Sahabat
Aku bangun kesiangan. Kulirik jam dinding…ah… pukul 8 pagi…Suasana rumahku sepi. Tumben, pikirku. Segera aku meloncat bangun, mencari-cari istri dan anak-anakku..tidak ada…Ahh…baru kuingat, hari Minggu ini ada acara di sekolah anakku mulai jam 9 pagi. Pantas saja mereka sudah berangkat. Istriku sengaja tidak membangunkan aku untuk ikut ke sekolah anakku, karena malamnya aku pulang kantor hampir pukul 4 pagi.
Yah, beginilah nasib auditor kalau lagi dikejar laporan audit. Untung saja, ada anggota timku yang bisa mengurangi keteganganku. Ya, Agnes tentunya, yang semalam telah memberikan servis untukku. Baginya, bersetubuh dengan lelaki lain selain suaminya bukan hal yang tabu, karena dia sendiri juga tidak mempermasalahkan jika suaminya berkencan dengan wanita lain. Prinsip mereka, yang penting pasangan tidak melihat kejadian itu dengan mata kepala sendiri.
Aku tersenyum mengingat kejadian semalam. Sebenarnya jam 10 malam kami sepakat untuk pulang kantor, tapi ternyata aku dan Agnes sama2 lagi horny. Akhirnya, terjadilah seperti yang sudah kuceritakan diatas. Tak terasa, aku mulai horny lagi. kontolku pelan2 mengangguk-angguk dan mulai mengacung.
“Walah…repot bener nih, pikirku. “Lagi sendiri, eh ngaceng.” Kebetulan, di rumah tidak ada pembantu, karena istriku, Puspa, lebih suka bersih2 rumah sendiri dibantu kedua anakku. “Biar anak-anak gak manja dan bisa belajar mandiri. Lagian, bisa menghemat pengeluaran,” kilah istriku. Aku setuju saja.
Kurebahkan tubuhku di sofa ruang tengah, setelah memutar BF di laptopku. Sengaja kusetel, biar hasratku cepet tuntas. Setelah kubuka celanaku, aku sekarang hanya pakai kaos, dan tidak pakai celana. Pelan-pelan kuurut dan kukocok kontolku yg hitam besar panjang dan berurat. Tampak dari ujung lubang kontolku melelehkan cairan bening, tanda bahwa birahiku sudah memuncak.
Aku pun teringat Dinda, sahabat istriku. Kebetulan Dinda berasal dari suku Sunda. Dia adalah sahabat istriku sejak awal kerja sbgai SPG kosmetik dan pernah 1 kos, sering juga main kerumahku. Kadang sendiri, kadang bersama keluarganya. Ya, aku memang sering berfantasi sedang menyetubuhi Dinda. Tubuhnya mungil, 155m, montok khas perempuan Sunda. Yang kukagumi adalah kulitnya yang putih mulus, seperti warna patung lilin, berjilbab namun outfitnya ketat kata orang jilboob. Jadi menonjolkan dada yg 36C dan pantatnya yang membulat Indah, sering membuatku ngaceng kalo dia berkunjung.
Aku hanya bisa membayangkan seandainya tubuh mulus Dinda bisa kujamah, pasti nikmat sekali. Fantasiku ini ternyata membuat kontolku makin keras, merah padam dan cairan bening itu mengalir lagi dengan deras. Ah Dinda… seandainya aku bisa menyentuhmu..dan kamu mau ngocokin kontolku.. begitu pikiranku saat itu.
Lagi enak-enak ngocok sambil nonton bokep dan membayangkan Dinda, terdengar suara langkah sepatu dan seseorang memanggil-manggil istriku.“Puss…Puspa…aku dateng,” seru suara itu…Astaga…itu suara Dinda…mau ngapain dia kesini, pikirku. Kapan masuknya, kok gak kedengaran? Dinda memang tidak pernah mengetuk pintu kalau ke rumahku, karena keluarga kami sudah sangat akrab dengan dia dan keluarganya.
Belum sempat aku berpikir dan bertindak untuk menyelamatkan diri, tau-tau Dinda udah nongol di ruang tengah, dan…“AAAHHH…Mas Robert…!!!!,”jeritnya. “Kamu lagi ngapain?”“Aku…eh…anu…aku….ee…lagi…ini…,”aku tak bisa menjawa pertanyaannya. Gugup. Panik. Sal-ting. Semua bercampur jadi satu. Orang yang selama ini hanya ada dalam fantasiku, tiba-tiba muncul dihadapanku dan straight, langsung melihatku dalam keadaan telanjang, gak pake celana, Cuma kaos aja.Ngaceng pula.
“Kamu dateng ok gak ngabarin dulu sih?” aku protes.“Udah, sana, pake celana dulu!” Pagi-pagi telanjang, nonton bf sendirian,lagi ngapain sih?”ucapnya sambil duduk di kursi didepanku.“Yee…namanya juga lagi horny…ya udah mending coli sambil nonton bf. Lagian anak sama mamanya lagi pergi ke sekolah. Ya udah, self service,”sahutku.“Udah, Mas . Sana pake celana dulu. Kamu gak risih apa?”“Ah, kepalang tanggung kamu dah liat? Ngapain juga dtitutupin? Telat donk,”kilahku.“Dasar kamu ya. Ya, udah deh, aku pamit dulu. Salam aja buat istrimu. Sana, terusin lagi.” Dinda beranjak dari duduknya, dan pamit pulang.Buru-buru aku mencegahnya. “Din, ntar dulu lah…,”pintaku.“Apaan sih, orang aku mau ngajak Puspa jalan, dia nggak ada ya udah, aku mau jalan sendiri,”sahutnya.“Bentar deh Din.
Tolongin aku, gak lama kok, paling sepuluh menit,”aku berusaha merayunya.“Gila kamu ya!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”Dinda protes sambil melotot. “Kamu jangan macem-macem deh, Mas . Gak mungkin donk aku lakukan itu,”sergahnya.“Din,”sahutku tenang. “Aku gak minta kamu untuk melakukan hal itu. Enggak.
Aku Cuma minta tolong, kamu duduk didepanku, sambil liatin aku coli.”“Gimana?”Dinda tidak menjawab. Matanya menatapku tajam.Sejurus kemudian..“Ok, Din. Aku janji gak ndeketin apalagi menyentuh kamu.
Tapi, sebelum itu, kamu juga buka bajumu dong…pake Jilbab BH sama CD aja deh, gak usah telanjang. Kan kamu dah liat punyaku, please?” aku merayunya dengan sedikit memelas sekaligus khawatir.“Hm…fine deh. Aku bantuin deh…tapi bener ya, aku masih pake Jilbab BH dan CDku dan kamu gak nyentuh aku ya. Janji lho,”katanya. “Tapi, tunggu. Aku mau tanya, kok kamu berani banget minta tolong begitu ke aku?””Yaaa…aku berani-beraniin…toh aku gak nyentuh kamu, Cuma liat doang. Lagian, kamu dah liat punyaku? Trus, aku lagi coli sambil liat BF…lha ada kamu, kenapa gak minta tolong aja, liat yang asli?”kilahku.“Dasar kamu. Ya udah deh, aku buka baju di kamar dulu.”“Gak usah, disini aja,”sahutku.
Perlahan, dibukanya kemejanya kekecilan…dan…ah payudara itu menyembul keluar. Payudara yang terbungkus BH sexy berwarna merah…menambah kontras warna kulitnya yang sangat putih dan mulus. Aku menelan ludah karena hanya bisa membayangkan seperti apa isi BH merah itu. Seteah itu, diturunkannya zip celana jeans ketatnya, dan dibukanya kancing celananya.
Perlahan, diturunkannya jeansnya…sedikit ada keraguan di wajahnya. Tapi akhirnya, celana itu terlepas dari kaki yang dibungkusnya. Wow…aku terbelalak melihatnya. Paha itu sangat putih sekali. Lebih putih dari yang pernah aku bayangkan. Tak ada cacat, tak ada noda. Selangkangannya masih terbungkus G-string berbahan satin, sewarna dengan Bhnya.
Sepertinya, itu adalah satu set BH dan CD.“Nih, aku udah buka baju. Dah, kamu terusin lagi colinya. Aku duduk ya.”Dinda segera duduk, dan hendak menyilangkan kakinya. Buru-buru aku cegah.“Duduknya jangan gitu dong…”“Ih, kamu tuh ya…macem-macem banget. Emang aku musti gimana?”protes Dinda. “Nungging, gitu?””Ya kalo kamu mau nungging, bagus banget,”sahutku.“Sori ye…emang gue apaan,”cibirnya.“Kamu duduk biasa aja, tapi kakimu di buka dikit, jadi aku bisa liat celana dalam sama selangkanganmu. Toh memek kamu gak keliatan?”usulku.“Iya…iya…ni anak rewel banget ya.
Mau coli aja pake minta macem-macem,”Dinda masih saja protes dengan permintaanku.“Begini posisi yang kamu mau?”tanyanya sambil duduk dan membuka pahanya lebar-lebar.“Yak sip.” Sahutku. “Aku lanjut ya colinya.”
Sambil memandangi tbuh Dinda, aku terus mengocok kontolku, tapi kulakukan dengan perlahan, karena aku nggak mau cepet-cepet ejakulasi. Sayang, kalau pemandangan langka ini berlalau terlalu cepat. Aku pun menceracau, tapi Dinda tidak menanggapi omonganku.
“Oh…Diiiinnn….kamu kok mulus banget siiiihhh….”aku terus menceracau. Dinda menatapku dan tersenyum.“Susumu montok bangeeeettttt… pahamu sekel dan putiiiihhhh….hhhhh….bikin aku ngaceng, Diiiiiinnn……”Dinda terus saja menatapku dan kini bergantian, menatap wajahku dan sesekali melirik ke arah kontolku yang terus saja ngacai alias mengeluarkan lendir dari ujung lobangnya.“Pantatmu, Diiinnn….seandainya kau boleh megang….uuuuhhhhh….apalagi kena kontolku….oouuufff…..pasti muncrat aku….,”aku merintih dan menceracau memuji kePuspaan tubuhnya.
Sekaligus aku berharap, kata-kataku dapat membuatnya terangsang.
Dinda masih tetap diam, dan tersenyum Matanya mulai sayu, dan dapat kulihat kalo nafasnya seperti orang yang sesak nafas. Kulirik ke arah celana dalamnya…oppsss….aku menangkap sinyal kalo ternyata Dinda juga mulai ternagsang dengan aktivitasku. Karena celana dalamnya berbahan satin dan tipis, jelas sekali terlihat ada noda cairan di sekitar selangkannya.
Duduknya pun mulai gelisah. Tangannya mulai meraba dadanya, dan tangan yang satunya turun meraba paha dan selangkangannya. Tapi Dinda nampak ragu untuk melakukannya. Mungkin karena ia belum pernah melakukan ini dihadapan orang lain.
Kupejamkan mataku, agar Dinda tau bahwa aku tidak memperhatikan aktivitasku. Dan benar saja…setelah beberapa saat, aku membuka sedikit mataku, kulihat tangan kiri Dinda meremas payudaranya dan owww…BH sebelah kiri ternyata sudah diturunkan…Astagaaa..!!! Puting itu pink tua teegak mengacung. Meski sudah melahirkan, dan memiliki satu anak, kuakui, payudara Dinda lebih bagus dan kencang dibandingkan Agnes. Kulihat tangan kiri Dinda memilin-milin putingnya, dan tangan kanannya ternyata telah menyusup ke dalam celana dalamnya.
“Sssshh….oofff….hhhhhh…..:” Kudengar suaranya mendesis seolah menahan kenikmatan. Aku kembali memejamkan mataku dan meneruskan kocokan pada kontolku sambil menikmati rintihan-rintihan Dinda.
Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang hangat…basah…lembut…menerpa kontol dan tanganku. Aku membuka mata dan terpekik. “Din…kamu…,”leherku tercekat.“Aku nggak tega liat kamu menderita, Mas ,”sahut Dinda sambil membelai kontolku dengan tangannya yang lembut.My gosh…perlahan impin dan obsesiku menjadi kenyataan. kontolku dibelai dan dikocok dengan tangan Dinda yang putih mulus.
Aku mendesis dan membelai jilbab dinda. Kemudian secara spontan Dinda menjilat kontolku yang sudah bene-bener sekeras kayu. Dan…hap…! Sebuah kejadian tak terduga tetapi sangat kunantikan…akhirnya kontolku masuk ke mulutnya. Ya, kontolku dihisap Dinda. Pemandangan yg indah sekali melihatt perempuan berjilbab menghisap kontol yg bukan milik suaminya Sedikit lagi pasti aku memperoleh lebih dari sekedar oral.
Tak tahan dengan perlakuan sepihak Dinda, kutarik pinggulnya dan buru-buru kulepaskan Gstringnya.“Kamu mau ngapain, Mas ?” Dinda protes sambil menghentikan hisapannya. Aku tidak menjawab, jariku sibuk mengusap dan meremas pantat putih nan montok, yang selama ini hanya menjadi khayalanku.“Ohh..Din…boleh ya aku megang pantat sama memek kamu?”pintaku.“Terserah…yang penting kamu puas.”Segera kuremas-remas pantat Dinda yang montok.
Ah, obsesiku tercapai…dulu aku hanya bisa berkhayal, sekarang, tubuh Dinda terpampang dihadapanku.Puas dengan pantatnya, kuarahkan jariku turun ke anus dan vaginanya. Dinda merintih menahan rasa nikmat akibat usapan jariku.“Achh…Diinn…enak bangeeeeett….sssshhh…….”aku menceracau menikmati jilatan lidah dan hangatnya mulut Dinda saat mengenyot kontolku. Betul-betul menggairahkan melihat bibir dan lidah wanita berjilbab yang merah menyapu lembut kepala dan batang kelelakianku.
Hingga akhirnya….“Diiinn….bibir kamu lembut banget sayaaaannggg….aku…kach…aku…”“Keluarin sayang…kontol kamu udah berdenyut tuh….udah mau muncrat
yaaa….”“I…iiy…iiyyaaa….Diiiiinnnnnnnnn….Ouuuuufuffffff…..argggghhhhhhhhhh…..”Tak dapat kutahan lagi. Bobol sudah pertahananku. Crottt…..crooottt….crooootttt…Spermaku muncrat sejadi-jadinya di muka, jilbab, bibir dan dada Dinda. Tangan halus Dinda tak berhenti mengocok batang kejantananku, seolah ingin melahap habis cairan yang kumuntahkan Ohhhh…….my dream come true….. Obsesiku tercapai…pagi ini aku muncratin pejuhku di bibir dan muka dan jilbab Dinda.“Din…kamu gak geli sayang…? Bibir, mukan jilabab sama dada kamu kena spermaku?”Dinda menggeleng dengan pandangan sayu.
Tangannya masih tetap memainkan kontolku yang sedikit melemas.“Kamu baru pertama kali kan, mainin kontol orang selain suami kamu?”“Iya, Mas . Tapi kok aku suka ya…terus terang, bau sperma kamu seger banget…kamu rajin makan buah sama sayur ya?” tanya Dinda.“Iya…kalo gak gitu, Puspamana mau nelen sperma aku.”“Aihhh….” Dinda terpekik. “Puspa mau nelen sperma?”Aku mengangguk. “Kenapa Din? Penasaran sama rasanya? Lha itu spremaku masih meleleh di muka sama dada kamu.
Coba aja rasanya,”sahutku.“Mmmm…ccppp…ssllrppp….” terdengar lidah dan bibir Dinda mengecap spermaku. Dengan jarinya yang lentik, disapunya spermaku yang tumpah didada dan mukanya, kemudian dijilatnya jarinya smape bersih. Hmmm….akhirnya spermaku masuk kedalam tubuhnya…“Iya, Mas , sperma kamu kok enak ya.
Aku gak ngerasa enek pas nelen sperma kamu…””Mau lagi….?”“Ih…kamu tuch ya…masih kurang, Mas ?”“Lha kan baru oral belum masuk ke meqi kamu, Din.” Sahutku…”Tuh, liat…bangun lagi kan?”“Dasar kamu ya….””Bener kamu gak mau spermaku ? Ya udah kalo gitu, aku mau bersih-bersih dulu.”ancamku sambil bangkit dari kursi.“Mau sih…Cuma takut kalo Puspa dateng…gimana donk….”Dinda merajuk.
Perlahan kuhampiri Lida, kuminta dia duduk di sofa, sambil kedua kakiya diangkat mengangkang.Kulihat meqinya yang licin karena cairan cintanya meleleh akibat perbuatan jariku.“Hmmm…Din…meqi kamu masih basah…kamu masih horny dong…”tanyaku.“Udah, Mas ….cepetan deh…nanti istrimu keburu dateng…Lagian aku udah…Auuuwwww….!!!! Ohhh..Shhhhh…….”Dinda memekik saat lidahku menari diujung klitorisnya.“Mas www…kamu gilaaa yaaa…”bisiknya samil menjambak rambutku.
Kumainkan lidahku dikelentitnya yang udah membengkak. Jari ku menguak bibir vagina Dinda yang semakin membengkak. Perlahan kumasukkan telunjukku, mencari G-spotnya.Akibatnya luar biasa. Dinda makin meronta dan merintih. Jambakannya makin kuat. Cairan birahinya makin membasahi lidah dan mulutku. Tentu saja hal ini tak kusia-siakan.
Kusedot kuat agar aku dapat menelan cairan yang meleleh dari vaginanya. Ya…aroma vagina Dinda lain dengan aroma vagina istriku. Meskipun keduanya tidak berbau amis, tapi ada sensasi tersendiri saat kuhirup aroma kewanitaan Dinda.“C’mon..Mas …I can’t stand…ochhh…ahhhhhh…shhhh……c’mon honey….quick…quick….”Aku paham, gerakan pantt Dinda makin liar. Makin kencang. Kurasakan pula meqinya mulai berdenyut…..seentar lagi dia meledak, pikirku.
“Ting…tong…”bel rumahku berbunyi.“Mas…..mas Mas Robert….”suara wanita didepan memanggil namaku.Sontak kulepaskan jilatanku. Dinda memandang wajahku dengan wajah pucat. Aku pun memandang wajahnya dengan jantung berdebar.“Mas ..kok kyaka suara Tania ya…”Dinda bertanya“Wah..mau ngapain dia kesini…..gawat dong…”ucapku ketakutan. “Udah Din, kamu masuk kamarku dulu deh…cepetan…”
Segera Dinda berjingkat masuk ke kamarku, mungkin sekalian membersihkan tubuhnya karena dikamarku ada kamar mandi. Aku tau ada sebersit ekspresi kecewa di wajahnya, karena Dinda hampir meledakkan orgasmenya, yang terputus oleh kedatangan Tania, sahabatnya sekaligus sahabat istriku.
Setelah kupakai kaos dan celana yang kuambil dari lemari dan cuci muka sedikit, aku menuju ke ruang tamu, membuka pintu.
“Halo, mas….’Pa kabar..?” sahut Tania begitu melihatku membuka pintu.“Baik, dik. Ayo masuk dulu. Tumben nih pagi-pagi, kayaknya ada yang penting?” tanyaku seraya mengajak Tania menuju ruang tengah.Mataku sedikit terbelalak melihat pakaiannya. Bagaimana tidak? Kaos ketat menempel dibadannya, dipadukan dengan celana spandex ketat berwarna putih.
Aku melihat lipatan memek di selangkangannya menandakan bahwa didaerah itu tidak ada bulu jembutnya, dan saat aku berjalan dibelakangnya, tak kulihat garis celana dalam mebayang di spandexnya.Hmm…mana mungkin dia gak pake CD..mungkin pake G-string, pikirku.Kami berdua segera menuju ruang tengah.
Untung saja, film bokep yang aku setel udah selesai, jadi Tania nggak sempat melihat film apa yang tengah aku setel.“Ini lho mas, aku mau anter oleh-oleh. Kan kemarin aku baru dateng dari Jepang. Nah, ini aku bawain ….sedikit bawaan lah, buat kamu sama Puspa.
Itung-itung membagi kesenangan.”“Wah…tengkyu banget lho…kamu baik banget”“Ah, biasa aja lageee..hehehe”Kami berdua sejenak ngobrol-ngobrol, karena memang sudah beberapa bulan Tania nggak berkunjung ke rumahku. Tania ini adalah salah satu sahabat istriku, selain Dinda.Diam-diam, akupun juga terobsesi dapat menikmati tubuhnya.
Ya, Tania seorang wanita yang mungil. Tinggi badannya nggak lebih dari 155cm. Bandingkan dengan tinggiku yang 170. Warna kulitnya putih, tapi cenderung kemerahan. Hmm..aku sering berkhayal lagi ngentotin Tania, sambil aku gendong dan aku rajam memeknya dengan kontolku. Pasti dia merintih-rintih menikmati hujaman kontolku…“Hey…bengong aja…ngeliatin apa sih..” tegur Tania.“Eh…ah…anu…enggak.
Cuma lagi mikir, kapan ya gw bisa jalan-jalan sama kamu…”Eits..kok ngomongku ngelantur begini sih. Aduh…gawat deh…“Alaaa..mikirin jalan-jalan apa lagi ngeliatin sesuatu?” Tania melirikku dengan pandangan menyelidik.Mati aku…berarti waktu aku ngeliatin bodynya, ketahuan dong kalo aku melototin selangkangannya. Wah….“Ya udah, mas. Aku pamit dulu, abis Puspa pergi.
Lagian,dari tadi kamu ngeliatin melulu. Ngeri aku…ntar diperkosa sama kamu deh..hiyyy…” Tania bergidik ambil tertawa.Aku Cuma tersenyum.“Ya udah, kalo kamu mau pamit. Aku gak bisa ngelarang.”“Aku numpang pipis dulu ya.”Tania menuju kamar mandi di sebelah kamarku.“Iya.”
Tepat saatTania masuk kamar mandi, sambil berjingkat Dinda keluar dari kamarku tanpa jilabab hanya menggunakan kaos.Aku terkejut, dan segera menyuruhnya masuk lagi, karena takut ketahuan. Ternyata CD Dinda ketinggalan di kursi yang tadi didudukinya waktu sedang aku jilat memeknya.
Astagaaa…untung Tania nggak ngeliat…atu jangan-jangan dia udah liat, makanya sempat melontarkan pandangan menyelidik? Entahlah…“Cepeeeett..ambil trus ke kamar lagi.”perintahku sambil berbisik.Dinda mengangguk, segera menyambar Cdnya dan..“Ceklek….!”Pintu kamar mandi terbuka, dan saat Tania keluar, kulihat wajahnya terkejut melihat Dinda berdiri terpaku dihadapannya sambil memegang celana dalamnya yang belum sempat dipakainya. Ditambah keadaan Dinda yang hanya memaki kaos, tetapi dibawah tidak memakai celana jeansnya. Akupun terkejut, dan berdiri terpaku. Hatiku berdebar, tak tahu apa yang harus kuperbuat atau kuucapkan. Semuanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan tak terelakkan. Kepalaku terasa pening.
“Dinda…? Kamu lagi ngapain?” Tania bertanya dengan wajah bingung campur kaget.“Eh…anu…ini lho…”kudengar Dinda gelagapan menjawab pertanyaan Tania.“Kok kamu megang celana dalem? Setengah telanjang lagi?” selidik Tania. “Oo…aku tau…pasti kamu berdua lagi berbuat yaaa…?”“Enggak Rik. Ngaco kamu, orang Dinda lagi numpang dandan di kamarku kok.” Sergahku membela diri.“Trus, kalo emang numpang dandan, ngapain dia diruangan ni, pake bawa celana dalem lagi.” Udah gitu telanjang juga..Hayo!!!” Tania bertanya dengan galak.“Sini liat.”
Tania menghampiri Dinda dan cepat merebut celana dalam yang dipegang Dinda, tanpa perlawanan dari Dinda.“Kok basah…?”Tania mengerutkan keningnya. “Nhaaaaa..bener kan…hayooooo….kamu ngapain…?””udah deh, Rik…emang bener, aku lagi mau ML sama Dinda. Belum sempet aku entot, sih. Baru aku jilat-jilat memeknya, keburu kamu dateng.” Aku menyerah dan memilih menjelaskan apa yang barusan aku lakukan.“Kamu tuh ya…udah punya istri masih doyan yang lain.
Ini cewek juga sama aja, gatel ngeliat suami sahabatnya sendiri.” Tania memaki kami berdua dengan wajah merah padam.“Terserah kamu lah…kamu mau laporin aku sama Dinda ke polisi…silakan. Mau laporin ke Puspa…terserah….”ucapku pasrah.“Hmm…kalo aku laporin ke Puspa…kasian dia. Nanti dia kaget.Kalo ke polisi….ah…ngrepotin.” Tania meninmbang-nimbang apa yang hendak dilakukannya.“Gini aja mas. Aku gak laporin ke mana-mana.
Tapi ada syaratnya.” Tania memberikan tawarannya kepadaku.“Apa syaratnya, Rik?”“Nggak berat kok. Gampang banget dan mudah.” katanya,“Iya, apaan syaratnya?” Dinda ikut bertanya “Terusin apa yang kamu berdua tadi lakuin. Aku duduk disini, nonton. Bagaimana?” “WHAT?” aku dan Dinda berteriak bebarengan. “Gila lu ya, masa mau nonton orang lagi ML?”“Ya terserah kamu. Mau pilih mana…?”Tania mencibir dengan senyum kemenangan.
Aku dan Dinda saling berpandangan. Kuhampiri Dinda, kubelai tangan dan rambutnya. Dinda seolah memahami dan menyetujui syarat yang diajukan Tania.Segera saja kulumat bibirnya yang ranum dan tanganku meremas pantatnya yang sekel. Dinda segera membuka kaosnya.Sambil terus berciuman dan meremas pantatnya, kubimbing Dinda menuju sofa. Kurebahkan ia disana, dan dengan cekatan dilepaskannya kaos dan celana ku sehingga aku sekarang telanjang bulat di hadapan Dinda dan Tania. Aku melirik Tania, yang duduk menyilangkan kakinya. Kulihat wajahnya menegang seperti tegangnya kontolku. Aku tersenyum-senyum kearahnya, sambil memainkan dan mengocok-ngocok kontolku, seolah hendak memamerkan kejantananku.“Ayo, Mas …cepetan deh…udah gak tahan, honey…”Dinda merintih. “Biarin aja si Tania…paling dia juga udah basah.”“Enak aja kamu bilang.”sergah Tania. “Udah buruan, aku pengen liat kayak apa sih kalian kalo ML.”
Aku menatap mata Dinda yang mulai sayu dan tersenyum.
Setelah melepas seluruh pakaiannya, sempurnalah ketelanjangbulatan kami berdua. Tak sabar, segera kusosor memek Dinda yang sangat becek oleh lendir birahinya.
“Achhhh….sshhhh….ooouufffffggg…massss….”Dinda menjerit dan mengerang menerima serangan lidahku. Pantatnya tersentak keatas, mengikuti irama permainan lidahku.Hmmm…nikmat sekali. memeknya berbau segar, tanda bahwa memek ini sangat terawat. Dan yang membutku girang adalah lendir memeknya yang meleleh deras, seiring dengan makin kuatnya goyangan pinggulnya.
“Hmmmppppppff…Mas Robert…Mas Robert…sayaaaanngg.. akh…akh…akkkkkuu…”Dinda terus merintih. Nafasnya tersengal-sengal, seolah ada sesuatu yang mendesaknya.‘Akku……mmmhhhhh…ssshhh….”“Keluarin sayang….keluarin yang banyak…..”aku berbisik sambil jari tengahku terus mengocok memeknya, dan jempolku menggesek itilnya yang sudah sangat keras. Baik itil maupun memek Dinda sudah benar-benar berwarna merah, sangat basah akibat lendirnya yang meleleh, hingga membasahi belahan pantat dan sofa.
Segera aktivitas tanganku kuganti dengan jilatan lidahku lagi. Hal ini membuatpaha Dinda menegang, tangannya menjambak rambutku, sekaligus membenamkan kepalaku ditengah jepitan pahanya yang menegang. Aku merasakan memeknya berdenyut, dan ada lelehan cairan hangat menerpa bibirku. “MASS ROBERT…..AAAAACCCCHHHHHHHHH……”Dinda menjerit keras sekali, menjepit kepalaku dengan pahanya, menekan kepalaku di selangkangannya dan berguncang hebat sekali.Tak kusia-siakan lendir yang meleleh itu. Kusedot semuanya, kutelan semuanya. Ya, aku tidak mau membuang lendir kenikmatan Dinda.
Sedotanku pada memeknya membuat guncangan Dinda makin keras…dan akhirnya Dinda terdiam seperti orang kejang. Tubuhnya kaku dan gemetaran.“Oooohhhh…Mas w…aaachhh…..”Dinda menceracau sambil gemetaran.“Enn..en….Nik…mat…bangeth….sssse….dothan…sama jhiilatan kkk…kamu…”
Kulihat Dinda tersenyum dengan wajah puas. Segera kuarahkan bibrku melumat putingnya yang keras dan kemerahan. Meskipun sudah melahirkan dan menyusui dua anak, payudara Dinda sangat terawat, kencang. Dan putingnya masih berwwarna kemerahan.
Siapa lelaki yang tahan melihat warna putting seperti itu, apalgi sekarang puting merah itu benar-benar masih keras dan mengacung meski pemiliknya barusan menggapai orgasme.“Shhh…Dreeewwww…iihhhh…geli….” Lnda menggelinjang saat kuserbu putingnya. Aku tidak mempedulikan rintihannya. Kulumat putingnya dengan ganas sehingga badan Dinda mulai mengejang lagi.
“Acchhh….Mas Robertw….sayaaaannggg…”Dinda merintih. “Terus sayang…iss…ssseeeppp…pen….til…kuhh…ooofffffhhhhhhhhh……”
Tanpa aba-aba, segera kusorongkan kontolku yang memang sudah mengeras seperti kayu ke memek Dinda. Blessss…….“Ahhhhkkk…..mmmmppppfff…..ooooooggggghhhh….”pantat Dinda tersentak kedepan, seiring dengan menancapnya kontolku di mekinya. Kutekan kontolku makin dalam dan kuhentikan sejenak disana. Terasa sekali memek Dinda berkedut-kedut, walaupun tergolong super becek.“Ayo, Mas …..gocek kontol kamuh….akk….kkuuuu….udah mau…keluarrrrr…laggiiiihhh…”Dinda merintih memohon.Segera kugocek kontolku dengan ganas. “crep.crep…cplakkk….cplaakkkk…cplaakkkk….” suar gesekan kontolku dengan memek Dinda yang sudah basah kuyup nyaring terdengar.
Tak lupa kulumat bibirnya yang ranum, dan tanganku menggerayang memilin menikmati payudara dan putingnya.Sesaat kemudian kulihat mata Lnda terbalik, Cuma terlihat putihnya. Kakinya dilipat mengapit pinggul dan pantatku. Tangannya memeluk ubuhku erat.
“Mas Robert…….OOOOGGGHHHH…>AAAKKKKKKKKKKKK….” Dinda menjerit keras dan sekejap terdiam. Tubuhnya bergetar hebat. Terasa di kontolku denyutan memek Dinda…sangat kuat. Berdenyut-denyut, seolah hendak memijit dan memaksa spermaku untuk segera mengguyur menyiram memenya yang luar biasa becek.
Makin kuat kocokan kontolku didalam memek Dinda, makin kencang pula pelukannya.
Nafas Dinda tertahan, seolah tidka ingin kehilangan moment-moment indah menggapai puncak kenikmatan.Karena denyutan memek Dinda yang membuatku nikmat, ditambah rasa hangat karena uyuran lendir memeknya, aku pun tak tahan. Ditambah ekspresi wajahnya yangmemandang wajahku dengan mata sayu namun tersirat kepuasan yang amat sangat.
“Ayo Mas …keluarin pejuh kamu…keluarin dimemekku….”Dinda memohon.“Kamu gak papa aku tumpahin pejuh di rahim kamu?”tanyaku sambil terengah-engah.“No problem honey…aku safe kok….”sahut Dinda. “C’mon honey..shot your sperm inside…c’mon honey….”
Din……DindaAAA…..DindaAAAAAAA….ARGGGGGGHHHHH…”aku merasakan pejuhku mendesak. Kupercepat kocokanku, dan Dinda juga mengencangkan otot memeknya, berharap agar aku cepet muncrat.AAACCHHHHHHH………..” Jrrrrrooooooooootttt…..jrrrrooooooooottttt..jrrrroooooottttt…..tak kurang dari tujuh kali semprotan pejuhku.
Banyak sekali pejuh yang kusemprotkan ke rahim Dinda, sampai-sampai ia tersentak. Kubenamkan dalam-dalam kontolku, hingga terasa kepalaku speerti memasuki liang kedua. memekrapet Ah….ternyata kontolku bisa menembus mulut rahimnya. Berarti pejuhku langsung menggempur rahimnya.Ohhh…masss enak sayang….nikmat, sayaaannggg…offffffghhhh……” Dinda merintih lagi. “Uggghhh…hangat sekali pejuh kamu, Mas …” ucap Dinda.Setelah beristirahat sejenak dengan menancapkan kontolku dalam-dalam, secara mendadak kucabu kontolku.“Plllookkkkk….”
Kupandangi memek Dinda yang masih membengkak dan merah denganlubang menganga. Dinda segera mengubah posisi duduknya dan…ceeerrrrrr……pejuhku meleleh. Segera saja jemari Dinda meraih dan mengorek bibir memeknya, menjaga agar pejuhku tidak tumpah kesofa. Akibatnya, telapak tangan Dinda belepotan penuh dengan pejuhku yang telah bercampur lendir memeknya.
Dengan pejuh di telapak tangan kanannya, Dinda menggunakan jari tangan kirinya,mengorek memekny untuk membersihkan memeknya dari sisa pejuhku.“Brani kam telen lagi?” tantangku.“Idih…syapa takut….”Dinda balas menantangku. “Nih liat ya….”Clep…dijilatnya telapak tangan yang penuh pejuhku…“MMmmmm….slrrpppp….glek….aachhhh….” Dinda nampak puas menikmati pejuh ditangannya.“Hari ini kenyang sekali aku…sarapan pejuh kamu duakali..hihihihi…”Dinda tertawa geli.“Tuh…masih ada sisanya ditangan. belum bersih.” Sahutku.“Tenang, Mas ..sisanya buat…ini.” Sambil berkata begitu, Dinda mengambil sebagian pejuhku dan mengusapkannya diwajahnya.“Bagus lho buat wajah…biar tetep mulus…”sahut Dinda sambil mengerling genit.“Astagaaaa….kamu tuh, Din…diem-diem ternyata…”kataku terkejut.“Kenapa…? Kaget ya?”“Diem-diem, muka alim..tapi kalo urusan birahi liar juga ya..”“Ya iyalaaahhh..hare gene, Mas …orang enak kok ditolak.”
”Tau gitu tadi aku semprot di uka kamu aja ya..” sesalku“Iya juga sih..sebenernya aku pengen kamu semprot. Cuman aku dah gak bisa ngomong lagi…nahan enak sih..lagian aku pengen ngerasain semprotan pejuh kamu di memekku.” Dinda tersenyum“Eh, Mas …ssstttt…coba liat tuh…jailin yuk…..”ajak Dinda
Ya ampuuunnnn…aku lupa bahwa aktivitasku tengah diamati Tania.Segera kulirik Tania, yang ternyata tanpa kami sadari tengah beraktivitas sendiri. Tangannya menggosok-nggosok sapndexnya, yang mulai membasah. Kulihat lekukan memeknya makinbesar, lebih besar dari yang kulihat diruang tamu. Pertanda bahwa Tania juga telah dilanda birahi.
Dinda mencolek tanganku, rupanya ia ingin mengerjai Tania. Aku setuju. Sambil berjingkat, aku dan Dinda menghampiri Tania. Segera tangan Dinda yang masih ada sisa pejuhku dioleskan kemuka dan bibir Tania.“MMppphhhh…..fffggghhh…..” Tania sontak terkejut dan menghentikan aktivitasnya. “apaan nih…kok kayak bau pejuh…?”“Udahlah Rik….aku tau kamu juga ikutan horny, ngeliat aku dientot sama Mas Robert.”
Dinda tersenyum-senyum genit.“AH…aku…eeehh….anuu….” Tania gelagapan kehabisan kata-kata.“Rik…gkalo kamu juga horny, gak papa kok…aku masih kuat.” Tantangku. “Tuh, kamu liat. kontolku masih bisa bangun.”Ya, walaupun sudah menyemprotkan amunisinya dua kali permainan, kontolku mash berdiri walaupun tak sekeras waktu ngentotin Dinda.
Malahan sekarang kontolku berdenyut dan mengangguk-angguk, seolah menyetujui usulku dan Dinda.“Tuhhh, Tan. kontolku manggutmanggut.”sahutku.“Tapi nanti kalo Puspa pulang gimana?” tanya Tania.“Don’t worry, honey. Kalo memang kepergok, nanti aku bantu jelasin ke Puspa.” Hibur Dinda. “Soalnya, dulu-dulu aku pernah becandain Puspa, gimana kalo sekali-sekali aku minjem kontol suaminya.”“Trus, Puspa bilang apa?” Tania penasaran.“Mmmm.dia sih gak bilang iya tapi juga gak bilang enggak.”jawab Dinda. “Dia cuman ngomong, ya kalo kamu gak malu sama Mas Robert, terserah kamu.
Tapi kalo Mas Robert ketagihan, resiko tanggung sendiri lho. Gitu kata Puspa.”“Oooo…..” Tania terlongong mendengar penjelasan Dinda. Aku pun terperangah. Jadi……ternyata…..???? jangan-jangan mereka berdua memang sengaja kesini…atas suruhan Puspa….Gak pake lama segera kulumat bibir Tania yang mungil.“Mmmpphhh…mmppfff……..aaahhhh…”Tania mendesah….”Mas Robertww…puasin aku sayang……guyur aku dengan pejuhmu kayak Dinda tadi….oooccchhhhh…..”Aku terus melumat bibirnya..lehernya yang jenjang dan mulus…kujilat pula telinganya yang membuat Tania merinding dan tersengal-sengal.
Ternyata salah satu titik rangsangannya adala teling. Dinda membantu melepaskan spandex Tania...Dan…oouuuwww…pantesan di selangkangan Tania terlihat seperti terbelah. Rupanya dia memakai G-String yang segitiganya hanya mampu menutupi itilnya. Selebihnya…terlihat bibir me meknya sudah membengkak kemerahan dan basah kuyup oleh lendirnya. Kulihat me mek Tania sama dengan Dinda…bersih dari bulu jembut, sehingga ha ini membuat kontolku langsung tegak mengeras lagi. Dinda turut membantu Tania melepaskan G-String, kaos dan Bhnya. Seolah Dinda tak ingin Tania direpotkan oleh aktivitas lain yang mengurangi kenikmatan bercinta.
“Ohhh…Masss,,,sssshhhhh….hhhaaaaaarrrggghhh….mmmppphhhhh…..”Tania merintih-rintih sambil mennggelengkan kepalanya saat bibirku turun ke putingnya. Payudara Tania lebih kecil dari Dinda, mungkin hanya 34B, dibandingkan milik Dinda yang 36C.
Putingnya berwarna coklat muda, tegak keras mengacung, seolah menantangku untuk segera melahapnya.
Dan…hap….kusedot putting kiri, sementara tangan kananku meremas payudara sebelah kanan dan memilin putingnya.“Auuuccchhhh..Masss…ampunnnn…amppuuuuuunnnnn…..”Tania berteriak menahan nikmat saat jari tangan kiriku menyusuri memeknya.
Kumasukkan jari tengahku sambil jempolku menggosok itil Tania yang sangat keras.“Tan…kontol Mas Robert diusap dong…biar cepet keras…” ujar Dinda. Segera tanpa diperintah dua kali, Tania segera meraih kontolku, mengusap dan mengocok bergantian.“Uffff…Tania sayaaanng…akhirnya kontolku kena kamu yaaa…”aku merintih menahan nikmat.
Ternyata Tania sangat terampil dalam urusan kocok mengocok, sehingga tak perlu waktu lama kontolku sudah sekeras kayu lagi, mengkilat kemerahan.Tak sabar segera kubalikkan tubuh Tania, sehingga posisinya sekarang nungging didepanku. Lututnya bertumpu pada sofa panjang, sehingga punggungnya meliuk, menambah sexy posisinya saat itu.
Dengan pantat membulat, tampak bibir me mek Tania merekah merah dan berkilat licin oleh cairan birahinya. Tak tahan, kuserbu me mek Tania, kujilat itilnya dan kukorek liangnya dengan jari-jariku.
“Arggghhh…Mas Robert….oohhhh….nik..mat…sss…sseekkk..kali……say….yaannnghhh….”Tania menjerit sambil tersengal.
Napasnya memburu.“Akk..kku…hammm..ppir sampai, honey…”Tania terus merintih.Ah…ternyata Tania tak sanggupbertahan lebih lama lagi. Terasa sekali dibibirku, suhu me mek Tania makin panas, dan lendir cintanya bertambah banyak mengalir.Segera saja kuarahkan batang kontolku yang menunggu giliran, merojok me mek Tania.
“Ugghhhh……aaacccgghhhhhh…Mas Robert………”pantat Tania tersentak menerima hunjaman kontolku yang begitu tiba-tiba.Nikmat sekali me mek Tania. Meskipun sama-sama becek dan mampu berdenyut, aku merasakan sensasi lain dibandingkan me mek Dinda.Makin lama makin terasa me mek Tania berdenyut-denyut.
Tak ada suara yang keluar dari bibir Tania, kecuali erangan dan rintihan. Kurasakan otot disekitar pantat dan selangkangannya mengejang dan tiba-tia Tania menekan pantatku sambil melolong….
“OOOOUUUWWWWWW….Masss…..UUUUUUUFFFFGGGGHHHHHH…..”Nafas Tania tertahan, dan kupercepat hunjaman kontolku, seolah menyerbu me mek Tania bertubi-tubi.
Ahh…..betapa hangat lendir birahi yang mengalir, bahkan sampai meleleh membasahi pahaku dan paha Tania.Tania tetap menggoyang-goyangkan pantatnya, sehingga membuatku makin bernafsu menggocek kontolku dalam me meknya yang becek namun sempit.
“C’mon honey…shot your sperm inside my mouth….,”Tania menoleh dan menatapku dengan mata sayu seolah memohon agar kusemprotkan spermaku dimulutnya.“Ohhhhh….aaaawwwgghhh….Taniaaaaa…me mek kamu kok ennnnaaakk bangethhh sssssiiiccchhh….,
0
”aku menceracau sambil terus memajumundurkan pantatku “Ngeliat pantat kamu yang bulet..ddaannn…putih…eeegghhhh….bikinnhh….aakkk…..kkkuuuu….pengennnnhhhh….ngecreettthhh…….aaarrrrggghhh….RIIIKKKAAAAAAAAAA……,”aku berteriak keras sambil mencabut kontolku.
Serta merta Tania meraih kontolku, mengocoknya sambil mengisap kepala dan batangnya. “C’mon…ayo Mas …keluarin pejuhmu…..”“Aku pengen ngerasain pejuh kamu….”Dinda pun tak tinggal diam. Ia berbaring telentang dibawahku dan menjilat perineumku, seolah tau bahwa itu adalah daerah “mati”ku. Ya, aku paling gak tahan kalo perineumku dijilat.AAAARRRGGGHHHH….DindaAAAAA….gila kamu….aaarrrghhhh…..nnnniiikk…mathhh..bangetttt…..”“Aku gak tahan, Taniaaa…Dindaaa….sayangku cintaku….. ”Dan…..crrroooooottt….crroooootttt…..“ Haeeppphh…eeelllppphhhhh….hhhmmmppphhhhh…..”suara dari mulut Tania.
Tampak dia gelagapan menerima semburan spermaku, tak kurang dari 5semburan kencang dan banyak…
“Aaaahhh…..ooouuffhh….auuww…ooouuww…udah Rik…udah…udah…jangan diisep teruss…gelllliiii…..”aku meringis kegelian karena Tania tetep mengisap kontolku, seolah tak rela kalo pejuhku tak keluar tuntas. Seolah ingin menikmati pejuhku hingga tetes terakhir.
“Hmmm…udah puas kamu tan?” tanya Dinda sambil bibirnya mengecap-ngecap pejuhku yang menetes ke mukanya.“Ahh…gila juga si Mas Robert ya…”sahut Tania. “memekku rasanya penuh banget. Mana kontol dia panjang lagi.
Berasa mentok di rahimku kayaknya.”“Liang kamu gak dalem sih tan,” timpalku. “Tapi asyik kok rasanya. Ternyata memek kalian sama2 gak dalem ya…”“Thanks banget ya buat kamu berdua, udah mau bantuin aku,”ucapku.“No problem, dear Mas Robert,” sahut Tania dan Dinda hampir bersamaan.“Gimanapun, kamu kan suami sahabatku, boleh dong kalo saling bantu…”sahut Tania.
Kami pun bercanda sejenak sekedar melepaskan lelah. Dan sambil masih tetap bertelanjang, kupersilakan Tania dan Dinda ke ruang makan untuk sekedar minum minuman segar. Kulirik, jam menunjukkan waktu pukul 15.37 sore, pertanda tak lama lagi istriku dan anakku akan segera datang. Mereka berdua pun segera membersihkan diri dari sisa-sisa lendir dan sperma yang membasahi me mek maupun wajah mereka.
“Ok Mas …aku pamit dulu ya…,”Tania pamit sambil mengecup bibirku. “Daaa, sayang…”“Mmmuuaachh…,”Dinda memagut bibirku lama, seolah tak mau kehilangan momen yang sangat dahsyat. “Bye, Mas …,”Dinda juga berpamitan. “Salam buat Puspa ya…tapi jangan bilang lho, kalo kamu habis bagi-bagi pejuh…hihihi..” Tania dan Dinda cekikikan sambil berjalan keluar.“Ok, hon…don’t worry…thanks ya…”sahutku sambil melambaikan tangan dan mengantar mereka ke pagar.
Comments
Post a Comment