajam.

“Eh iya Mas, ma-maaf…” kata Dita, kembali melebarkan kakinya yang sempat merapat.

“Gapapa, justru dari situ kelihatan…seberapa polos kamu sebenarnya. Kedua bawahan kamu malah lebih jalang dari kamu,” komentar Kriwil.” Berarti, memek Mbak Dita… paaaasti sempit, hehehe.” Selesai berkata itu, Kriwil memRoberttangkan kedua paha Dita lebih lebar.

“Cepet buka Non!” Kriwil meraih tangan Dita, menuntun ke vaginanya. Dita merentang belahan kemaluan miliknya, terlihatlah gemerintil daging merah muda di dalamnya.

Kriwil yang sudah sedari tadi menahan nafsu, mulai menekan kejantanannya.

“Mampus gue, susah banget!! Lu pernah dientot ga sih? Punya memek kayak gini… Hhhhhggg!” Kriwil mati-matian mendorong masuk. Tangan Dita yang beberapa kali menghalangi laju penis ditangkapnya. Kriwil menjauhkan tangan Dita agar tidak ada lagi yang menghalangi.

“…hhhh…” Kriwil mendesis keenakan ketika kepala burungnya mulai menerobos vagina Dita. Dita menggigit bibir menahan rasa malu ketika akhirnya dia dipenetrasi Kriwil. Kriwil terus mendesak masuk… dan mendapati bahwa sebenarnya bukan dia laki-laki pertama yang pernah masuk ke sana.

“Egghh… wah segelnya udah ada yg nge… buka nih?? Sebodo amat… masih nggigit ini… asoyy!”

Tak puas dengan hanya memasuki vagina Dita, Kriwil juga merapatkan tubuhnya ke Dita, bibirnya berkeliaran ke puting Dita yang sudah keras. “Aaa~h?” Dita kaget ketika Kriwil menjilati payudaranya, sambil tangannya bergerilya ke mana-mana. Tubuh kurus Kriwil membungkuk menindih tubuh Dita, lidahnya yang menjijikkan menjilati dada dan leher Dita. Dan di bawah, seluruh bagian penisnya sudah masuk ke vagina Dita.

“Amm… nyam… hleeh…” keluar bunyi-bunyian tak jelas dari mulut Kriwil yang menikmati ‘hidangan’ empuk di dada Dita, ditingkahi desahan Dita. Pinggul Kriwil mulai bergerak maju-mundur, membuat Dita memekik. Kriwil bergerak pelan-pelan, karena masih konsentrasi di tubuh bagian atas Dita yang sebenarnya juga mau dia nikmati.

“Eh… Tau gak,” bisik Kriwil sambil menjilati telinga Dita, “Enak juga ya bibir bawah lu, biar udah ga perawan tapi tetep peret!”

Kemudian, Kriwil mulai menggenjot makin kencang, sambil sesekali mencengkeram dada Dita.

“ah… ah…. Ahh…” Dita tak kuasa menahan suaranya. Di ruangan yang sepi itu kini hanya terdengar suara Dita dan Kriwil yang dilanda nafsu, serta hentakan tubuh mereka yang beradu.

“Mestinya ga heran sih kalo kamu udah pernah ginian,” Kriwil terus mencerocos. “Kalo masih perawan baik-baik mana mau diajak chatting mesum ama orang ga jelas, ha ha ha!”

Dita sudah tidak peduli lagi apa kata Kriwil, dia malu mengakuinya tapi sudah begitu lama sejak ada laki-laki menyetubuhinya, dan biarpun yang sekarang ini seorang yang jelek lagi brengsek, tetap saja dia mulai merasakan kenikmatan badan. Ia terima hunjaman demi hunjaman Kriwil yang semakin terasa sambil merintih seksi. Kriwil semakin bernafsu berkat reaksi Dita, diciuminya betis Dita yang dicengkeramnya.

“Yahhhhh, ouhhh!” desah Dita, saat lidah Kriwil menyapu betis putih padatnya.  Itu karena Kriwil tanpa sengaja menyentuh satu titik sensitif Dita, dan si karyawati jadi terkaget merasakan kenikmatan karena disentuh di sana.  Kriwil menaikkan betis Dita ke bahunya, memeluk erat paha Dita yang merapat ke perutnya. Dita menggigit jarinya di sela rintihan, Kriwil memejet puting Dita dan menggodanya dengan puntiran. Rintihan pun semakin keras, Kriwil juga menyodok semakin keras, karena tahu Dita tak lama lagi meraih klimaksnya

“Aahhh, Ahhhh, Ahhhh, Aaaaahhhhhhh !” Dita mencengkeram lengan Kriwil. Kriwil yang mengerti menghentikan sodokan sambil tersenyum mengejek.

“Errmm…” Dita menggigit bibir bawahnya, tubuhnya terhentak-hentak.

Kakinya yang jenjang mengejang. Nafas Dita berdengus cepat tak beraturan selesai itu. Kriwil menurunkan kakinya dan menarik lepas penis. Ia tersenyum bangga melihat barangnya mengkilap, terselimut jus cinta Dita.

Dita melonjorkan kakinya, ingin beristirahat sejenak. Tapi Kriwil malah membalikkan tubuh Dita hingga tengkurap.

“Iyaah…” reaksi Dita, saat Kriwil menarik tubuhnya turun dari meja setengah badan.  Plaak! Tamparan mendarat di pantat Dita.

“Enak ya…keluar, Hah?!” leceh Kriwil. Pantat Dita menjadi sasaran tampar beberapa kali, dan Kriwil menyepak kaki Dita agar lebih mudah memasuki tubuh Dita.  Kriwil meremas-remas pantat Dita sambil menggesekkan penisnya ke bibir vagina yang sudah banjir tak karuan itu.

“Ouh, Sssstt…” Dita mendesis perlahan lalu menggigit bibirnya, seirama dengan kejantanan Kriwil yang membelahnya perlahan dari belakang. Erangan kemudian terdengar ketika Kriwil melanjutkan sodokan dengan penuh nafsu. Sodokan Kriwil semakin lama semakin brutal. Rintihan Dita semakin keras pula jadinya, si cantik itu mencengkeram pinggiran meja. Dita terus terdorong hingga mentok ke pinggiran meja, buah dadanya yang menempel di meja terayun seirama goyangan meja. Kriwil mencengkram bahu Dita dan memeluknya dari belakang. Sambil menempelkan tubuhnya ke tubuh Dita, Kriwil menghirup harum rambut Dita sambil meremas payudara Dita dan tentunya tidak lupa menggempur liang kemaluan Dita sekencang-kencangnya. Mata Dita terpejam, mulutnya menganga, menjeritkan kenikmatan. Dita tidak menyangka, ternyata Kriwil lama sekali bisa menahan untuk tidak keluar. Nyaris lima menit tanpa henti batang Kriwil keluar-masuk kewanitaan Dita, menggesek dinding-dindingnya sampai Dita ngilu, namun Kriwil seperti tidak ada habisnya. Yang tak bisa ditolak Dita adalah kenyataan bahwa dia tetap merasakan kenikmatan, walaupun dia sedang disetubuhi dengan paksa. Bahkan bisa dibilang diperkosa. Walaupun dia sudah ada pengalaman sebelumnya, dia belum pernah mengalami yang seperti ini. Kriwil akhirnya memeluk tubuh Dita erat-erat dan menusuk dalam sekali.

Dita merasakan penis Kriwil kejang-kejang di dalam vaginanya… Gawat!

“Ah!” jerit Dita, menyadari apa yang terjadi.

“Jangan di dalem Mas… Plis Mas, jangan!” pinta Dita sambil meronta, berusaha melepaskan diri dari rangkulan Kriwil.

Dita berhasil mendorong Kriwil yang tak konsentrasi karena sedang asyik memuntahkan lahar panasnya. Penis Kriwil pun keluar dari dalam vagina Dita dalam keadaan masih muncrat, sehingga sebagian spermanya terciprat ke pantat Dita. Tapi tadi keburu ada sedikit yang sempat dikeluarkan di dalam. Dita merasakan tubuhnya lemas, ingin dia lari dari sana saat itu juga, ke kamar mandi atau ke manapun di mana dia bisa mencuci bersih Robertih tak diundang yang terbuang dalam rahimnya. Kriwil terduduk ke satu kursi, dan tertawa-tawa seperti orang gila.

“Huahahahah… Enak banget memek lonte baru gue… Apalagi kalo bisa dikeluarin di dalem kayak tadi…”

Sedikit keberanian muncul dalam diri Dita untuk meminta.

“MAS… Udah puas kan… Aku… boleh pulang?”

Dia mengatakan itu sambil menatap dengan Robertci ke arah Kriwil yang lemas keenakan. Kriwil cuma nyengir melihat korbannya yang telanjang, bersimbah keringat, dan ternoda peju itu.

“Ya udah… Buat hari ini udahan dulu! Makasih ya cantik, tadi enak banget, sumpah, mendingan kamu daripada dua yang lain itu!”

Dita tak peduli kancing blusnya belum terpasang rapi, dan dia pun belum memakai pakaian dalamnya. Hanya mengenakan blus dan rok serta menggenggam pakaian dalam, Dita berlari keluar dari ruang rapat. Dia menuju toilet terdekat yang untungnya memiliki ruang shower kecil. Di situ, Dita kembali melepas bajunya, dan pertama-tama langsung membasuh kemaluannya. Dia tak mau dia jadi mengandung gara-gara perbuatan Kriwil tadi.

Brewok, si satpam, duduk sambil menyaksikan rekaman adegan striptease Dita di ruang rapat.  Dia dan Kriwil memang sengaja menyuruh Dita ke ruang rapat lantai 2 karena di sana dia sudah memasang kamera pengawas dengan kualitas paling bagus. Demi menjerumuskan Dita lebih jauh, mereka merencanakan membuat video semacam itu.

“Gila… bagus amat bodinya si Dita…” kata Brewok sambil ngiler. 

Dia hanya menyalakan kamera sampai Dita selesai striptease saja; tidak merekam apa yang terjadi selanjutnya karena sudah tahu Kriwil sedang menikmati tubuh si cantik itu. Hari ini giliran Kriwil melahap Dita, besok giliran dia.  Tidak apa-apa. Yang penting videonya sudah jadi. Dan Brewok sudah ngaceng dari tadi menikmati liukan tubuh Dita. Dia sudah tak tahan.

“Uahh… gue mau ngecrot nih!”

Di ruangan itu juga ada… Keisha, bawahan Dita, yang berlutut di depan selangkangan Brewok dan sejak tadi mengoral penis si satpam. Brewok mencengkeram belakang kepala Keisha dan memaksa Keisha men-deepthroat anunya selagi dia menyemburkan cairan Robertihnya.  Gadis kurus berambut pendek itu tak bisa berbuat apa-apa selain menerima semburan cairan hangat di mulutnya. 

“Mmmpphhh!!” teriaknya tertahan. 

“Uooohh!!” seru Brewok.

Setelah puas, barulah Brewok melepas cengkeraman.  Keisha langsung menarik kepalanya dan terbatuk-batuk, tersedak mani Brewok. 

“Uhk… uuhkk…” Sebagian mani tercecer dari bibir Keisha.  Keisha langsung menutup mulutnya dengan tangan dan memuntahkan sperma yang masih tersisa di mulutnya.  “Kasar amat…” keluhnya.

“Banyak bacot lu…” omel Brewok.  “Tuh lihat, akhirnya kita berhasil.  Dia mau juga tuh digituin.  Berapa hari ke depan juga dia bakal dijadiin kayak elu… jadi lonte kami.  Ahh… tuh kan, gue udah ga sabar pengen nyobain memek si Dita.  Giliran gue baru besok tapiii. Ya udah. Ayo nungging!”

Keisha pasrah dan berbalik badan, lalu menungging membokongi Brewok.  Si satpam nyengir dan langsung menyiapkan senjatanya.

*****

Dita selesai membersihkan vaginanya yang baru dinodai Kriwil, dan telah memakai lagi pakaiannya.  Ketika dia keluar kamar mandi, ternyata Kriwil menunggu di luar. Kriwil menyuruhnya pulang.

“Hati-hati di jalan ya.  Oiya.  Dandanan kamu hari ini oke juga.  Tapi masih nanggung ya.  Besok mesti bisa lebih seksi lagi.  Bisa kan?”

Dita cuma mengangguk lemah, pikirannya sudah capek karena dikerjai Kriwil.  Tapi dia tak punya pilihan.  Dia sudah tahu apa yang bisa dilakukan kedua bangsat itu. Dengan langkah lemas Dita kembali ke ruangannya, mengambil tas, lalu pergi meninggalkan ruangan. 

“Udah sono pulang, sebentar lagi kereta lewat,” kata Pak Tigor, kepala keamanan yang membawahi semua satpam gedung, kepada Bima si wakil manajer produksi yang sedang menemaninya duduk-duduk di depan pos satpam.  “Ga usah mikirin kerjaan terus, mikir yang laen napa, misalnya calon istri, kamu kan udah waktunya cari jodoh.”

“Yang itu biar gimana jalan ke depan aja deh Pak…” kata Bima sambil melihat Pak Tigor yang rambutnya sudah beruban semua tapi tetap bertampang tegas.  Bima baru selesai lembur, tapi karena menunggu jadwal kereta lewat jadi dia ngobrol dengan Pak Tigor.  Bima sebenarnya kurang suka bergaul dengan orang, tapi sekalinya bertemu teman yang cocok seperti Pak Tigor, dia bisa ngobrol banyak dan lama.  Sifatnya yang terkesan kaku itu hanya kepada orang yang kurang dikenal saja.

“Ah, kamu mah kebanyakan mikir, makanya ga maju-maju,” Pak Tigor menyindir.  Bima membalas, “Tetep aja mesti mikir Pak, daripada dapet yang kayak kemarin lagi…” nada bicara Bima berubah jadi suram “…kirain dia cewek setia, nggak taunya pengkhianat.  Tampang baik-baik juga nggak jaminan.”

Pak Tigor menyikut pelan Bima.  “Itu yang namanya kebanyakan mikir, tau,” sanggahnya.  “Kamu mesti ngambil risiko, kalau nggak sampai tua ga kawin-kawin loh.  Jelek-jelek gini, Bapak udah punya istri dari umur 20.  Ga usah banyak mikir urusan perempuan, kalau ada kesempatan, hajar aja… Eh ada yang baru pulang tuh?”

Di depan mereka, Dita melintas, berjalan dengan lesu setelah akhinya diperbolehkan pulang oleh Kriwil. Perasaannya campur aduk, dan dia pun membayangkan besok harus menjalani hari seperti ini lagi.

Pak Tigor menarik Bima sampai bangun lalu mendorong Bima agar menghampiri Dita. 

“Sono samperin!” perintahnya. 

Bima tidak bisa menolak dan berjalan mendekat ke Dita.

“Emm… Dita dari bagian keuangan kan?” Bima menyapa.  “Baru pulang?  Abis lembur juga ya?”

“Eh… I… iya,” Dita kaget, tak menyangka bakal dihampiri orang.  Tapi perasaannya masih kalut sehingga kedatangan Bima yang tiba-tiba membuat dia waswas.  “Mas… Bima kan?  Iya, …abis lembur.”

Keduanya berjalan bareng sampai ke luar pagar.  Tanpa bicara.  Dita masih panik dan takut, Bima belum pede untuk mengajak bicara Dita yang kurang dikenalnya.  Akhirnya…

“Ke arah mana?” tanya Bima.

“Ke…” Dita menyebut satu daerah pinggir kota.  “Mas Bima ke… mana?” balas Dita.  Bima menjawab daerah lain yang agak jauh dari tujuan Dita.  “Aku mau ke stasiun…” kata Bima.

“Ya… nggak sejalan nih, yaudah aku duluan ya Mas Bima…” Dita buru-buru pergi meninggalkan Bima, dia malu menghadapi karyawan lain dengan keadaan seperti itu.  Bima kelamaan bereaksi, dia cuma melongo melihat Dita yang langsung pergi.  Tapi Bima bisa melihat.  Dita seperti sedang bermasalah.

Comments

Popular posts from this blog

Akhwat Kampus

Naughty Hijab Wife

Istri Seksi Jadi Budak Seks Bossku (PART 2)