Puspa: Pertandingan Bola

 

Puspa



Puspa duduk pada kursi meja makan. Biarpun merasa sedikit kelelahan, tapi dia merasa lega karena seluruh rumah telah tertata rapi. Butuh sepanjang siang tapi sekarang semuanya sudah hampir selesai. Hanya tinggal meja kaca yang tersisa untuk dibersihkan sekarang dan dia bisa berendam di air hangat selama yang dia suka. Dia membayangkan Josh, istrinya selama 3 tahun, akan segera pulang tapi itu masih terlalu lama untuknya. Pagi tadi dia bangun dengan birahi yang membumbung tinggi hingga mungkin dia bisa saja meniduri pejantan pertama yang dekat sekitarnya. Sebenarnya hampir dia gunakan vibrator kesukaannya yang tersimpan di dalam laci dresser yang paling bawah, tapi dia lebih suka cita rasa kekenyalan batang penis yang sebenarnya dibandingkan kerasnya plastik. Tak ada letup kesenangan dengan vibrator, dia hanya akan menggunakannya saja. Tak sama saat Josh dan dia berhubungan seks. Di manapun dan kapan saja, dia suka dengan sensasi hampir terpergok, selalu bisa dia dapatkan orgasme besar saat ada resiko. Melihat pada jam di dinding, dia baru sadar kalau sudah menghabiskan sepanjang hari, masih 2 jam lagi baru Josh pulang. Lalu dia berdiri dan memakai penggilap untuk membersihkan meja hingga bersih berkilat.
“Ini bisa sedikit meredakan tegangku.” dia tersenyum pada dirinya sendiri sambil melangkah menuju ke kamar mandi untuk berendam.
Lebih dari satu jam berikutnya, Puspa sedang memilah pakaian, coba menentukan pilihan mana yang akan dia pakai.
“Hmmm” gumamnya, “Bagaimana kalau kamu!” ucapnya, menatap sebuah summer dress berwarna hitam.

Dia melangkah ke depan cermin dan memegangi piihannya tersebut di depan tubuhnya, dipertimbangkan sebentar sebelum akhirnya melemparkannya ke atas ranjang. Warna hitam terlalu mewah untuk hari ini. Sekilas terlintas untuk sepasang jeans pendek dan kaos tapi dia kesampingkan ide tersebut, makan waktu lama untuk melepas jeans nantinya. Tiba-tiba sebuah ide datang dan dia langsung memilah pakaiannya lagi, dia temukan yang dicarinya, mengambilnya dan langsung dia kenakan. Berdiri di depan cermin berukuran besar, Puspa tersenyum pada dirinya sendiri. Di usianya yang hampir memasuki kepala 3 tahun ini dia tumbuh jadi seorang wanita yang memukau. Rambutnya dia biarkan panjang melebihi bahu, sepasang mata bulat besar, bibir penuh yang seakan memang diciptakan demi kenikmatan mengisap batang penis, pinggang ramping yang membuat tubuh berlekuk menggoda. Buah dada membulat besar dan kencang, meskipun tubuhnya tak setinggi para model, namun sepasang kakinya terlihat begitu indah. Dia adalah sosok impian para pria. Selalu ada siulan menggoda kala dia melenggang di hadapan mereka dan Puspa menyukai semua perhatian tersebut. Bahkan suatu saat ada seorang pria paruh baya yang mencubit pantatnya saat dia lewat di depannya. Pria usia belasan tak luput juga untuk mencoba menyentuh buah dadanya. Puspa masih ingat saat ada dua orang remaja yang menawarkan diri untuk membersihkan tamannya, tapi mata mereka tak bisa berpaling lepas dari tubuhnya, begitu Puspa berbaring santai menikmati sinar matahari di kursi malasnya dengan memakai bikini. Well, Puspa rasa mereka pantas mendapat bayaran tambahan. Tapi dengan hanya kain begitu minim menutupi tubuhnya, dia bisa membuat setiap pria lugu akan langsung keluar di dalam celananya hanya dengan melihat keindahan tubuhnya saja. Dia pilih rok mini warna putih, model yang sama seperti yang dulu dia pakai sekolah waktu aktif cheer leader, sepatu heels 10cm berwarna hitam bergaris kuning dan kaos Tim Sepak bola kesayangan suami diikat ujung bawah kaos yang membuat pusarnya mengintip dari balik kaos serta memperjelas Bentuk tubuh dan buah dadanya..
“Damn girl, kamu memang sexy!” ucapnya pada diri sendiri sambil tersenyum, lalu dia turun ke lantai bawah untuk mengambil minuman dingin.

***
Mobil Robert memasuki pekarangan, langsung dia matikan mesin mobilnya. Dia sudah tak sabar untuk menyaksikan pertandingan besar malam ini. Sudah dinantikannya begitu lama untuk menyaksikan siaran langsung ini. Telah dia pacu mobilnya secepat yang dia mampu agar sampai rumah tepat waktu dan sekarang pertandingannya akan mulai setengah jam lagi.
“Kamu memang Benar-Benar menunggu pertandingan ini ya?” tanya Robert sambil menyeringai lebar.

Dia lebih tinggi dari Josh tapi bertubuh lebih kecil. Mereka telah berteman sejak sekolah dan tumbuh besar bersama. Robert juga suka sepakbola, tapi lebih bermuka tebal dibandingkan Josh.
“Pastilah Robert, ini kan pertandingan terbesar musim ini.” Jawab Josh saat dia keluar dari mobil.

Keduanya terus bercanda tentang masa lalu saat melangkah ke pintu depan. Begitu mereka masuk ke ruang tengah, Puspa muncul dari dapur dan langsung berlari memeluk Josh mesra, sebuah ciuman penuh hasrat dia berikan pada istrinya itu. Setelah beberapa saat, Puspa baru sadar kalau mereka tidaklah sendirian, lalu dia hentikan ciumannya dan sedikit mundur.
“Oh, hai Robert” dia tersenyum dengan wajah jengah.
“Hai Pus” jawab Robert dengan seringai lebar.
“Hai babe. Robert kemari untuk nonton pertandingannya malam ini, kamu ingat kalau aku pernah bilang kan?” tanya Josh.
“Oh yeah, tentu aku ingat.” Jawab Puspa dengan wajah lebih merona lagi, “Silahkan duduk, akan kuambilkan minum dan camilan. Aku akan bikin makan malam untuk nanti, jadi jangan sampai kekenyangan dulu.” Ucapnya dengan bercanda.
“Aku sanggup menghabiskan semua camilan sekaligus makan malamnya nanti.” Jawab Robert setelah tertawa. “Aku kan punya nafsu besar.”
Puspa memberinya senyuman kecil lalu melangkah pergi menuju dapur. Puspa terlihat begitu menggiurkan dengan pakaian yang dia kenakan hingga Josh berpikir untuk membatalkan acara nontonnya dan langsung menyeret istrinya tersebut ke kamar tidur.

“Dia bisa menungguku malam nanti, aku akan nonton pertandingannya dulu, baru menikmati tubuhnya nanti.”

Akhirnya Josh memutuskan. Dia duduk di sofa sedangkan Robert duduk di kursi sebelah kirinya. Ruang tengah tersebut berukuran luas, dengan sofa yang menghadap langsung ke arah tv, sebuah sofa lain di sebelah kanan dan sebuah kursi di sebelah kiri. Sebuah lorong terletak di belakang kursi dan ruangan dapur terletak tak begitu jauh di belakang sofa yang satunya. Sebuah pintu kaca dengan tirai tipis berwarna putih sebagai penyekat antara ruang tengah dan dapur. Secara keseluruhan rumah ini tidak besar tapi masih terbilang cukup luas. Dapurnya sendiri berukuran cukup besar hingga pintu kaca tersebut masih menyisakan ruang kecil di antara konter di sebelah kiri dan meja di sebelah kanannya. Puspa melangkah ke kulkas dan mengambil beberapa bungkus keripik kentang serta beberapa kaleng bir,

“Kenapa harus malam ini? Mestinya aku ingat. Apa yang harus kulakukan? Aku sangat horny!”
Dia diam beberapa waktu untuk meredakan gejolak dirinya lalu membawa camilan beserta kaleng bir ke ruang tengah. Setelah Puspa pergi ke dapur, Robert kemudian duduk di kursi dan berkata dalam hati, betapa sexy-nya penampilan Puspa.

“Aku sanggup menyetubuhinya hingga dia tak akan sadar apa yang sedang terjadi.” Baru saja Robert memikirkan itu, Puspa muncul dari dapur dengan membawa camilan dan bir. Dia melangkah ke sofa yang satunya lalu membungkuk untuk menaruh bawaannya di atas meja kecil di tengah mereka.

Ketika Puspa sedang membungkuk, kaos yang dia pakai bergerak menjauh dari dadanya hingga menyuguhkan sebuah pemandangan kecil dari belahan dadanya untuk Robert. Jika saja dia membungkuk lebih rendah lagi, Robert akan bisa melihat seluruh buah dadanya yang indah, tapi meskipun hanya belahan dadanya, yang terlihat hanya beberapa saat saja, sudah bisa membuat celananya sesak. Robert melirik ke arah Josh, dia tidak melihatnya dan kembali Robert melirik Puspa. Tapi saat pandangan matanya kembali, kini Puspa sudah duduk dengan menyilangkan kaki sedang melihat tv. Robert berharap dia bisa megajak Josh taruhan dengan mempertaruhkan istrinya tersebut, seperti yang sering dia baca di cerita, agar kalau dia menang bisa menikmati keindahan tubuh Puspa. Tapi cerita fantasi berbeda dengan kenyataan, Robert hanya bisa memandangi keindahan sepasang paha halus milik Puspa. Puspa merapatkan kedua pahanya erat, karena jika tidak, dia yakin akan melakukan masturbasi di tempat itu saat itu juga. Pertandingannya baru saja mulai, dia pandang Josh,

“Dia sungguh tampan.”

Langsung dia hentikan pikirannya itu karena hanya membuat keadaan dirinya bertambah buruk. Seluruh perhatian Josh sudah terfokus pada perandingan dan sama sekali mengacuhkannya. Puspa alihkan pandang pada Robert, yang langsung mengalihkan tatapannya ke wajah Puspa.

“Apa dia baru saja menatap pahaku?” batin Puspa.

Robert mengalihkan tatapannya ke tv.

“Tidak mungkin. Itu hanya imajinasimu saja, kamu terlalu horny.”

Hanya saja saat dia menyaksikan tv, dia perhatikan beberapa saat kemudian mata Robert kembali ke arahnya. Setiap kali dia melakukan gerakan kecil, mata Robert akan langsung kembali ke layar tv. Tapi jika dia diam saja, kembali mata Robert mengamati tubuhnya.

“Dia memang memandangi pahaku.” Pikir Puspa setelah yang kelima kalinya.

Dia rasakan letup rangsangan mengaliri perutnya.

“Baiklah, kalau dia ingin melihat pahaku, akan kuberikan dia pemandangan yang lebih baik lagi.”

Lalu dia menggeser cara duduknya hingga kini dia duduk dengan kaki terlipat di bawah tubuhnya, tapi dia duduk menghadap ke arah tv. Sekarang, seluruh bagian paha kanannya tersuguh ke hadapan Robert.vDari sudut matanya, Puspa perhatikan mata Robert sedikit terbelalak, memandangi pahanya dengan lebih berani. Lalu Puspa putuskan untuk sedikit bermain lebih jauh lagi. Tangan kanannya bergerak pelan mengelusi pahanya naik turun, yang akan terlihat tanpa disengaja. Dia juga mulai menggigit ujung jari telunjuk tangan yang satunya, tetap dia lakukan seakan tanpa sengaja, hanya untuk mengusir kebosanan. Duduk Robert mulai tidak tenang di kursinya, seakan jeans yang dia pakai terasa tak nyaman dan bahkan beberapa kali dia membasahi bibirnya. Setelah beberapa waktu dengan elusan pahanya, Puspa ingin menggoda Robert lebih jauh lagi, tapi belum dia temukan cara yang cukup aman, hingga dia melihat sebungkus keripik kentang yang belum dibuka di atas meja. Dengan senyum tertahan dia bangkit dan melangkah menuju dapur. Lirikan mata Robert tak lepas dari pantat Puspa saat dia melenggang menuju dapur, dia hembuskan nafas pelan coba melegakan sesak dadanya. Kalau Robert tidak mengenalnya tentu dia akan menganggap kalau Puspa telah menggodanya dengan menggosok pahanya berulang-ulang dan tiba-tiba saja berhenti begitu melihat keripik kentang yang belum dibuka dan langsung melangkah pergi. Robert sudah sangat horny, bahkan dia baru berpikir untuk pergi ke kamar mandi untuk bermasturbasi saat Puspa kembali dengan membawa sebuah mangkuk di tangannya. Begitu Puspa sudah dekat dengan meja, dia membungkuk ke depan dan menaruh mangkuk yang dia bawa. Lalu lebih membungkuk lagi untuk membuka bungkus keripik kentang dan perlahan dia tuangkan ke dalam mangkuk. Mata Robert tidak tertuju pada mangkuknya, tapi terarah tepat ke dalam kaos istri sahabatnya itu. Tubuh Puspa begitu membungkuk ke depan hingga dia bisa melihat seluruh bagian depan bra yang dia pakai. Ketika dengan pelan Puspa menggoyangkan kantung keripik kentang itu, buah dadanya ikut bergoyang karenanya. Seakan dia membungkuk berjam-jam lamanya, tapi tentu saja sebenarnya hanya beberapa menit saja. Masih tetap dalam posisi membungkuk, dia mengangkat kepalanya.

“Mau?” tanyanya dengan begitu manis
“Emm, ya….” Jawab Robert dengan tergagap.
Puspa tersenyum lalu menyodorkan mangkuknya. Setelah Robert mengambil sebagian, dia tawarkan juga pada Josh, yang pandangannya tak pernah beranjak dari layar tv. Puspa menaruh mangkuk tersebut di atas paha Josh lalu dia bangkit dan duduk kembali di sofanya, dengan kaki yang terlipat di bawah tubuhnya. 20 menit menyaksikan pertandingannya, tiba-tiba saja Puspa berkata,

“Oh, mana ya majalahnya?” kemudian dia berlutut di sofa, tubuhnya memutar ke belakang, dengan bertumpu pada sandaran belakang, dia berusaha mencari majalahnya.

Pemandangan tersebut sangat memukau. Robert mendapat pemandangan yang menggiurkan dari pantat Puspa yang berpose doggy style di atas sofa tersebut, meskipun dia belum bisa melihat apa yang ada di baliknya. Kedua paha itu seakan berteriak untuk disentuh dan batang penis Robert juga menjerit untuk segera bangkit dan menyetubuhinya dari belakang di tempat itu dan saat itu juga.
“Tak mungkin dia sedang menggodaku.” Pikir Robert, “Ini hanya imajinasiku saja.”

Tapi Puspa memang terlihat sedang menggodanya. Langsung dia palingkan matanya dari tubuh Puspa sebelum penisnya meloncat keluar dari celana jeansnya. 10 menit berikutnya, kembali Robert melirik ke arah Puspa. Pahanya terlipat kembali dengan majalah di atas pahanya dan sedang menghisap sebatang pop es. Saat Puspa sadar kalau Robert sedang memandanginya, dia palingkan wajah menghadap Robert dan tetap menghisap batang esnya perlahan. Kemudian dia tarik mulutnya lepas dari es tersebut untuk menghisap ujungnya dengan lidah.

“Kapan dia dapat es itu?” pikir Robert.

Dengan begitu menggoda Puspa menatap Robert sambil menghisap pop esnya pelan hingga habis. Kemudian dia lemparkan batang kayunya ke atas meja dan bertanya pada Robert kalau dia ingin juga.
“Tidak… thanks.” Jawab Robert dengan tersenyum kering.

“Sialan, dia memang sedang menggodaku.” pikirnya “Aku tak sanggup melihatnya lagi.”

Puspa merasa ada aliran listrik 10.000 volt yang menyengat tubuhnya. Dia telah menggoda dengan terang-terangan menggunakan pop es tersebut, tapi sensasi yang dia dapatkan setimpal. Mata Josh belum sekalipun beralih dari layar tv dan Puspa yakin suaminya tak akan melakukannya. Tetap saja apa yang dia lakukan terasa mendebarkan. Tapi meskipun godaan ini tak bisa seutuhnya, kini dia semakin merasa akan meledak oleh birahinya sendiri dan dia butuh sex secepatnya.

Dia suka dengan resiko, semakin beresiko situasinya maka semakin bagus bagi dia dan semakin besar kenikmatan yang dia dapatkan. Kini, dalam cengkeraman nafsu, dengan vaginanya yang berteriak untuk segera disentuh, sebuah ide hinggap dalam otak Puspa. Perlahan dia berdiri, sambil memastikan kalau tubuhnya sedikit membungkuk, Puspa meregangkan punggungnya. Membuat buah dadanya terdorong ke depan, menyodok dari
dalam kaosnya yang tipis.
“Baiklah, aku akan membuat makan malam.” Ucapnya setelah selesai meregangkan tubuh.
“Perlu bantuan?” Tanya Robert, suaranya bergetar dengan kecemasan.
“Tentu.” Jawab Puspa dengan tersenyum. Gila, dia merasa sangat horny.
Saat Puspa berjalan menuju dapur, Robert mengikutinya, dia berhenti dan berkata,

“Honey, mungkin kamu harus sedikit mengeraskan volume tv-nya. Aku tak ingin suara berisik yang kubuat saat membuat makan malam, jadi mengganggu pertandinganmu.”
Lalu dia melenggang ke dapur dengan Robert mengikutinya dari belakang. Ketika mereka masuk ke dapur, Puspa mendengar volume tv dikeraskan, tak banyak, tapi lebih keras dari yang sebelumnya. Josh tahu kalau beberapa mesin di dapur bisa menimbulkan suara berisik, tapi Puspa sama sekali tidak berencana untuk membuat kebisingan menggunakan salah satunya. Puspa sendirilah yang akan berisik dan meskipun Robert tidak setampan Josh, dia bukanlah pria buruk rupa, dia punya sebuah penis dan itulah yang Puspa butuhkan. Melangkah ke konter terdekat, yang terlihat dari dari pintu, Puspa berbalik dan bersandar pada konter tersebut, kedua tangan di kedua sisi untuk menahan tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang serasa akan loncat keluar dari dalam dadanya.
“Lalu apa yang bisa aku bantu?” Tanya Robert, nada gugup masih tergetar dalam suaranya, namun keras selangkangannya tampak jelas terlihat menonjol keluar dari jeansnya.
“Ukurannya pasti besar.” Batin Puspa saat dia lihat pada gundukan itu. Dia merasa sulit mengendalikan diri untuk tidak menyobek lepas pakaian Robert saat itu juga di sana.
“Aku baru berpikir, mungkin sebuah hot dog untuk pertandingan ini.Tapi aku akan membuat yang spesial. Josh tak pernah komplain dengan hot dog buatanku. Kamu tahu kan, kalau harus diminyaki dulu biar licin dan mudah diselipkan dalam rotinya. Tapi biasanya aku cicipi dulu sebelum kupakai, kamu harus hati-hati kan.”

Robert semakin merasa bibirnya kering saat memandang Puspa bicara, dia sudah sangat siap untuk menerkamnya. Kegugupan itu sekarang telah berubah jadi nafsu seutuhnya dan sebuah kesiapan. Puspa tersenyum padanya.
“Kemarilah, akan kutunjukkan cara membuatnya.” Suaranya merayu.

Robert melangkah mendekat tapi sambil menarik pintu kaca agar menutup.
“Uh-uh! Biarkan saja terbuka.” Kata Puspa dengan raut wajah cemberut.
“Tapi… kukira… kamu… tidak mau… suara berisik… mengganggu Josh?” Tanya Robert.
Tawa Puspa hampir meledak mendengar kenaifannya. “Memang, tapi aku suka resiko. Nah, buka pintunya atau aku tak akan perlihatkan padamu.” Ucapnya dengan senyum menggoda.
Pintu itu sudah terbuka lagi sedetik berikutnya seusai kata terakhir yang keluar dari bibir Puspa dan dengan tangan terkepal, Robert berjalan mendekat. Dengan memegang pinggangnya, Robert menarik tubuh dan mengunci bibir Puspa dengan bibirnya. Lidah Puspa langsung merangsak masuk ke dalam mulut Robert dan melilit lidahnya. Kedua lengannya melingkar di leher Robert saat Puspa melumat bibirnya, menggesekkan selangkangannya pada tonjolan di bagian depan jeans Robert.
“Mmm” Puspa mengerang dalam mulut Robert.
Tangan Robert mencengkeram pantatnya, semakin keras Puspa gesekkan selangkangannya padanya. Robert menarik tubuh Puspa semakin merapat begitu keduanya saling lumat. Tangannya berpindah ke dada Puspa, menangkap kedua buah dada itu, meremasnya kasar dan menekan kedua daging kenyal tersebut menyatu seakan dia takut jika Puspa menyuruhnya berhenti. Semakin bertambah keras lagi Puspa menggesekkan dirinya dan terus merintih dalam mulut Robert saat dengan kasar Robert memainkan kedua buah dadanya. Puspa menaruh tangannya di dada Robert dan mendorongnya agak menjauh dan menghentikan ciumannya.
“Ap….” baru saja dia mau protes, tapi senyuman di bibir Puspa membuatnya diam.
Dengan perlahan tangan Puspa mulai bergerak turun hingga sabuk Robert. Dengan cekatan namun tenang dia buka sabuk itu dan mulai melepaskan kancingnya. Setelah terbuka, tangannya menyusup ke dalam boxer Robert untuk menangkap batang penisnya. Tangan Puspa gemetar saat dia merasakan besarnya batang penis dalam genggamannya itu. Dia menginginkannya di dalam tubuhnya saat itu juga, tapi akan terasa jauh lebih erotis jika dia bisa menikmati waktunya. Perlahan dia mulai meremas daging gemuk dalam genggamannya sembari menatap Robert tepat di matanya.
“Mmm, kelihatannya enak.” Rayunya, remasannya semakin cepat. Barang itu seakan tak berhenti tumbuh. “Kurasa aku harus mencobanya sedikit, apa memang rasanya nikmat?”
“Ternikmat yang pernah kamu rasakan.” Jawab Robert dengan lebih percaya diri.

Dengan tersenyum pada Robert, perlahan Puspa mulai berlutut di hadapannya. Kalau Josh melihat kemari, akan dia saksikan istrinya yang sedang berlutut dengan begitu sangat sexy, bersiap untuk menghisap batang penis sahabatnya di dalam dapur rumahnya. Puspa harus sedikit mundur ke belakang saat menurunkan jeans sekaligus boxer Robert, karena batang penis besarnya hampir saja menghantam wajahnya. Menatapnya dengan tak percaya akan ukurannya yang begitu besar, Puspa hanya mampu terbeliak dan ternganga.
“Kamu sangat besar!” ucapnya kagum.
Robert tersenyum padanya, “Kamu suka?”
Puspa mengangguk, matanya tak pernah lepas dari batang penis di hadapannya. Dengan satu tangan dia genggam batang gemuk itu pelan. Terasa begitu keras, jemarinya hampir tak bertemu dalam genggamannya. Tangannya yang satu dia genggamkan juga di batang milik sahabat suaminya ini. Dia memandang ke atas, ke mata Robert.
“Kurasa mungkin aku harus bilang pada Josh untuk mengeraskan volume tv-nya lagi.” ucapnya.

Dan dengan kedua tangan menggenggam batang penis Robert dan matanya menatap mata Robert, sedangkan mata suaminya tetap pada TV tak lebih 5 meter jauhnya, Puspa membuka mulut dan menurunkan kepalanya ke penis Robert. Penis gemuk itu meregangkan mulutnya lebar, belum pernah dia rasakan batang penis segemuk ataupun sepanjang ini di dalam mulut maupun vaginanya. Tapi dia tahu kalau dia adalah seorang penghisap penis yang handal dan dia menikmatinya. Setelah turun separuhnya, dia berhenti. Memandang rambut kemaluan Robert di bawahnya, Puspa membatin,

“Masih separuh lagi, sialan… penisnya sangat besar.” Dia angkat kepalanya pelan, lidahnya menjilati sepanjang batangnya.
Dia kibaskan rambutnya ke balik punggung, perhatiannya terfokus pada batang penis di hadapannya. Puspa mulai mencium kepalanya, lalu menjilat turun bagian bawah batangnya, kembali naik sebelum akhirnya membuka mulutnya dan perlahan merendahkan kepalanya menuruni batang tersebut. Puspa mulai menaik turunkan kepalanya, perlahan memasukkan batang penis Robert semakin jauh ke dalam mulutnya. Sedikit demi sedikit dalam setiap ayunan kepalanya, hingga pada akhirnya seluruh batang besar dan panjang itu masuk ke dalam mulutnya, menusuk hingga tenggorokannya.

Dia gunakan lidahnya untuk menggelitik batang penis di dalam mulutnya, bibirnya mencengkeram rapat dan dia mulai meningkatkan kecepatannya. Dengan mata terpejam, Puspa mempercepat gerakan kepalanya pada batang penis sahabat suaminya ini.
“Mmmph” Dia mengerang dengan batang penis Robert menyumpal mulutnya.

Dengan berpegangan pada pinggang Robert untuk menopang gerakan kepalanya, membuatnya lebih mudah untuk menelan seluruh batan penis Robert dalam mulutnya, menelan hingga ke tenggorokan dan baru berhenti saat hidungnya menyentuh dasar dari batang kejantanan Robert. Berisiknya suara hisapan dari sesi menghisap penis nan cabul ini memenuhi dapur, tapi Josh tak bisa mendengarnya karena dikalahkan kerasnya suara tv. Kepala Puspa bergerak naik turun dengan liar pada penis Robert, dia ingin Robert keluar dalam mulutnya. Suara erangan Puspa semakin keras dan kemudian dia merasakan tangan Robert di kepalanya, mencengkeram rambutnya, menarik wajahnya semakin merapat. Puspa memandang ke atas, pada mata Robert dan untuk pertama kalinya dia memperhatikan dengan seksama suara erangan Robert. Robert memegangi kepala wanita cantik ini saat dia menghisapnya semakin keras, semakin bertambah cepat menaik turunkan kepalanya pada batang penis kerasnya. Puspa sungguh pintar melakukannya, Robert tahu kalau dia tak bisa bertahan lebih lama lagi.
“Yeah baby, Benar begitu, hisap terus.” Perintahnya “Hisap penisku saat suamimu sedang menonton tv di ruang sebelah.” Puspa mengerang.
“Kamu sangat pintar.” Robert tersengal, dia tarik kepala Puspa semakin turun.

Dia masih belum percaya kalau Puspa sanggup menelan seluruh batang penisnya, Belum pernah ada seorang wanita yang sanggup melakukan itu sebelumnya.
“Kamu suka penisku dalam mulutmu ya?” goda Robert.
Hanya erangan sebagai jawaban dari Puspa, tanpa sekalipun tatapannya lepas dari mata Robert. Hisapannya semakin keras, dapat Robert rasakan dinding tenggorokan Puspa menjepit penisnya setiap kali dia menelannya sangat dalam. Menyaksikan bibir ranum itu meluncur di sepanjang batang penisnya membuat Robert merasa ingin keluar saat itu juga. Sudah sering dia berfantasi tentang Puspa yang sedang berlutut menghisap penisnya, tapi belum pernah dalam situasi seperti sekarang ini.

Tatapan mata mereka saling kunci, terasa begitu erotis mendapatkan istri sahabatnya berlutut dihadapannya. Dengan batang penisnya dalam hisapannya, Puspa mengayun kepalanya tanpa henti, sedangkan sang suami berada di ruang sebelah. Dan yang menjadikannya lebih menggairahkan lagi adalah posisi mereka yang masih berada di depan jalan masuk dapur ini. Belum lagi tatapan mata Puspa yang tak sedetikpun lepas dari mata Robert, menatapnya dengan penuh nafsu. Situasi ini sungguh membuat birahi Robert memuncak dengan sangat cepat.
“Hisap penisku Puspa, telanlah sampai masuk dalam tenggorokanmu” suara Robert terdengar menggeram, masih dia pegangi kepala Puspa, mata mereka tetap saling kunci. “Kamu memang gila Pus. Kita di dapur dengan pintu terbuka dan kamu hisap penisku..”
Puspa mengerang keras dan hisapannya makin kasar. Sudut matanya melirik ke arah suaminya di ruang sebelah
“Oh yeah baby! Kamu hisap penis sahabat suamimu. Oh yesss! Dan kamu menyukainya”
Kali ini Puspa buka sedikit mulutnya dan pejamkan matan. Dia mengerang semakin keras di penis Robert sebelum akhirnya kembali ditelannya batang penis Robert. Ditatapnya mata Robert saat dia menghisap dan mengerang, Puspa bergerak semakin cepat. Lalu dia lepaskan penis Robert dari dalam mulutnya dan dia genggam dengan tangannya. Kemudian mulai mengocok dengan tangannya.
“Penismu rasanya nikmat.” Ucapnya dengan senyum menggoda. “Kalau kamu tidak nakal, mungkin akan kuhisap lagi untukmu.”
“Kamulah yang akan memohon padaku kalau ini selesai Pus.” Jawab Robert, dia yakin hal itu dengan melihat kelakuan liar Puspa ini.
“Ooh…” Puspa mengerang lagi, lalu kembali dia masukkan penis Robert ke dalam mulutnya.
“Brengsek, kalau saja aku bisa merekam ini.” Geram Robert.
Dia keluarkan penisnya lagi, Puspa tersenyum padanya dan berkata, “Mungkin lain kali boleh.”
Robert tersenyum padanya, dia tahu kalau istr sahabatnya ini akan kembali untuk memintanya lagi. Masih dia kocok batang penis Robert dengan tangannya, sebuah senyuman menggoda terukir di wajah Puspa dan dengan tenang serta polosnya dia berkata,

“Kamu ingin keluarkan di dalam mulutku atau bagian tubuhku yang lain?”
Pertanyaan itu hampir saja membuat Robert keluar.
Sepertinya Puspa merasakan itu, dia lepas genggamannya pada batang penis Robert, lalu tangannya kembali memegangi pinggang Robert. Dia tepiskan rambut yang jatuh di depan wajahnya sekali lagi dan kepalanya mendongak, menatap Robert, dia buka mulutnya perlahan dan membungkus kepala penisnya. Dengan mata yang terus menatap mata Robert, mulutnya mulai meluncur menuruni batang penisnya dan mengulangi hisapannya kembali.

“Gila, kamu memang penghisap penis yang liar Pus” Robert mengerang disela nafasnya. “Suamimu sungguh pria yang beruntung.”
“Mmm” Puspa langsung mengerang begitu suaminya disebut, sekali lagi sudut matanya melirik ke arah suaminya di ruang sebelah.
“Kamu harus menciumnya setelah ini.” Ucap Robert, kepalanya langsung terlempar ke belakang dan dia tarik kepala Puspa hingga penisnya melesak masuk sedalam-dalamnya di mulut Puspa. Sekarang tangan Puspa mencengkeram erat pantat Robert kala dia semburkan seluruh air maninya ke dalam mulut Puspa, langsung meluncur menuruni tenggorokan dan mengisi perutnya. Selama itu berlangsung mata Puspa tak pernah lepas memandangi reaksi Robert, terus menggodanya.
Josh duduk menyaksikan pertandingan bola dengan begitu terpukau. Tanpa menyadari kalau di waktu yang sama, tak lebih dari 5 meter jauhnya, sahabatnya sendiri sedang mendorongkan batang penisnya hingga jauh ke dalam tenggorokan istri cantiknya yang berlutut, yang menelan seluruh air mani sahabatnya setelah hisapan penis sekelas bintang porno yang dia berikan. Dia bersorak saat tim jagoannya mencetak gol dan Puspa memejamkan mata saat menelan. Puspa berusaha menelan semua yang dia mampu, ada beberapa yang tumpah keluar dari mulutnya akibat terlalu banyaknya mani yang disemburkan Robert. Setelah tak ada lagi air mani yang keluar dari lubang kencing Robert, Puspa keluarkan penisnya dari mulut dan memandang ke arah Robert di atasnya, dia tersenyum dan menelannya dengan suara tegukan yang keras. Kemudian Puspa berbalik untuk melihat lewat pintu yang terbuka. Dia saksikan Josh masih belum juga beranjak dari tempatnya. Saat sedang menghisap penis Robert tadi, kadang dia melirik ke arah suaminya. Melihat suaminya saat dia menghisap penis sahabatnya menjadikan birahinya bergejolak begitu hebatnya. Sembari menjilat bibirnya, dia berbalik menghadap Robert dan ingin mengucapkan ‘Mungkin kamu butuh istirahat sebelum hidangan utama.’ Tapi dia jadi tercengang saat disuguhi oleh batang penis yang menjulang keras.
“Kamu tetap keras!!” serunya.
“Aku selalu begini kalau habis mendapat hisapan yang enak, tapi belum pernah sekeras ini. Pasti kamu penyebabnya.” Jawab Robert dengan senyum lebar.

Dia angkat tubuh Puspa hingga sekarang dia berdiri, masih tetap menatap batang penisnya yang keras. Robert mencengkeram pantat Puspa dan mendorongnya ke konter dapur. Puspa menatap mata Robert dan tersenyum saat tubuhnya diangkat hingga kini dia duduk di atas konter.
“Terus, kamu pikir, mau apa kamu sekarang?” tanyanya menggoda, masih tetap menatap tepat mata Robert.
Robert menjawab dengan menyusupkan tangan ke dalam rok yang dipakai Puspa, menarik lepas celana dalamnya dan membuangnya begitu saja ke lantai.
“Aku akan menyetubuhimu, tepat di atas konter ini, di tempat yang bisa dilihat suamimu kalau dia menolehkan kepalanya kemari dan akan kubuat kamu mengerang keras sampai kamu akan menjerit dan memohon padaku agar tidak pernah berhenti menyetubuhimu!”
Puspa berikan senyum menggoda padanya.
“Aku akan mengerang, mendesah, merintih kalau aku mau. Tapi menjerit dan memohon padamu untuk menyetubuhiku selamanya? Aku bahkan tak melakukannya pada Josh!” jawabnya.
Robert menarik tubuh Puspa hingga pinggir konter dan memposisikan ujung penisnya di depan lubang masuk vaginanya.
“Kamu bukan hanya akan memohon padaku, tapi kamu juga akan membiarkanku menyetubuhimu di manapun, kapanpun dan bagaimanapun aku mau!”
Dan dengan ucapannya tersebut, Robert mendorong sekeras yang dia bisa memasuki tubuh Puspa. Puspa harus menggigit bibir bawahnya saat batang besar milik sahabat suaminya merangsak masuk ke dalam tubuhnya dengan cepat dan kasar. Masih saja sebuah rintihan keras yang lepas dari mulutnya. Dia ingin teriak sekerasnya karena rasa sakit dan nikmat kala vaginanya terisi dan terkuak begitu lebar dengan sangat cepat, tapi Josh pasti akan mendengarnya dan itu artinya bukan kepuasan yang akan dia dapatkan melainkan sebuah keributan.

Dengan batang penis Robert yang terkubur hingga pangkal dalam vaginanya, Puspa terduduk tak berkutik. Sentakan pertama tadi mengangkat tubuhnya dari permukaan konter, tapi kini dia terduduk kembali, terisi penuh.
“Oh!” dia mengerang. “Aku belum pernah merasa sepenuh ini.” Ucapnya kehabisan nafas.
Robert tersenyum puas. Dia hanya membiarkan saja batang penisnya menyumpal vagina Puspa, belum menggerakkannya sama sekali. Bukannya Puspa keberatan, akhirnya dia mendapatkan sebatang penis yang begitu penuh mengisi vaginanya dan dia tengah meresapi kenikmatannya.
“Kamu suka rasa penisku dalam vaginamu Pus?” Kata Robert sembari tangannya membelai pantatnya.
Vagina Puspa mencengkeram batang penisnya dengan sangat kuat.
“Hmmm, aku pernah mendapat yang lebih hebat.” Goda Puspa.
Alis Robert terangkat, tapi kemudian dia tarik tubuh Puspa merapat dan mulai mengocok keluar masuk dalam tubuhnya, keras dan cepat, bahkan sesungguhnya sangat cepat dia mengocoknya.
“Oooh” Puspa merintih begitu penis Robert menyodoknya keluar masuk.

Kepalanya terlempar ke belakang dan menguncikan kakinya melingkari pinggang Robert, menariknya lebih tenggelam dalam tubuhnya. Puspa mendesah, mencengkeram tepian konter hingga tangannya memutih. Kenikmatan yang dia peroleh dari persetubuhan gelap mengoyaknya hingga dia lemparkan kepalanya ke belakang sejauh mungkin dan mengerang keras.

“Oooh!”
“Sangat nikmat” batinnya. Mulutnya ternganga dan suara rintihan serta erangannya mengisi dapur.
“Kamu suka Pus?” Robert menggeram pada Puspa
“Umm, oh yeah!” erang Puspa.
“Mau lagi?” Tanya Robert.
“Uh uh uh…” Puspa merintih.
“Aku tanya, apa kamu mau lagi Pus?” tuntut Robert sambil menurunkan kecepatannya.
“Ya!” Puspa menggeram keras.
“Suka kocokan penisku dalam vaginamu?” Robert menggeram.
“Oh yeah, ya, ya, ya… saangaaat eenaaak…” dia mendesis.

Punggungnya meregang kencang, memudahkan sodokan penis Robert dalam vaginanya yang kuyup. Tangannya mencengkeram erat menahan tubuhnya yang terguncang hebat oleh sodokan Robert yang sepenuh hasrat. Buah dadanya yang besar terayun dan terguncang di dadanya merentangkan kaosnya dan menjerit untuk dibebaskan dari himpitan bra yang dia pakai. Betapa terasa nikmat. Belum pernah Puspa merasakan yang seperti ini dalam hidupnya. Vaginanya terisi dan terentang di luar nalar, dia disetubuhi dengan begitu keras hingga dia kesulitan untuk duduk di atas konter. Dan di atas semuanya itu, ini adalah sahabat suaminya sendiri yang sedang meyetubuhinya, saat suaminya tengah duduk di ruang sebelah yang berjarak tak lebih dari 5 meter jauhnya, dengan pintu penghubung dari kaca yang terbuka. Hanya suara tv saja yang mencegah Josh untuk dapat mendengarkan erang dan rintihan dari arah dapur dan membuatnya sama sekali tak menyadari kalau istrinya sedang disetubuhi dengan brutal. Dia hanya harus menolehkan kepalanya saja, atau sedikit memelankan volume tv-nya, agar tahu peristiwa mesum di dalam dapur rumahnya sendiri. Tapi Puspa sudah tak mempedulikannya lagi, dia sudah melebihi terpuaskan, dia mencapai titik seksual yang belum pernah dia bayangkan oleh sahabat suaminya yang menggasak vaginanya tanpa ampun.
“Oh kamu sungguh nikmat ” Robert mengerang “Lebih nikmat dari yang pernah kubayangkan! Vaginamu sangat rapat dan hangat ”
Dia menyodoknya lebih keras. Puspa melenguh. Rintihan birahi mereka mengisi setiap sudut dapur dan bersaing dengan kerasnya suara pertandingan di tv. Puspa mengerang, menggesekkan vaginanya ke penis Robert. Dia sadar sekarang bahwa dia tak akan mau Robert berhenti menyetubuhinya. Robert mengirimkan batang penisnya keluar masuk dalam vagina rapat milik wanita cantik yang terus menggeliat ini, memakunya dengan tiap sodokannya hingga tubuhnya terangkat dari atas meja. Robert menggeretakkan giginya, menahan kenikmatan yang melanda, keringat membanjiri tubuhnya, tapi dia masih tetap fokus pada Puspa yang punggungnya melengkung ke depan dan kepala tergantung ke belakang. Balas menyetubuhinya dan mengimbangi setiap hentakan keras Robert, menusukkan dirinya sendiri pada batang penis Robert sekeras yang dia bisa. Suara racauan Puspa mulai terdengar. Robert seakan terhipnotis oleh pantulan buah dada Puspa. Sudah begitu lama dia bermimpi untuk melihatnya langsung, selalu ingin menyentuhnya, sama halnya keinginannya untuk dapat menyetubuhi Puspa. Akhirnya, sekarang dia sudah mendapatkannya. Gerakan Robert memelan dan akhirnya dia berhenti.

“Tidak, jangan, JANGAN!!!” protes Puspa dengan nada marah.

Robert cengkeram bagian bawah kaos Puspa dan mulai mengangkatnya naik. Begitu dia sadar apa yang diinginkan Robert, Puspa hentikan usahanya menusukkan dirinya ke penis Robert dan langsung dia cengkeram kaosnya, menariknya lepas melewati kepala dan melemparnya ke lantai. Lalu dia raih bagian belakangnya untuk melepas kaitan bra yang dia pakai, melolosi tali pengikatnya lewat bahu dan juga melemparnya ke lantai.
“Kamu boleh melihat ini kalau kamu mulai menyetubuhiku lagi. Fuck me Robert! Now! ” tantangnya sambil kedua telapak tangan memegangi buah dadanya.
Robert menyeringai, dia tarik keluar penisnya perlahan dan melesakkannya kembali ke dalam tubuh Puspa dengan keras. Suara erangan Puspa mengiringinya, tapi dia masih memegangi buah dadanya dengan erat. Robert menyodoknya dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya, buah dada Puspa yang besar terguncang dalam gengggaman tangannya. Puspa mulai meremas dan menekannya seakan sebongkah adonan kue. Sodokan Robert bertambah kasar dan kemudian Puspa mulai memainkan putingnya dan dia tambah dengan desahan keras. Puspa merintih saat Robert menjepit kedua putingnya yang keras. Lalu Puspa cengkeram dan remas buah dadanya sendiri dengan kasar, Robert tiada henti mengisi lubang vaginanya dengan batang penis kerasnya. Cincin tanda cinta dari Josh di jari tangan kiri Puspa berkilau dalam pantulan cahaya saat dia remas buah dadanya dan melenguh dalam kenikmatan yang diberikan oleh sahabat suaminya. Robert ingat saat Josh memberikan cincin itu padanya, Puspa mengucapkan bahwa hanya Josh satu-satunya pria baginya. Sekarang cincin itu menjadi saksi persetubuhan terlarang ini dan mendengar semua suara desah kenikmatan Puspa. Robert tersenyum dan secara terang-terangan menatap cincin tersebut saat batang penisnya memompa dengan ayunan panjang dan keras ke dalam vagina Puspa yang menyambutnya. Robert menyetubuhinya tanpa ampun sambil memandangi cincin itu berkilau dalam jari Puspa yang masih mencengkeram buah dadanya sendiri.

Lubang kenikmatan Puspa yang rapat menyambutnya dengan suka cita. Paha Puspa yang halus mengunci melingkari pinggangnya, menarik batang penis Robert semakin jauh ke dalam rahimnya. Rambut Puspa terjuntai menggantung bebas saat kepalanya terdongak ke belakang dan terayun liar oleh tiap sodokan Robert.
“Oh baby, vaginamu sungguh sempit ” Robert mendesis.
Robert menangkap sekilas mata Puspa, begitu sayu oleh kenikmatan yang dikirimkan vaginanya. Saat itu Puspa akan bersedia melakukan apapun untuk Robert, bahkan disetubuhi tepat di depan mata Josh bila Robert meminta. Tapi Robert juga lebih menikmati persetubuhan terlarang. Dia menyetubuhi istri sahabatnya dan istri sahabatnya ini menikmatinya. Puspa melepaskan genggaman dari buah dadanya dan sekali lagi dia cengkeram tepian konter. Dia mengerang keras. Robert saksikan buah dada kencang milik wanita cantik ini terguncang karena sentakannya. Kini dia menyetubuhinya dengan segenap kemampuannya. Buah dadinya terayun liar, saling hantam dengan berisik.
“Kamu nikmati ini?” Tanya Robert dengan nafas hampir putus.
“Ooh ya! Rasanya sangat enak!” jawab Puspa disela rintihannya.
“Kamu ingin aku berhenti?” Robert terus menatapi kedua buah dadanya.
“JANGAN!” jawab Puspa lantang.
“Kalau begitu, katakan apa yang kamu mau.”
Puspa terus mendesah.
“Katakan!” perintah Robert.
“FUCK ME! Oh… PLEEASSE FUCK ME!” akhirnya Puspa menjerit.
Robert memandangi wanita cantik ini yang terus menyentakkan pinggul ke arahnya, mengerang tiada henti dan memohon padanya untuk terus disetubuhi. Kedua buah dadanya sekarang terjepit menyatu karena kedua lengannya yang menekan dari samping.
“AARRGGGHHH, FUCK ME, FUCK ME” Puspa terus memohon.

Puspa mengangkat tubuhnya, menatap Robert tepat di matanya dan menguncikan lengannya melingkari leher Robert. Puspa terus merintih, kenikmatan yang dia rasakan memaksa matanya terpejam, lalu dia paksakan terbuka lagi untuk menatap Robert.
“Oh yeah baby, siapa yang paling hebat?” Tanya Robert, masih tetap mengocoknya liar.
“Ouuhhh, KAMU” erang Puspa.
“Katakan” ucap Robert.
“Mmmpphhh… ROBERT PALING HEBAT!!!” jawab Puspa.
“Seberapa hebat?” Robert menyeringai.
“Ssshhh… KAMMU YANG PALLING HEBATT! SAANGAAAT NIIIKMAAAT!!! JAUH LEBBBIHHHH NIIKMAAAT DAARIII JJOOOSHH!!!” geramannya semakin keras.
“Seberapa nikmat?” Robert terus mendesak, Puspa sudah sangat dekat sekarang!
Robert menyeringai sangat lebar karena dia menyukai situasi ini, bukan hanya dia telah berhasil menundukkan wanita cantik ini, menyutubuhinya di rumah suaminya, tapi dia juga berhasil membuatnya mengakui bahwa dia lebih hebat dari suaminya! Tusukannya semakin dalam, buah dada Puspa kini tergencet dada telanjangnya, meskipun dia sudah tak ingat lagi kapan dia melepas bajunya. Kekenyalan buah dada tersebut, geliat tubuh istri sahabatnya yang menandakan betapa lihainya dia bersetubuh, serta ekspresi wajah Puspa yang sepenuhnya berselimutkan nafsu murni, membuat birahi Robert meroket tinggi dengan cepat! Puspa terus meracau tiada henti, menjeritkan betapa hebatnya Robert, betapa keras, besar dan panjang batang penisnya, memohonnya agar tak berhenti menyetubuhinya, bagaikan sebuah alunan lagu kemenangan bagi Robert. Puspa sudah jadi miliknya sekarang! Semakin dalam dan bertambah keras saja Robert menghujamkan batang penisnya ke dalam tubuh Puspa, hingga pada akhirnya tubuh Puspa menegang kaku dan mulutnya mengeluarkan suara jeritan yang penuh kenikmatan dan nafsu.
“AAARRRGGGHHH… YEEEESSSSS!!!!!!!! AKKKU… DDDAPPPATTT!!! TIIIMMMMM…”
Tubuhnya menggigil hebat di atas batang penis yang terkubur dalam vaginanya, merasakan klimaks terbesar yang pernah dia dapat. Kenikmatan yang menghantam setiap sendi tubuhnya membuat Puspa merasa tengah berada di atas awan.
“Ini baru namanya sensasi sex hebat!” pikirnya.

Tiba-tiba saja, Robert mengangkat tubuhnya dan membawanya menuju meja kaca. Dia duduk di salah satu kursi dengan Puspa di pangkuannya. Puspa menyadari kalau batang penis Robert masih sedemikian kerasnya! ’Apa dia tak kenal capek?’ pikir Puspa. Seakan Robert bisa membaca pikirannya dan menjawab.
“Aku belum keluar di dalam vaginamu, tapi akan kulakukan sebelum pulang. Aku cuma ingin ganti posisi.”
“Doggie style?” Tanya Puspa.
“Yeah, di meja kaca milikmu ini!” jawab Robert sambil menyuruh Puspa berdiri.
Puspa merasakan sebuah kehilangan yang besar saat batang penis Robert tercabut keluar dari vaginanya, vagina yang seharusnya hanya milik suaminya seorang, hingga itu berubah beberapa saat lalu. Robert memutar tubuh Puspa dan memnyuruhnya membungkuk dengan bertumpukan sikunya.
“Sekarang aku yang akan menyetubuhimu!” ucap Robert saat memasuki Puspa dari belakang.
Puspa tahu kalau posisi doggie style selalu membuatnya merasa lebih penuh dibandingkan posisi yang lain, tapi saat ini tetap saja dia tersengal. Kalau dia merasakan penuh sebelumnya, kali ini penuh dua kali lipatnya. Dia dorongkan pantatnya ke belakang, tapi Robert menahan tubuhnya agar diam. Puspa dapat melihat Robert tersenyum padanya dari pantulan meja kaca di depan mereka.
“Baik, setubuhi aku!” perintahnya.
“Tidak, tidak, Puspa! Aku yang menyuruh dan kamu yang meminta.” Ucap Robert, dengan pelan dia gerakkan penisnya keluar masuk, tapi tak dia biarkan Puspa mendapat seluruh batang penisnya. Dia pegang erat pinggang Puspa hingga dia tak mungkin menggeliat memaksa untuk menusukkan seluruh batang penis Robert dalam vaginanya.
“Oooo” Puspa melenguh, tapi itu tak membantu. “Ahhhh, fuck me, please, aku sudah tak tahan, please, masukkan penismu, aku mau kamu menyetubuhiku. Aku ingin penismu memuaskan vaginaku! Aku menginginkannya lebih dari apapun di dun… ” suara Puspa terpotong saat tiba-tiba batang penis Robert menyodoknya dari belakang.

Perasaan itu jauh lebih menakjubkan dari sebelumnya. Membuat Puspa mendesis dan kepalanya tersungkur di atas meja. Putingnya menggesek meja, keras dan mencuat. Puspa melenguh di kaca meja tersebut. Dengan penopang tangannya, dia angkat tubuhnya dan menyentakkan mundur vaginanya ke batang penis Robert, lalu menjerit dalam kenikmatan. Robert menggapai ke depan dan meraih kedua buah dada Puspa, lalu meremasnya seiring sentakan Puspa yang mengimbangi keras sodokannya. Puspa menoleh ke belakang untuk menatap mata Robert.
“Setubuhi aku Robert! Dorong yang keras! Buat aku dapatkan orgasme yang tak bisa diberikan sahabatmu!” lalu Puspa mengerang panjang dan kepalanya kembali tersungkur d atas meja saat semakin keras Robert menusuk vaginanya yang begitu basah.
Robert melihat dalam pantulan meja kaca, wajah Puspa berkerut menyiratkan dalamnya kenikmatan yang dia tahan, matanya seakan memutar ke dalam batok kepalanya. Putingnya yang mencuat keras terus tergesek meja saat payudaranya terayun, tangannya mencengkeram erat pada tepi lingkaran meja kaca itu. Puspa terus merengek pada Robert untuk menyodoknya lebih keras lagi dan Robert mengabulkannya. Menghentak sekerasnya, sekasarnya. Robert suka menatap pantulan di meja cermin itu, tapi dia ingin membuat Puspa menjerit dan memohon padanya.
“Suka penisku?” dia menggeram.
“OOHH” Puspa mendesah.
“Aku tidak dengar” sahut Robert.
“YA!!! UH! AKU SUKKA UH PENNIIISSS MMMMMM BESARRMUU! OH! UMMM, UH UH UH UH! SAANGAAAT KERRAAASSS!” Puspa tersengal. Suaranya begitu parau dan meja kaca mulai berdecit oleh perbuatan mesum mereka.
Racauan mulut Puspa, decitan protes kaki meja kaca dan suara kulit basah yang beradu saling bersahutan.

Akhirnya semua kenikmatan itu jadi berlebih bagi Puspa dan tubuhnya jatuh tersungkur di atas meja. Dia hanya bisa berpegangan pada pinggiran meja kaca itu, membiarkan tubuhnya terus terguncang dalam setiap sodokan Robert yang tiada henti. Gerakan Robert bertambah liar, kasar, keras dan cepat. Ambang batasnyapun sudah dekat.  Puspa menjerit keras menahan kenikmatn yang diberikan Robert. Besar kemungkinan Josh dapat mendengarnya sekarang! Robert membungkuk dan mengangkat tubuh Puspa, menangkap buah dadanya sekali lagi. Setelah beberapa saat, kembali Puspa tersungkur ke depan, karena kerasnya sodokan Robert. Kali ini Puspa topang tubuhnya dengan kedua sikunya. Tangan Robert masih terus mencengkeram buah dadanya, menarik tubuh Puspa ke belakang.
“Apa bisa kudapatkan kamu kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun aku mau?” bisik Robert di telinga Puspa
“Ya Robert! Kamu boleh menyetubuhiku kapan saja…” nafasnya tersengal, semakin dekat pada orgasme keduanya, “Di manapun….” mencengkeram tepian meja lebih erat, “Dengan cara apapun kamu mau!” wajahnya berkerut, matanya memejam rapat, dia gigit bibirnya keras. Puspa menyentakkan pinggulnya ke belakang.
Masih berbisik di telinga Puspa, “Aku akan keluar di dalam! Akan kukeluarkan air maniku dalam vagina istrimu Josh!!!”
Mendengar nama suaminya dibisikkan di telinganya dalam situasi ini, langsung meruntuhkan seluruh sisa pertahanan Puspa. Robert melepaskan cengkeramannya pada buah dadanya dan beralih menjambak rambut Puspa, menyentakkan kepalanya ke belakang. Puspa meraung keras, dia berikan sentakan ke belakang untuk yang terakhir kali dengan sisa kekuatannya, bersamaan dengan Robert yang menyodok ke depan dengan begitu kerasnya. Batang penis keras miliknya terkubur sedalam dalamnya di vagina Puspa. Suara erangan yang keluar dari mulut Puspa seakan keluar dari tempat tergelap dalam paru-parunya, beriringan dengan geraman Robert yang terdengar seperti binatang buas dan liar… Detik berikutnya penis Robert meledakkan semburan air maninya ke dalam rahim istri Josh.  Dengan tubuh gemetar di bawah Robert dan kepala yang masih mendongak ke belakang karena ditarik Robert, Puspa mendesis panjang saat orgasme kedua menghantamnya. Lebih kuat dari yang pertama. Vaginanya berkontraksi liar, meremas keras batang penis Robert dan menyedot seluruh sisa air maninya.

Setelah gelombang orgasme keduanya mulai mereda, Robert melepaskan cengkeraman tangannya pada rambut Puspa dan tak ayal tubuh Puspa langsung tersungkur lemas ke atas meja kaca. Robert ambruk pada kursi di sebelahnya. Puspa tersenyum penuh kepuasan.

“Sangat nikmat…”
“Kamu hebat.” Puji Robert di sela nafasnya yang hampir putus, “Belum pernah aku keluar sekeras tadi.”
Tubuh Puspa terkulai lemah, keringat yang membasahi seluruh tubuhnya membuat buah dadanya lengket di meja kaca, tergencet oleh tubuhnya. Yang bisa dia dengar hanya suara detak jantungnya, nafasnya dan kata ‘saangaaat nikmaat…’ berulang kali keluar dari mulutnya. Bisa dia rasakan aliran air mani Robert jauh di dalam rahimnya. Sudah dua kali dia terima dari Robert, di dalam mulut untuk yang pertama dan sekarang di dalam vaginanya untuk yang kedua kalinya. Dia telah disetubuhi dengan begitu layak, sekujur tubuhnya terasa lemas, dia hanya ingin berbaring saja di meja kaca itu untuk beberapa lama. Menikmati persetubuhan hebat yang baru dia terima dan meresapi sisa getaran yang masih mengalir dalam tubuhnya. Josh masih tetap menyaksikan akhir pertandingan, sama sekali tak sadar kalau istrinya yang cantik, obyek fantasi dari begitu banyak pria, tengah rebah di atas meja dapur setalah disetubuhi sahabatnya sendiri. Dia tak tahu kalau istrinya telah menelan air mani Robert dan juga vaginanya terisi penuh dengan air mani Robert. Bahkan dia tak menyadari kalau keduanya sudah menghilang begitu lama. Dia begitu asik menikmati keripik kentang dan lagipula tim jagoannya sudah hampir memenangkan pertandingan! Puspa memasang pengait bra-nya lalu mengenakan kaosnya, saat Robert sedang sibuk memakai jeans dan mengancingkan bajunya kembali. Dia melangkah ke cermin di dapur tersebut dan merapikan rambutnya sebisanya. Masih tetap terlihat sedikit berantakan dan wajahnyapun masih merona. Sebuah senyuman lebar tersungging di wajahnya, laksana seekor kucing yang mendapatkan sepotong ikan segar. Setalah merapikan rok yang dipakainya, dia melangkah dengan kedua kaki yang masih goyah.

Robert meraih pinggangnya dari belakang dan menghentikan langkah Puspa tepat di depan pintu kaca.
“Yang tadi sangat hebat! Lain kali aku ingin menyetubuhimu di ranjang kalian saat Josh juga ada di sini.” Ucap Robert.
“Datang saja kemari secepatnya.” Jawab Puspa dan mencium pipi Robert, “Kamu bisa mengajak beberapa orang lagi untuk main poker dan kamu bisa bermain dengan ku.” Dia tertawa.
“Mungkin ada beberapa pria yang juga ingin bermain denganmu.” Balas Robert sembari tangannya bergerak naik dan meremas buah dadanya.
“Mmm, mungkin!” jawab Puspa dengan senyuman menggoda.
“Pakai cincin ini, aku suka melihatnya saat kamu menyebut namaku waktu aku setubuhi kamu.” Pesan Robert.
“Ooo, pasti!” Dengan binar di matanya, Puspa menjawab dan melangkah keluar dengan Robert mengikuti di belakangnya.
Josh masih menyaksikan tv saat tim jagoannya membuat gol terakhir untuk memenangkan pertandingin dan dia melompat dan menjerit kegirangan.
“WOOHOO! MEREKA MENANG!” Lalu dia duduk dan membuka sekaleng bir untuk merayakannya.
Tepat kemudian Puspa datang dari arah dapur. Rambutnya agak sedikit berantakan dan wajahnya juga bersemu merah. Kenapa pakaiannya kusut? Robert menyusul, bajunya juga kusut dan wajahnya juga bersemu merah.
“Apa yang terjadi dengan kalian berdua?” tanya Josh.
“Kami membuat makan malam, di dapur sangat panas! Aku, kami tidak bikin suara terlalu berisik tadi, kan?” jawab Puspa dengan tersenyum manis.
Tapi Josh tak memperhatikan hal itu tadi. Dia mengatakan pada Puspa bahwa tim jagoannya berhasil menang dan Puspa mendekat, melangkah cepat dan kakinya terlihat gemetar, apa dia habis minum? Puspa memeluknya dan menciumnya dengan gairah begitu dalam. Lidahnya merangsak masuk ke dalam mulutnya.

Mungkin Puspa memberi garam terlalu banyak pada masakannya, lidahnya terasa asin. Josh menanyakan hal tersebut.
“Kamu pasti tak suka dengan masakannya. Bahkan Robert saja tidak mau, jadi kuhabiskan saja semuanya. Aku suka juga dengan masakan yang asin. Aku sudah habis dua lho, mmm rasanya lembut, kental, asin dan kurasa aku jadi ketagihan. Sayangnya, sudah tak ada waktu lagi untuk membuatnya. Pasti lain kali akan kubuat yang lebih banyak lagi.” Puspa bercerita panjang lebar dengan bangga dan melirik pada Robert dengan tersenyum penuh rahasia.
Robert hanya mampu menyeringai lebar.
“Ok, aku harus pulang sekarang, ada penerbangan besok.” Ucap Robert pada Josh.
“Honey, Robert mau tanya, apa kamu mau bikin acara poker di sini kapan-kapan? Aku tidak keberatan, kalau kamu mau.” Tanya Puspa.
“Puspa pasti masih horny, senyuman menggoda itu masih ada di wajahnya.” Pikir Robert.
“Tentu, aku tidak keberatan. Siap-siap kalah saja Robert. Aku lebih jago main poker daripada kamu.” Jawab Josh berkelakar dengan sahabatnya.
“Kurasa kamu juga harus hati-hati honey, Robert juga PINTAR MAINNYA” timpal Puspa. Hanya saja Robert tahu apa yang dimaksud Puspa sesungguhnya.
“Kita lihat sajalah nati.” Jawab Josh pada Robert
“Bye Robert, sampai ketemu lagi secepatnya.” Ucap Puspa, masih dengan senyuman menggodanya.
Saat kedua sahabat itu sampai di pintu keluar, Robert berbalik dan berkata, “Malam yang menyenangkan, sobat. Terima kasih sudah mengajakku mampir malam ini. Dan sobat, kamu sungguh beruntung punya istri hebat seperti Puspa.” Robert mengucapkan teima kasih dan keluar.
Puspa mengamati kedua sahabat itu meninggalkan ruang tengah. Dia tersenyum puas, dia suka menggoda Josh, terlebih dengan permainan kata yang menceritakan apa yang terjadi di dalam dapur tadi. Tapi Josh tak menyadarinya dan itu membuat Puspa merasa begitu nakal.
“Tadi sangat mendebarkan,” pikir Puspa, “Aku tak sabar menunggu acara pokernya. Pasti akan jadi permainan yang lebih menarik.”
Birahinya naik lagi, dia siap untuk bersetubuh kembali saat ini. Hidupnya jadi terasa jauh lebih menggairahkan dan Puspa sudah tak sabar melaluinya.

Comments

Popular posts from this blog

THE ADVENTURE OF ROBERT (TWINS EFFECT)

Pengantin Alim yang Binal

belanja bareng Pak RT